Senin, 19 Desember 2011

Twins? (One Shoot)



Twins?

Prolog,
Oik
Hei, nama gue Oikcahya Ramadlani, cukup panggil gue Oik. Sekarang gue duduk di bangku kuliah semester tiga. Gue ambil jurusan Sistem Informatika, hm. Karena gue memang tertarik dibidang itu. Gue orangnya gampang penasaran, gue penasaran dengan sistem kerja komputer yang bisa melebihi otak manusia padahalkan komputer diciptakan oleh manusia. Okay, gak usah terlalu bahas banyak tentang perkuliahan gue, sekarang masuk pada keluarga gue aja kali yah, keluarga gue yah termasuk keluarga konglomeratlah, trus gue punya saudara kembar namanya Shilla. Dia kakak gue soalnya dia lahir 15 menit lebih awal dari gue, dan kata orang-orang gue dan dia gak seperti saudara kembar, wajah kita agak beda, kata orang Shilla itu cantik, gue itu manis. Itu kata orang sih. Gue dan dia gak pernah akur dari dulu, sebel deh pokoknya gue sama dia, mentang-mentang badan gue lebih ‘mungil’’ dari dia seenaknya menindas orang! Pokoknya gue itu paling anti sama saudara kembar gue, Me vs My Twin! Makanya bokap dan nyokap gak pernah nyekolahin kita bareng selalu beda sekolah! Karena bonyok gue tahu, dirumah aja yang diawasin bonyok gue selalu berantem apalagi disekolahan? Udah yah, ngapain bicara soal kembaran gue yang gak penting itu! Mending bicara soal, Cakka.... ahaaaa... Cakka itu siapa? Cakka itu pacar gue, kita pacaran udah dari SMA. Yah, sekitar dua tahunanlah... awet kan? Yaiyalah Oik gituloh, kirain Shilla yang sedikit-sedikit putus, sedikit-sedikit putus, Ah? Kok jadi nyambung Shilla lagi sih? Balik ke inti pembicaraan yuk. Cakka itu mahasiswa di Sistem Informatika juga, sebenarnya sih kalau mau jujur, gue masuk jurusan itu biar bisa bareng terus sama Cakka, kan so sweet! Gue suka Cakka bukan cuma karena dia ganteng tapi juga karena sifatnya yang apa adanya. Yah, meski gue sering jengkel karena dia itu tengil, childish, kadang-kadang selfish, tapi itu asli sifatnya gak jaim! Gak jarang dia buat gue melted. Yah itulah, Cakka. Pokoknya gue sayaaaaaaaaanggggg banget sama dia. Cuma gue belum berani ngenalin Cakka sama keluarga gue, selain takut diembat Shilla, juga karena takut bonyok gue ngelarang gue pacaran, Shilla aja pacarannya diam-diam. Huh!

Shilla.
Nama gue Ashilla Zahrantiara, Kalian bisa manggil gue Shilla. Gue sekarang kuliah, dan gue ambil jurusan hukum, cita-cita gue dari kecil pengen banget jadi pengacara ngikutin jejak almarhum opa gue. Soalnya, dulu waktu gue kecil sering main-main ke kantornya opa, dan disitu gue rasa kereeeeenn banget, makanya gue punya obsesi jadi pengacara. Gue punya saudara kembar namanya Oik, dan kita ‘gak akan pernah akur’ ingat! Gak akan!. Dia itu adik gue, gue lahir 15 menit duluan sebelum dia lahir, trus kata orang sih kakak harus sering mengalah sama adik. Hellow, gue dan Oik kembar jadi beda dong! Pokoknya Me vs My Twin! Itu hampir setiap hari terjadi dirumah gue! Makanya gue sama Oik gak diijinin untuk satu sekolahan dari dulu sampai kuliah kitapun beda universitas. Oke, gak usah ngomongin Oik soalnya kalau dengar namanya gue pengen banget muntah. Mending kita bicara soal .... hm... aduh malu nih gue, mulai dari mana yah? Beberapa minggu yang lalu gue kenalan sama cowok, wih ganteng banget! Gak cuma ganteng, pokoknya beda dari pacar-pacar gue yang dulu, yang kacangan. Dia itu sopan, trus pembawaannya charming banget tampak berwibawa tapi tetap santai. Waduh.... kalau ada dia gue melted banget deh. Trus, dua minggu lalu dia nembak gue, aaaaaaahhh... pokoknya itu moment yang paling membahagiakan buat gue. Gak nyangka. Jadi, gue dan dia udah dua minggu deh jadian. Gue merasa cewek yang paling beruntung deh jadian sama dia. Cuma, ya, tetap aja gue takut bonyok tahu. Gak pernah sih bonyok ngelarang pacaran. Gak tahu kenapa gue gak pernah berani ngenalin cowok-cowok gue, eh salah interupsi mantan-mantan gue sama bonyok. Tapi, gue sangat ingin ngenalin dia sama keluarga gue, without Oik. Gue rasa pasti disetujuin. Cuma ya, gue tunggu sampe Oik punya pacar dulu deh nanti diembat lagi. Hm, sebenarnya dulu pernah dengar Oik punya pacar udah dua tahun lalu sih. Gue gak tahu masih atau gak, yang pasti gue gak mau percaya dia punya pacar kalau dia belum ngenalin pacarnya sama gue! Oh ya pusing mikirin Oik. Errr. Bdw, gue belum nyebut nama pacar gue yah? Namanya Cakka!.

* * *
The Story

“OIIIIIIIKKKKK....,” teriak Shilla setengah emosi. Oik yang sedang membaca sebuah majalah diruang nonton hanya bisa mengusap kupingnya sambil menjawab.

“YAAAA NENEK SIHIRRRRR..... Bisa nyantai dikit gak? Gue gak tuli..,” Teriak Oik dari ruang nonton.

Shilla segera keluar dari kamarnya bergegas menuju ruang nonton menemui Oik.
“Eh, tante hebring, lo pake baju kesayangan gue yah? Kok dilemari gue gak ada?,” Tanya Shilla.

“Gak kok... hampir semua baju lo itu kesayangan kan?,”

“Emang sih, kalau gitu lo liat baju gue yang kemarin gue beli di Paris pas kita liburan ituloh, yang warna maroon trus model-model foxhunt gitu,”

“Gak...!,”

“Yang bener?... Lo jangan boong yah... gue tahu kalau lo bohong... lo taruh dimana hebring?,”

“GUE GAK TAHU NENEK...! Baju lo tanggung jawab lo dong,”

“Awas lo! Kalau sampe gue tahu lo yang pake baju itu, gue cincang lo!,” Kata Shilla geram sambil berlalu dari hadapan Oik.

“Ihhhh... atut...,” Oik malah meledek Shilla, tertawa kecil dan melanjutkan membaca. Tapi sambil jarinya menghitung.
3...
2...
1...

“OIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIKKKK...,” Teriakan Shilla sekali lagi mengguncang. Oik hanya bisa menutup telinganya. Sedangkan, Papa dan mama Oik dan Shilla keluar dari ruang kerja mereka menuju sumber teriakan, diikuti Oik yang mengekor dibelakang mama dan papa mereka.

“Shilla! Kamu kenapa lagi teriak-teriak?,” Tanya mama mereka.

“Kamu sudah besar kelakuannya kayak anak kecil aja,” Sambung Papa mereka.

“Ih, Shilla gak begini kali kalau Oik gak mulai duluan,”

“Oik kenapa?,” Tanya Papa mereka.

“Mama, papa lihat nih! Baju Shilla yang dibeli diparis dia jadiin lap meja... ini kan baju kesayangan Shilla,”

“Benar begitu Oik?,” Tanya Mama mereka.

“Gak kok... Tadi kan Oik lewat ruang makan eh meja makan kotoooorrr banget, Oik niatnya pengen bersihin nyari kain lap meja gak ada, nah kebetulan Oik nemu baju ini di sofa ruang nonton, ya kirain udah gak dipake jadi Oik lap meja pake itu aja,” Jelas Oik.

“Oik o’on... kan bisa panggil Bi Sum buat bersihin meja... kenapa pake baju gue coba? Lo sengaja kan?,” Tuduh Shilla.

“Gue bilang gak sengaja Mbaasssshhhh...,”

“Lo sengaja Mbooongggg!,” Shilla nyolot dengan matanya membulat dan membesar.

“Gak!,” Oik tak kalah nyolot.

Akhirnya Oik dan Shilla adu mulut. Mama dan Papa mereka yang sudah biasa menghadapi situasi ini hampir setiap hari berusaha melerai mereka. Tapi mereka berontak dan akhirnya terjadi adu fisik, Shilla menarik baju Oik sampai sedikit sobek, karena terbawa emosi Oik menjambak rambut Shilla yang lebih panjang dari rambutnya. Mama dan Papa mereka geram akhirnya melerai mereka dengan paksa dan menyeret mereka keruang keluarga.

“Duduk disitu!,” Perintah papa mereka menyuruh Oik dan Shilla duduk disofa ruang keluarga. Sepertinya, mereka akan diadili bagaikan Gayus yang sedang disidang akibat korupsi ataupun bagaikan Abu Bakar yang disidang karena bom bali. Keduanya tertunduk.

“Kalian sudah besar, tapi kelakuan kalian masih seperti anak kecil, seharusnya kalian ingat kalau kalian ini sudah kuliah bukan anak SD lagi,” Papa mereka mulai mengadili.

“Papa dan mama sudah bosan saban hari kalian gak ada akur-akurnya padahal kalian saudara kembar... tapi seperti musuh bebuyutan,” Kata mama mereka.

“Gimana supaya kalian sadar kalau kalian ini sudah bukan anak kecil lagi sih?,” Papa mereka sudah hampir putus asa. Kemudian mama dan papa mereka tampak berpikir.

“Tunggu deh Pa, mama belum pernah dengar mereka ngenalin pacar-pacar mereka ke kita... atau jangan-jangan mereka gak pernah pacaran yah?,”

Oik dan Shilla saling bertatapan, sepertinya kali ini mereka sepakat untuk diam. Tumben kompak.

“Oh ya, kali aja kalau mereka kita ijinin pacaran mereka bisa berubah ya ma? Kan malu kalau udah punya pacar tapi kelakuannya begini,”

“Iya betul pa... itu juga yang ada dipikiran mama,”

Oh God? Ini beneran atau mimpi? Mama dan Papa ijinin pacaran? Yeaaahh Heaven! Keduanya yang memang punya ikatan batin, membatin bersama.

“Ma? Pa? Emang bener mama dan papa ijinin kita pacaran?,” Tanya Shilla.

Mama dan Papa mengangguk serempak. Oik dan Shilla lagi-lagi saling bertatapan dan tersenyum segera memeluk mama dan papa mereka kemudian mengecup pipi mereka.

“Kayak gini aja, baru kompak,” Sindir Mama.

Oik dan Shilla saling bertatapan ogah-ogahan.

“Oh ya, Papa mau tanya, emang kalian punya pacar?,”

“Punya dong!,” Jawab Oik dan Shilla serempak.

“Kok gak pernah kenalin sama mama dan papa, kan sekalian mama dan papa bisa bilang bagaimana kelakuan kalian dirumah biar kalian malu!,” Kata mama mereka.

“Ih mama tega deh,” kata Shilla manja.

“Pokoknya pacar-pacar kalian harus datang sama mama dan papa, supaya mama dan papa bisa mengontrol, dan supaya kalau kalian gak kayak anak kecil lagi yah kita bisa lapor pacar-pacar kalian,” Kata mama

“Kalau kita gak mau ngasih tahu pacar kita gimana?,” Tanya Oik.

“Yah, ijin pacaran kami cabut,” Ujar mama dan papa serempak.

“Iya deh, iya...,” Jawab Oik dan Shilla serempak juga.

“Sekarang, papa mau tanya siapa nama pacar-pacar kalian?,”

“Cakka,” Jawab mereka serempak, kemudian saling bertatapan heran. Mama dan papa juga ikut bertatapan heran, masa putrinya kembar punya pacar yang sama? Owwhhh...

“Ih, Shilla... jangan ikut-ikut Oik deh, mama, papa Cakka itu nama pacarnya Oik,”

“Enak aja, Cakka nama pacar gue tahu...!,”

“Gue...,”

“Gue...,”

“Gue...,”

“Gue...,”

Terjadilah perang mulut lagi. Mama dan papa makin puyeng melihat kedua putrinya tersebut.

“Udah gue bilang gue mbassshhhh,”

“Cakka itu pacar gue mboonggggg,”

“STOP.... STOPPPPP!!!!!!!,” Mama menghentikan adu mulut kedua putrinya tersebut.

“Jadi? Kalian pacaran sama satu orang begitu?,” Tanya Papa shock.

Oik dan Shilla saling pandang-pandangan belum mengerti apa yang papa ucapkan. Kemudian perlahan meresapi perkataan papa. ‘satu orang’.
1...
2...
3...

“GAAAAAAAAAKKKKKKKKKKK...,” Teriak keduanya.

“Huaaaaaa berarti Cakka selingkuh sama lo!,” Kata Oik.

“Enak aja! Gue bukan selingkuhan ya, kata Cakka dia gak punya pacar sebelum dia nembak gue,”

“Emang lo udah berapa lama pacaran sama Cakka? Trus lo kenalan sama Cakka dimana? Jangan-jangan lo ngintilin gue waktu jalan sama Cakka? Trus lo suka juga nah lo gebet deh Cakka jadi selingkuh sama lo,” Kata Oik bertubi-tubi.

“Weh, lo ngomong seenak jidat lo... Gue kenalan sama Cakka waktu gue ke acara di hotel grandprix kok, itu yang wakilin papa karena papa gak bisa datang, dan gue gak pernah ngintilin lo tuh, kurang kerjaan aja gue. Gue jadian sama Cakka dua minggu yang lalu,”

“Nah bener kan?! Gue pacaran sama Cakka udah dua tahunan tahu, Cakka itu teman sekelas gue dari SMA, berarti huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....,”

“Berisik! Kalau memang Cakka teman sekelas lo... dia gak terlihat seperti teman sekelas lo tuh! Siapa tahu lo nya aja yang ke GR-an jadian sama Cakka,”

“Mbaaaassshhh nenek sihir! Sekali lagi gue tekankan! CAKKA ITU PACAR GUE!!!,”

“Mboooongggg tante hebring! CAKKA ITU PACAR GUE KALIIIIII,”

Orang tua Oik dan Shilla makin puyeng, niat hati ingin mendamaikan kedua putrinya dan memberi kebebasan supaya putri-putrinya tak bersikap seperti anak kecil. Malah ini memperburuk keadaan ketika mengetahui kedua putrinya berpacaran dengan satu orang?.

“Sudah, mau Cakka pacar siapa kek... yang pasti kalian harus bawa yang nama Cakka itu menghadap papa dan mama! Mama dan papa mau lihat siapa sih pacar Cakka sebenarnya!,” Kata mama.

“Oke! Siapa takut!,” Ucap keduanya serempak.

^ ^ ^

Tap... tap... tap langkah kaki Oik sengaja disentak-sentakan kentara. Dia emosi, masa sih Cakka jadian juga sama Shilla? Saudara kembarnya sendiri. Dia butuh penjelasan dari Cakka. Hari ini mata kuliah Oik tidak ada yang sama dengan mata kuliah Cakka. Artinya, hari ini mereka hanya ketemu ketika kuliah mereka berdua berakhir. Karena tidak tahan, mulut Oik serasa gatal untuk menanyakan kebenaran hal tersebut, akhirnya Oik berniat menemui Cakka. Oik tahu sekali jadwal kuliah Cakka, jam begini Cakka baru selesai mata kuliah matriks, dan pasti sekarang sedang duduk dikantin bersama kedua sahabatnya, Ray dan Alvin. Tapi, ketika Oik tiba dikantin, dia hanya melihat Ray dan Alvin tanpa Cakka.

“Vin, Ray… Cakka mana?,” Tanya Oik tanpa basa-basi langsung pada intinya.

“Cakka kan izin kuliah Ik selama dua minggu,” Jawab Ray santai.

“HAH?!!!!! Kok dia gak bilang sama gue?,”

“Yah, kan kata lo hp lo disita sama ortu, dia mau bilang sama lo langsung kemarin, tapi kan kemarin lo gak masuk kuliah, trus mau kerumah lo tapi lo gak pernah kasih tahu alamat rumah lo sama dia padahal udah pacaran dua tahunan,” Jawab Alvin.

“Emang Cakka kemana sih?,” Tanya Oik duduk disamping Ray lalu merebut jus jeruk yang sedari tadi diminum Ray.

“Woiiiii…. Punya gueeeee!!!!!!,” Protes Ray, tapi Oik tak menghiraukan, dia terus menghabiskan es jeruk itu.

“Cakka ke Yogyakarta, katanya sih ada urusan keluarga mendadak, dia aja mendadak di telepon orang tuanya kemarin dan sekitar lima menit lalu berangkat,” Kata Alvin.

“Yah, padahalkan ada yang gue mau omongin penting,”

“Kan lo tinggal telepon dia aja Ik,” Kata Ray.

“Gak bisa lewat telepon! Harus langsung! Ini masalah serius!,”

“Emang masalah apa sih?,” Tanya Alvin dan Ray serempak ingin tahu.

“Ada deh…,” Kata Oik langsung melengos pergi tanpa mempedulikan Alvin dan Ray.

^ ^ ^

Shilla sedang duduk disebuah café bersama sahabat-sahabatnya, hari ini dia kuliah sore, dan pagi-pagi mereka sudah janjian pergi ke café. Shilla tak tenang, sedari tadi memainkan iPhone miliknya, tapi dia tetap saja tak bisa tenang.

“Shil… ngapain lo dari tadi ngutak-ngatik handphone gak jelas gitu?,” Tanya Ify.

“Yah biasalah Fy, paling juga nungguin telepon atau sms dari pacarnya, cieeee yang udah punya pacar kita-kita dibiarin jomblo,” Kata Sivia.

“Tapi Shilla gak kayak biasanya loh guys, lo ada masalah ya Shill?,” Tanya Pricill.

Shilla tak menjawab dia memilih untuk diam.

“Paling masalah sama kembarannya itu,” Kata Febby.

Tak beberapa lama kemudian iPhone Shilla bergetar, ada sebuah pesan masuk, dengan cepat dia membuka pesan masuk itu.

‘Shilla sayang, kamu dimana? Ada yg ingin aku bicarakan sama kamu skrg jg ini penting!’

Dengan cepat Shilla mengetik balasan pesan masuk tersebut.

‘Aku di Red and White café brg anak2, kebetulan ada yg ingin aku bicarakan jg sama kamu’

Tak beberapa lama kemudian, setelah sms itu terkirim, seorang lelaki dengan pakaian yang sangat rapi, kemeja berwarna tan, dengan celana skinny jeans hitam, rambutnya disisir rapi, mata almond yang berkilau dengan tatapannya yang tajam masuk kedalam café. Shilla yang melihat lelaki itu masuk kedalam café segera memberi isyarat pada sahabat-sahabatnya itu. Sahabat-sahabatnya mengangguk, kemudian Shilla beranjak mendekati lelaki itu.

“Cakka..,”

“Eh sayang…,” tanpa mengizinkan Shilla untuk berkata Cakka sudah melanjutkan kata-katanya. “Aku gak bisa lama disini, aku cuma mau pamitan kemari,”

“Pamitan?,” Shilla mengernyitkan dahi.

“Iya sayang, this is for you,” Kata Cakka sambil mengeluarkan serangkai bunga rosse yang sedari tadi disembunyikan dibelakangnya.

Thank you,” Kata Shilla sambil menerima rangkaian bunga tersebut. “Aku mau ta…,” Belum sempat pertanyaan Shilla selesai. Handphone Cakka berbunyi, dia segera mengangkat handphonenya.

“Hallo,”

“Iya… saya segera kesana,”

“Sayang, aku pamit dulu pesawatnya bentar lagi berangkat aku masih disini, da…,” Kata Cakka diakhiri kecupan hangat dikening Shilla, kemudian bergegas berjalan keluar dari café, saat Cakka hendak membuka pintu….

“Cakka..,” Panggil Shilla. Cakka menoleh kearah Shilla tangannya sudah digagang pintu.

“Kamu berangkat kemana?,” Tanya Shilla.

“Yogyakarta,” Jawabnya singkat. Shilla tersenyum samar, kemudian Cakka meneruskan memutar gagang pintu café lalu keluar dari café tersebut. Sedangkan Shilla kembali duduk sambil membawa rangkaian bunga rosse bersama sahabat-sahabatnya.

“Cieee…cieeee… so sweet…,” Ucap sahabat-sahabatnya serempak.

^ ^ ^

Malam ini Oik dan Shilla tidur disatu kamar, mama dan papa membuat peraturan baru, sebelum mereka bisa akrab dan tidak bertengkar, mereka harus tidur disatu kamar tak boleh dikamar masing-masing. Ini neraka buat mereka berdua bagaimana bisa nenek sihir bersatu dengan tante hebring?
Oik dan Shilla tidur berlawanan arah, Shilla menghadap kanan, sedangkan Oik menghadap ke kiri ditengahnya dibatasi sebuah guling. Keduanya sebenarnya tidak tenang di posisi mereka masing-masing. Jam sudah menunjukan pukul 00.30 artinya hari sudah berganti, tapi mereka berdua tidak bisa tidur.

“Mbash! Lo masih bangun kan?,” Oik bertanya, tapi posisinya tetap tak mau berbalik kearah Shilla.

“Iyaaa, gue gak bisa tidur kalau bareng lo mbong!,”

“Dih! Mulai lagi deh, gue ngajak lo bicara baik-baik tahu!,”

“Yaudah lo nyantai juga dong,”

“Gue masih heran aja, apa bener pacar kita satu orang?,”

“Emang tadi lo belum bicara sama Cakka lo?,”

“Belom, tadi dia berangkat jadi gak sempat ngomong,”

“Hah?! Cakka gue juga tadi nemuin gue trus dia pamit mau berangkat ke…,”

“Yogyakarta…,” Ucap mereka serempak “Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….” Teriak mereka serempak menyadari kesamaan itu. Keduanya panik mereka langsung bangun dan duduk dimasterbed kali ini berhadapan.

“Samaaaaa….,” Ucap mereka serempak lagi.

“Pacar lo ciri-cirinya gimana sih Shill?,”

“Pokoknya dia ganteng, keren, charming pokoknya nyaris perfect deh,”

“Itu ciri-ciri Cakka gue juga lo punya foto Cakka lo gak?,”

“Gak punya, kan lo tahu tadi sore pas gue pulang kuliah nyokap ikut sita iPhone gue… huaaaa,”

“Nah gitu dong baru adil, masa hp gue aja yang disita lo gak, Trus sifat Cakkanya lo gimana?,”

“Hm, Cakka gue sifatnnya dewasa deh pokoknya, tapi wajahnya sih masih kelihatan muda, cuma sikapnya itu loh, tahu banget memperlakukan perempuan cuma, trus romantis tapi gak gombal,” Kata Shilla sambil senyam-senyum.

“Itu bedanya, Cakka gue childish banget, gak pernah romantis tapi gombalnya minta ampun, dan ternyata itu yang membuat gue hampir tiap hari melted. Walaupun childish gue suka dia karena dia gak jaim,” Kata Oik.

Keduanya tampak berpikir, cukup lama. Lalu mereka bertatapan, sepertinya kali ini pikiran mereka sama.

“Jangan….jangan….,” Kata Shilla.

“Cakka itu… punya,” Lanjut Oik

“Kepribadian Gandaaaaaa…,” Teriak mereka serempak.

^ ^ ^

Setelah pembicaraan mereka tadi malam yang menyimpulkan kalau Cakka itu mempunyai ‘kepribadian ganda’ Oik dan Shilla kembali berunding dikamar ‘mereka’.

“Trus gimana Ik, kalau Cakka benar-benar punya kepribadian ganda?,” Tanya Shilla yang duduk di sofa kamar mereka sambil mengecat kukunya.

“Pokoknya kita harus cari tahu Shill!,”

“Caranya?,”

“Yahhh, kita susul ke Yogyakarta,” Kata Oik.

Shilla tampak berpikir, kemudian menjentikan jarinya. “Betul juga!,”

“Yaudah, yuk siap-siap jangan ngecat kuku melulu buruan!,”

“Sabar napa Ik, kuku gue belum kering,”

“Yah itu mah DL, gue mau siap-siap ya… buruan, gue udah cari info pesawat ke Yogyakarta hari ini full, jadi kita naik kereta dan jam 5 berangkat, sekarang udah jam 3 buruan…,” Kata Oik sambil memberes-bereskan pakaianya. Shilla, meniup-niup kukunya agar cepat kering, setelah itu bergegas ikut memberes-bereskan pakaiannya. Oik membawa koper kecil berwarna merah muda sedangkan Shilla membawa koper kecil berwarna ungu.
Setelah keduanya siap, mereka diam-diam menuju ruang kerja kedua orang tuanya, meletakan sebuah surat diatas meja kerja orang tua mereka. Kemudian bersembunyi dibalik pintu, Shilla pintu sebelah kanan sedangkan Oik dipintu sebelah kiri. Tak lama kemudian orang tuanya masuk kedalam. Dan menemukan surat yang tergeletak diatas meja kerja.

‘Mama dan Papa sayang, Shilla dan Oik pergi dulu yah, ke Yogyakarta, gak usah cari kita dong yah! Kita baik-baik aja, janji deh setelah pulang dari Yogya, kita bawa Cakka menghadap mama dan papa sayang, kita gak apa-apa kok, kita gak bawa hp, karena disita mama dan papa sayang… janji juga deh, pas nyampe disana kita langsung telepon untuk memastikan kalau kita baik… baik aja… oke… Peluk dan Cium, Your daugthers ;* ({})’

Mama dan Papa saling tatap-tatapan lalu bergegas pergi mencari Oik dan Shilla. Oik dan Shilla keluar dari persembunyian, sebenarnya ini ide supaya mama dan papanya keluar rumah sehingga mereka dengan leluasa bisa pergi.

Mereka segera pergi keluar rumah, dan naik taksi menuju stasiun kereta api, tiba disana mereka segera membeli tiket dan langsung naik ke kereta jurusan Jakarta-Yogyakarta.

“Ik, gue risih… ini pertama kalinya gue naik kereta,” Bisik Shilla pada Oik.

“Ih, itu mah DL… gue mah udah pernah ikut oma dulu… makanya waktu kecil jangan manja… gini kan jadinya,”

“Mulai lagi deh… huh!,”

^ ^ ^

Oik’s POV

Gue ngucek-ngucek mata gue, sepertinya gue ketiduran, dan sepertinya juga ini sudah sampe di Yogyakarta, anehnya Shilla gak ngebangunin gue! Dasar itu anak pengen banget gue pites. Gue langsung nyeret koper warna merah muda gue trus jalan keluar kereta, tampaknya orang-orang sudah sepi dan sepertinya kereta sudah sampai di Yogyakarta ini sekitar 15 menit lalu dan artinya gue tidurnya pules banget.  Gue berjalan keluar stasiun kemudian tahan taksi, gue sebenarnya gak tahu tujuan gue kemana. Gue memang udah pernah ke Yogyakarta bareng oma gue, tapi itu waktu gue masih kecil.

“Mau kemana mbak?,” Tanya sopir taksi itu.

“Hotel yang dekat-dekat sini ada gak?,”

“Kalau yang dekat-dekat banget gak ada mbak, adanya yang lumayan dekat,”

“Yaudah bawa gue kesitu aja,”

“Baik mbak,”

Taksipun melaju meninggalkan stasiun. Gue merasa ada sesuatu yang kurang, tapi gue sendiri bingung… hm, apa yah? Koper ada, pakaian dibadan gue ada, dompet guepun gak ilang… kemudian gue sadar kalau…………..

“Shilla!!!,” Pekik gue.

“Pak…pak muter balik…,”

“Loh? Kenapa mbak?,”

“Kembaran gue ketinggalan di stasiun,” kata gue panik.

^ ^ ^

Shilla’s POV

Gue heran sedari tadi gue ngomong, gue tanya-tanya, gue bicara, Oik gak ngomong. Sebel banget deh, kalau dia marah sama gue jangan disaat-saat seperti ini dong! Huh!

“Hei, lo denger gue gak sih?,” Tanya gue. Si Oik dari tadi sakit gigi atau sariawan gak mau jawab pertanyaan gue biasanya kan dia paling cerewet. Akhirnya gue mutusin tengok kebelakang dan…

“Whuaaaa Oik gak ada…. Oik kemana sih?, huaaaa parah-parah, mana gue belum pernah ke Yogyakarta lagi… gue buta banget dah, mesti cari Oik,” Gue bicara kuat banget saking paniknya. Orang-orang disekitar gue menatap kearah gue. Gue gak peduli, gue langsung lari balik ke stasiun cari Oik.

Sampe distasiun, gue masuk lagi lihat kereta yang tadi pergi ketempat duduk kita, dan Oik udah gak ada, tandanya dia benar-benar udah pergi, mudah-mudahan belum jauh dari sini. Gue keluar dari kereta lagi mencari keliling stasiun sambil menanyakan Oik ke orang-orang disekitar situ.

“Mbak lihat, cewek yang rambutnya sebahu trus bawa-bawa koper kecil warna merah muda lewat sini gak mbak,” Tanya gue sama mbak-mbak yang duduk sambil minum cocacola ini orang ke seratus yang gue tanyain.

“Waduh mbak, saya gak lihat, maaf,”

Lagi-lagi gak ada yang lihat Oik, Oik kemana sih? Bikin repot aja deh nih anak. Gue lihat didekat situ ada telepon umum. Gue segera nelpon pake telepon umum itu, niatnya mau lapor mama sama papa kalau Oik hilang… tapi…

“Hallo…”

“Hallo Shilla? Kalian udah sampe Yogyakarta? Kalian gak apa-apa kan? Oik mana? Awas kalau terjadi apa-apa mama sama papa nyusul kalian ke Yogyakarta,” Kata mama diseberang dan membuat gue mengurungkan niat gue untuk memberitahu mama tentang Oik yang hilang.

“Iya maa… ehm, Shilla dan Oik gak apa-apa kok ma… kita udah nyampe dengan selamat,”

“Mana Oik mama mau bicara,”

Waduhhhh!!! Mampus gue!!! Gue gak bisa bilang dong kalau Oik hilang.

“Oiknya lagi mandi ma, kita udah sampe hotel, kata Oik dia gerah makanya dia mandi,”

“Oh, okelah kalau begitu, kalau sudah selesai mandi suruh Oik telepon kemari,”

“I,,,iya,, maaa…,” Kata gue takut-takut. Skakmat! Kalau Oik gak telepon-telepon mama, bisa ketahuan kalau Oik hilang dan! Bisa gagal semua rencana gue dan Oik. Ckck, Oik sih pake acara ngilang segala.

^ ^ ^

Oik’s POV

“Hallo,” Gue yang puyeng nyari Shilla akhirnya mutusin untuk telepon mama kebetulan ada wartel didekat sini.

“Hallo ma, Shilla...,” Belum sempat gue lanjutin kata-kata gue udah dipotong mama.

“Oik udah selesai mandi?,”

“Heh?” Gue heran dengan pertanyaan mama gue. Saking gue gak ngerti gue iyain aja.

“Iya ma...,”

“Yaudah kalian hati-hati yah di Yogyakarta, kalau kenapa-kenapa telepon mama nanti mama dan papa jemput disana,”

“Eh? Ma...hm, gak ada apa-apa kok kita baik-baik aja,”

“Yaudah, mama dan papa mau lanjut kerja dulu da Oik..,”

Mama menutup telepon. Sekarang gue tambah puyeng, berarti sebelum ini Shilla telepon mama, dan bilang gue lagi mandi. Ahhh!!! Dasar Shilla oon kenapa gak bilang aja sih kalau dia hilang. Errr.

Oke Shilla, gue nyerah nyari lo. Gila meeeenn!!! Gue nyampe dari tadi pagi, ini udah sore dan gue belum makan apapun, badan gue sudah lemas, hampir semua orang yang gue temuin semuanya gak lihat Shilla. Shilla kemana sih? Ini masalah sama Cakka belum selesai coba, Shilla malah nambah masalah. Kaki gue udah lemes muter-muter kota Yogyakarta, perut gue keroncongan. Akhirnya gue mutusin untuk makan disebuah restorant. Gue baru mau muter gagang pintu restorant itu kepala gue sudah pusing banget, gue udah gak tahan rasanya pengen pingsan. Tiba-tiba mata gue kunang-kunang, penglihatan gue sudah gak jelas begitu. Lama-lama kaki gue melemas. Gue cuma lihat ada seorang lelaki yang lewat di depan gue.

“Tolong,” Kata itu lemah gue ucapkan, sepertinya lelaki itu mendekat sebelum dia ada didepan gue. Penglihatan gue udah gelap.

^ ^ ^

Gue mengedip-ngedipkan mata gue, kesadaran gue belum sepenuhnya pulih, kepala gue masih pusing. Gak lama kemudian mata gue sudah terbuka dan bisa melihat disekitar gue, dan… gue ada disebuah kamar, ini terlihat bukan seperti kamar biasa tapi… lebih seperti kamar seorang putri... OMG! Gue dimana ini. Disamping kanan gue ada dua orang wanita paruh baya yang memakai seragam eh gak deh, kebaya yang sama tersenyum kearah gue, pas gue lihat kesebelah kiri gue, gue kaget setengah mati ada seorang lelaki yang tertidur dengan posisi duduk dan kepalanya disandarkan ke atas ranjang tempat gue tidur sambil megang tangan kiri gue. Sepertinya, dia ngejagain gue bareng dua wanita ini. Gue kayaknya pingsan deh pas mau masuk restorant. Gak lama kemudian lelaki itu bergerak, melepaskan genggaman tangannya lalu mengangkat kepalanya. Cukup tampan, mata almondnya menatap tajam kemudian tersenyum hangat kearah gue yang membuat bulu kuduk disekitar leher gue berdiri.

“Kamu sudah siuman? Syukurlah,” Katanya.

“Kalau boleh tahu gue dimana yah?,” Tanya gue bingung.

Lelaki itu kembali tersenyum, kali ini seperti ada angin sepoi-sepoi dibagian leher gue, ketika menatap lelaki itu tersenyum.

“Kamu lagi di salah satu pavilium kesultanan Yogyakarta cah ayu,” Jawab salah seorang wanita paruh baya dan membuat gue kaget. Hah?! Gileeeeee.... kenapa gue sampe terdampar kemari?

“Tadi cah ayu pingsan, trus dibawa Gusti Bendara Pangeran Harya kemari,” Kata wanita paruh baya yang satunya lagi.

Oke, sekarang hidup gue makin rumit! Gue ke Yogyakarta tujuannya buat nyelidikin Cakka, sampai di Yogyakarta malah kehilangan Shilla, dan sekarang gue terdampar dikesultanan Yogyakarta.  Okelah Good Job!

Gak lama kemudian seorang gadis sepertinya seumuran gue membuka pintu dan masuk kedalam. Kemudian tersenyum kearah gue. Gue balas senyumannya juga.

“Hormat kami, Bendara Raden Ajeng,” Kata kedua wanita itu sambil menunduk kearah gadis yang baru masuk itu. Setelah tiba didekat lelaki itu, gadis itu menundukan kepalanya memberi sepertinya memberi salam juga.

“Bagaimana keadaannya Gusti?,” Tanya gadis itu.

“Sepertinya sudah mulai membaik,”

Gusti itu siapa yah? Apa nama lelaki ini Gusti? Trus Ajeng itu siapa? Nama gadis ini bukan? Atau?

“Hm, kalau boleh tahu nama kalian siapa? Apa nama lo Gusti trus nama dia Ajeng?,” Tanya gue karena tadi sempat mendengar Gusti dan Ajeng disebut-sebut oleh kedua wanita ini.

“Bukan, Gusti Bendara Pangeran Harya dan Bendara Raden Ajeng itu gelar kesultanan,” Kata Gadis itu.

“Trus nama kalian siapa?,”

“Maaf cah ayu, dikesultanan ini tak bisa memanggil putra-putri kesultanan hanya dengan nama saja kecuali sederajat dengan mereka, itu lancang namanya, jadi harus memanggilnya dengan gelar,” Kata salah satu wanita disitu lagi.

Huaaaaaaaaa!!!! Pengen pingsan lagi aja gue, baru aja gue puyeng dengan yang lain dan ini?! Harus puyeng lagi dengan peraturan konyol kesultanan.

^ ^ ^

Shilla’s POV

Oik... lo dimana sih? Gue udah capek banget nih nyari lo mana gue pake higheels lagi, dan sialnya tadi higheels gue patah jadi sekarang gue nyeker. Pokoknya sekarang gue udah kayak gembel yang luntang-lanting gaje kesana kemari. Dan ini udah mulai malam, tadi gue sih sempat makan direstorant sebentar waktu siang. Eh, laper lagi. Maklum aja sih, ini udah mulai gelap.

“GLEDEEEEEKKKK,” Tiba-tiba suara gledek. Gue kagetnya minta ampun. Gak lama kemudian hujan mulai turun, ah sial banget yah.

Gue mutusin untuk berteduh diseberang jalan, eh sialnya gue baru mau nyebrang kaki gue ketusuk pecahan beling. Berdarah deh. Gue merintih kesakitan gak bisa jalan. Tiba-tiba gue lihat dari jauh ada mobil dengan kecepatan 60 km/jam melaju kearah gue, gue coba berdiri tapi gak bisa. OMG!!! Apa yang terjadi, terjadilah. Gue pasrah, mati... mati dah gue!!! Gue tutup mata gue. Gelap.

Gue rasa ada yang angkat gue, waw! Kayaknya gue udah mati beneran deh, Gue belum berani membuka mata gue, soalnya takut menghadapi kenyataan kalau gue itu sudah. Mati. Eh tiba-tiba ada suara...

“Udah, buka aja mata lo... udah aman,”

Heh? Ini suara siapa lagi? Gue buka mata gue karena penasaran. Eh ternyata suara seorang cowok yang gendong gue. Cowok yang kelihatannya agak selebor, rambutnya agak sedikit berantakan, mata elangnya menatap gue tajam.

“HUAAAAAA.... turunin gue,”

“Jangan bawel... udah gak bisa jalan bawel lagi... kaki lo bedarah tunggu gue obatin dulu baru silahkan lo mau jalan kemana aja oke...,”

Tiba-tiba ada dua orang manusia nyamperin gue dan cowok ini. Seorang pria dan wanita sambil membawa-bawa payung, trus mayungin gue dan cowok ini.

“Kanjeng, kenapa hujan-hujanan toh... kalau kanjeng sakit gimana?,” Kata sang pria sambil mayungin gue dan cowok itu.

“Duhh, nyante aja... gue gak apa-apa kok... nih nyawa orang melayang kalau gue dipayungin trus sama kalian berdua... eit satu lagi, gue belum dinobatkan jadi Kanjeng yah masih Gusti... jadi jangan panggil gue Kanjeng,” Kata cowok itu.

“Baik Gusti,” Kata kedua orang itu mengikuti jejak cowok itu yang membawa gue disebuah rumah yang gak jauh dari situ.

^ ^ ^

Oik’s POV

Udah beberapa hari gue di salah satu pavilium milik Gusti Bendara Pangeran Harya, kata Acha –Bendara Raden Ajeng– Sssstttt, jangan kasih tahu siapa-siapa kalau gue udah tahu nama aslinya, soalnya bisa berabe urusannya, ini kamar tuh sebenarnya dipake buat tunangannya Gusti Bendara Pangeran Harya kalau dia udah punya tunangan nanti. Tapi, berhubung katanya Gusti Bendara Pangeran Harya belum punya tunangan, jadi gak apa-apa sementara waktu di pake gue dulu. Trus kata Acha, kenapa dia dipanggil Bendara Raden Ajeng, karena dia itu anak perempuan dari selir sultan. Nah, kalau Gusti Bendara Pangeran Harya itu gelar dari putra permaisuri selain putra mahkota. Katanya juga Gusti Bendara Pangeran Harya itu dari Jakarta juga, dia punya perusahaan disana dia kemari karena putra mahkota mau menikah, jadi semua keluarga harus hadir. Begitulah kira-kira hasil pembicaraan gue dengan Acha yang belakangan ini kita berdua sudah mulai akrab, Acha sering main ke pavilium ini yah kita bicara-bicara mengakrabkan diri deh pokoknya. Gue sebenarnya pengen banget keluar dari sini cuma kata Acha temanin dia dulu, soalnya di istana kesultanan ini gak ada anak perempuan yang sebaya dengannya. Gue kasihan juga sih lihat Acha yang kesepian. Tapi gue juga harus nemuin Shilla dan Cakka! Tapi, yaudahlah gak apa-apa gue disini dululah.

“Cha, ngomong-ngomong umur Gusti Bendara Pangeran Harya berapa?,” Tanya Gue waktu gue dan Acha lagi duduk dikolam ikan dibagian belakang pavilium.

“Coba kamu tebak kira-kira berapa?,”

“Hm, kalau dari wajahnya sih kelihatan seumuran kita,”

“Kamu salah Ik, umurnya 25 tahun... tapi memang kelihatan muda,”

“Ohh... by the way  kalau gue boleh tahu nama asli Gusti Bendara Pangeran Harya siapa yah?,” Gue penasaran pengen tahu, soalnya yah gue capek juga ngomong gelarnya yang lumayan panjang itu.

“Nama aslinya...” Belum sempat Acha ngelanjutin kata-katanya...

“Bendara Raden Ajeng,” Suara Gusti Bendara Pangeran Harya memanggil.

“Iya Gusti,” Katanya menunduk lalu melangkahkan kaki kearah Gusti Bendara Pangeran Harya.

“Kamu dicari Putra Mahkota,” Katanya. Setelah mengucapkan salam menggunakan bahasa jawa Acha pergi, dan tertinggal gue dan Gusti Bendara Pangeran Harya. Dia ngampirin gue dan duduk disebelah gue.

“Ini sudah malam kamu masih diluar, gak dingin?,” Tanyanya.

“Gak kok… gak apa-apa,” Kata gue sambil mencelupkan kaki ke kolam ikan. Dia ikut-ikutan mencelupkan kaki ke kolam ikan. Gue menatap dia heran. Dia balas menatap gue, tatapannya itu…. Ahhh pokoknya gak bisa dilukiskan dengan kata-kata deh.

“Gak apa-apa kan aku ikut main sama kamu?,” Tanyanya diakhiri senyuman.

“Main?,” Oh dia mau main sama gue? Let’s go! Gue segera mencelupkan tangan gue ke kolam ikan itu lalu memancarkan sedikit air kearahnya menggunakan jari-jari gue lalu tersenyum jahil. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya yang kena percikan air dari gue, membuat rambutnya yang disisir rapi menjadi ‘agak’ berantakan, ngingatin gue pada seseorang……. Hm. Gak mau kalah diapun mengarahkan tangannya kekolam berenang lalu mendorong air keatas mengarahkan kearah gue.

‘BYURRRRR,’ Gue basah total, ah ini gak setimpal. Gue tadi cuma mercikin air kewajahnya, balasannya kayak gini. Gue gak terima, gue membalasnya dengan hal yang sama membuat dia basah total juga, gak puas gue dorong dia masuk kedalam kolam ikan. Tanpa diduga-duga dia malah narik gue, akhirnya kita berdua berenang didalam kolam ikan sambil tertawa-tertawa kecil geli juga karena kadang-kadang bersentuhan dengan ikan disitu.

“Naik yuk… nanti kamu sakit lagi,” Katanya sambil berenang mendekati tepi kolam ikan gue ikut berenang kesana. Dia kemudian ngulurin tangan supaya gue bisa naik keatas.  Guepun nyambut tangannya, dan naik keatas. Yak, bagus sekali. Kali ini gue dingin sekali soalnya tadi lumayan lama kita bermain di air bersama ikan-ikan. Gue nyilangin tangan gue didada sambil memegang kedua lengan gue.

“Kamu kedinginan ya? Maaf ya,” Katanya merasa bersalah.

“Gak apa-apa kok, salah gue juga yang mulai duluan,”

“Tapi aku yang minta,” Katanya.

“Udah gak apa-apa nyantai aja,”

“Kamu ganti baju aja dikamar kamu,” Katanya.

Gue mengangguk, dan kemudian gue balik badan hendak menuju ke kamar gue, tapi…. Gue bingung, tadi aja gue kemari bareng Acha, lorong-lorong di pavilium Gusti Bendara Pangeran Harya terlalu banyak, gue bingung baliknya gimana?. Gue berbalik badan lagi dan mendapati dia masih ada dibelakang gue. Gue nyengir.

By the way, gue gak tahu jalan balik kekamar, gue kemari bareng Acha, jadi gue gak perhatiin jalannya… Lo mau gak anter gue sampai kekamar?,” Kata gue, tapi agak berhati-hati dipertanyaan gue yang terakhir.

Dia mengangguk dan tersenyum. “Baiklah…,” Katanya lalu mendekati gue. “Ayo…,”

“Hm. Lo didepan aja… supaya biar gue ikutin lo,”

Kali ini dia menggeleng. “Tak baik kalau aku membiarkan wanita sendiri dibelakang, itu artinya aku menyamakanmu dengan seorang abdi dalam, tak baik juga kalau wanita itu didepan karena kodratnya wanita diciptakan setelah pria, harusnya pria itu berada disamping wanita bila perlu merangkulnya, itu supaya pria bisa menuntun sekaligus melindunginya,” Katanya. Gue meresapi setiap kata-kata yang diucapkannya, sepertinya lelaki yang satu ini tahu cara memperlakukan wanita dengan baik. Guepun tersenyum lalu mengangguk. Kamipun berjalan sejajar menuju kamar gue. Kamar gue dengan bagian belakang pavilium ternyata cukup jauh yah, tiba didepan kamar gue, gue pamit masuk kedalam. Baru saja gue buka pintu tiba-tiba gelap, mati lampu? Spontan gue teriak… aaaaahhh, tahu gak sih gue phobia sama yang namanya kegelapan, soalnya gue punya pengalaman buruk waktu masih kecil. Oke, ditengah kepanikan gue, gue cari dia ternyata gak jauh dari gue. Pas gue dapat, gue main nyosor peluk dia. Gue takut men, takut!!! Dia balas meluk gue. Gak sadar airmata gue mulai keluar, dan mulai menangis tersedu-sedu.

“Hei, jangan menangis, kamu gak apa-apa, aku akan selalu jaga kamu disamping tenang yah,” Katanya nenangin gue, kemudian ditengah kegelapan, gue merasakan ada sesuatu yang lembut dan basah diatas jidat gue, namun itu terasa hangat. OMG!!!! Dia nyium jidat gue, tapi…tapi… kok gue malah merasakan ketenangan yah? Tenang dipelukannya, tenang waktu dia nyium jidat gue. Gue aja yang udah dua tahunan pacaran sama Cakka belum pernah ngerasain ketenangan seperti ini waktu Cakka nyium gue. Juga waktu Cakka meluk dan nenangin gue. Terasa beda. Ini terasa lebih hangat dan nyaman… apa yang terjadi sama lo Ik?
Kemudian didalam kegelapan, ada lampu yang nyala sedikit. Sepertinya dia ngambil handphonenya kemudian, gue dengar suara dia sedang menelepon.

“Kenapa lampu di paviliumku mati semua?,”

“Cepat lihat… sangat menganggu,”

“Baiklah ditunggu, segera!,”

Gak beberapa lama kemudian, lampu menyala. Gue segera melepaskan pelukan gue dari dia.

“Maaf,” Kata gue.

“Tak masalah, ayo sekarang kamu ganti baju kamu, nanti masuk angin trus sakit, aku gak mau lihat kamu sakit,”

Gue natap dia ragu, seakan tatapan gue itu berkata gue takut, gimana kalau gue didalam lampunya mati lagi.

“Tak usah takut, aku jaga kamu dari luar, aku jamin lampunya tak akan mati, dan aku tak akan mengintipmu, percaya kepadaku,” Katanya.

Dengan langkah ragu akhirnya gue masuk kedalam kamar, secepat kilat ngambil piyama trus ganti baju. Kemudian ada suara pintu diketuk.

“Hei, kamu udah selesai ganti baju belum? Kalau udah boleh aku masuk, cuma untuk memastikan kalau kamu baik-baik saja,” Katanya.

Gue bergegas mendekati pintu lalu membuka pintu. Dia masuk kedalam, memeriksa seluruh bagian kamar gue. Setelah selesai memeriksa semuanya, dia berjalan kearah gue, lagi-lagi dengan senyumannya yang membuat bulu kuduk disekitar leher gue berdiri. Perlahan dia mendekat…mendekat dan semakin mendekat dan kini badan gue udah mentok ditembok tapi dia terus saja berjalan mendekat kearah gue. Gue jadi was-was, mau ngapain dia? Waduh… kini tangan sebelah kanannya sudah menahan tembok tempat gue nyandar. Pokoknya kita tinggal beberapa sentimeter. Haduuuhhh, dia mau ngapain, Tuhan! Gue belum siap! Wajahnya semakin mendekat ke wajah gue, wangi parfumnya caron’s poivre sudah tercium dihidung gue. Hembusan nafas hangat darinya membuat sekujur tubuh gue kaku.

“Tenang, aku cuma mau bilang kalau kancing kamu bagian atas sini gak dikunci,” Bisiknya bukan ketelinga gue tapi lebih kearah leher gue, sambil tangannya mengunci kancing bagian atas piyama gue. Itu akibat cepat-cepat tadi. Setelah itu, dia menjauhkan diri dari gue, beranjak kearah pintu memutar gagang pintu, dan sebelum keluar berbalik badan kearah.

Good Night, Have a nice dream…” Katanya kemudian menutup pintu kamar gue.

^ ^ ^

Shilla’s POV

Udah beberapa hari gue luntang-lanting gaje bersama orang yang dipanggil Gusti dan gak mau dipanggil Kanjeng ini, kaki gue belum sembuh betul sih, kalau udah juga gue udah pergi. Oik belum ketemu, Cakka belum ketemu gue malah terjebak sama orang ini. Karena gue orangnya kepo jadi gue tanya deh sama dua orang yang biasa ngawal dia ini. Akhirnya gue dapat informasi kalau mereka itu dari Kadipaten Paku Alaman. Dan orang ini bergelar Gusti Bendara Raden Mas, nah ternyata dia dari Jakarta, pantes masa orang Kadipaten bahasanya pake gue-lo. Trus katanya, dia dipanggil kemari karena akan dinaikan gelarnya jadi Kanjeng Pangeran Harya, dia datang, tapi setelah tahu kalau nanti dia akan dijodohkan kalau bergelar Kanjeng Pangeran Harya. Itu yang dia tidak suka, makanya pas hari penobatannya dia kabur. Gila juga nih anak. Dan gilanya, gue gak dikasih ijin sama dua orang pengawalnya ini untuk menanyakan namanya dan memanggilnya menggunakan namanya, Gila meennn, Gelarnya lumayan panjang Gusti Bendara Raden Mas. Masa gue harus manggil dia dengan gelar sepanjang itu. Ah, bodoh gue panggil dia lo aja, lagian ini juga diluaran Kadipaten.

“Eh, by the way kan lo dari Jakarta tuh, kenapa gak kabur balik lagi ke Jakarta sih?,” Tanya gue waktu duduk-duduk di gundukan tanah dekat rumah tempat persembunyiannya sambil makan siang dengan sebungkus nasi dan tempe goreng.

“Elah, kalau dari pertama bisa gue udah kabur ke Jakarta kali… Cuma semua antek-anteknya bokap gue ngejaga gue agar gue gak bisa kabur keluar Yogyakarta,”

“Trus, kenapa lo gak mau dijodohin?,”

“Hellow… lo aja gak mau kan dijodohin kan?,”

“Iya sih… tapi kenapa lo gak coba dulu, siapa tahu kan cocok?,”

“Gak ah… gue di Jakarta udah punya pacar tahu… enak aja dijodohin, lagi pula gue gak mau mutusin dia cuma gara-gara perjodohan konyol itu,”

“Trus kenapa lo gak bawa aja pacar lo kemari biar dikenalin sama keluarga lo,”

“Gue takut aja gak disetujuin, karena dia bukan keturunan bangsawan,”

“Siapa sih nama pacar lo itu,”

“Namanya….”

“Gusti-gusti, abdi dalam Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Raya Paku Alam Kaping, menuju kemari,” Teriak pak Ujang –pengawal laki-lakinya–

“Sial!!,” Umpatnya seraya membuang bungkusan nasi yang masih tersisa, gue bengong diantara kepanikan yang terjadi. Dia menarik gue pergi dari situ.

“Woiii, pelan bisa kali kaki, kan lo tahu gue belum sembuh betul, lo yang bilang gue belum bisa jalan cepat-cepat ataupun lari, trus kenapa sekarang jadi lo yang narik-narik gue,”

“Berisik!! Ini keadaan darurat, bokap gue tahu keberadaan gue, lo ikut gue sembunyi atau lo gue biarin disini kan lo belum tahu sudut kota Yogyakarta kan?,” Katanya.

Gue cuma bisa pasrah, kaki gue masih sakit suerrr!!! Gue dibawah sembunyi dibawah semak-semak, sedangkan sepasang pengawalnya itu tak ikut bersembunyi. Sepertinya mereka berusaha mengelabui orang-orang yang ingin menangkap dia. Gak beberapa lama kemudian datang beberapa pria dewasa kemudian terlihat bercakap-cakap dengan sepasang pengawal itu. Mereka kemudian menyeret sepasang pengawal itu menuju sebuah mobil dan membawa mereka.

“Kita harus pergi dari sini,” Katanya mengendap-endap perlahan guepun ikut mengendap-ngendap mengikuti jejaknya.

^ ^ ^

Oik’s POV

Gue membuka mata gue, dan sepertinya gue kesiangan. Sepertinya ada suara gaduh di pavilium Gusti Bendara Pangeran Harya ini. Tampak beberapa orang hilir mudik dan lalu-lalang disekitar sini. Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya masuk kedalam kamar gue, membawa sebuah kotak, gue gak tahu kotak apa itu. Dia berjalan mendekati ranjang gue.

“Sugeng enjing cah ayu…,” Kata wanita itu.

Gue kagak ngarti sama sekali apa yang dibicarakan wanita itu, dia memakai bahasa planet dari mana juga meneketehe, gue hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

“Cah ayu, kata Gusti Bendara Pangeran Harya, pakailah pakaian ini, sebentar dia akan kemari menjemput cah ayu kemari, jadi siap-siap, saya letakan disini yah,” Kata wanita itu meletakan kotak itu diatas meja disamping ranjang gue, kemudian dia keluar dari kamar gue.

Gue beranjak dari tempat tidur gue, ingin melihat pakaian apa yang ada didalam kotak itu. Ternyata sebuah kebaya modern. Untuk apa dia nyuruh gue memakai kebaya modern ini? Haduuuhhh… Gue masih bertanya-tanya apa yang direncanakannya? Mengira-ngira… tapi gue menghormatinyalah karena sudah mau nampung gue yang kehilangan arah dan tujuan gara-gara Cakka dan Shilla yang ngerepotin. Guepun akhirnya siap-siap, mandi, pakai kebaya yang modelnya cukup modern ini, juga cukup ribet untuk gue pakai. Baru aja gue selesai memakai kebaya ini. Ada yang mengetuk pintu, ternyata Acha dan Gusti Bendara Pangeran Harya yang datang.

“Kamu Cantik pake kebaya,” Kata Gusti Bendara Pangeran Harya.

“Iya, kamu cantik Ik…,” Kata Acha.

“Aduh, makasih aku jadi malu nih,”

“Kalau mau dilihat-lihat kamu kok makin mirip……..hm,” Katanya, Acha menaikan alis sebelahnya menatap kakaknya itu seperti menuntut kelanjutan kata-katanya. Gue juga penasaran, gue ini mirip siapa? Apa mirip Taylor Swift atau mungkin Selena Gomez?

“Sudahlah… mungkin hanya perasaanku saja… Oh ya Ajeng, kamu bisa kan rias wajahnya sebelum ayahanda dan ibunda kemari?,” Katanya.

Gue mengeryitkan dahi, apa maksudnya bonyoknya mau kemari untuk? Trus? Apa hubungannya sama gue?

“Siap Gusti,” Kata Acha, kemudian dia keluar dari kamar gue, Acha membawa gue dihadapan kaca, mengeluarkan beberapa alat make-up lalu mulai merias wajah gue.

^ ^ ^

“Aga…,” Suara keibuan memanggil. Gue yang lagi menyusuri lorong-lorong pavilium Gusti Bendara Pangeran Harya bersama dia dan Acha kaget segera menoleh kebelakang.

Berdiri seorang wanita kira-kira berumur 50 tahunan, mengenakan kebaya khas jawa dan rambutnya disanggul serta seorang pria yang umurnya terlihat lebih tua daripada wanita itu juga memakai pakaian khas jawa.

“Ayahanda, Ibunda…,” Katanya menunduk memberi salam, diikuti Acha melihat keduanya seperti itu gue juga ikut ntar dikira gue gak sopan lagi.

“Dia? Tunanganmu?,” Tanya ibundanya sambil menatap kearah gue. Gue kaget setengah mati mendengar perkataan ibundanya itu. WHAAATTT??? Sejak kapan gue tunangan sama orang ini? Gila woiii… Gue punya pacar namanya CAKKA!!! Gak mungkin gue tunangan sama orang lain. Gue melotot kearahnya, dia hanya tersenyum kearah gue dan menatap gue dengan mata almondnya yang tajam. Sial! Kenapa tiap kali dia menatap gue dan tiap kali dia senyum kearah gue, gue jadi gak bisa berkutik sih.

“Iya ibunda…,” Katanya, okay kali ini lebih dari sekedar shock bisa-bisa gue mati sekarang juga mendengar jawaban orang ini. Gue berbalik menatap Acha, meminta kejelasan dengan semua yang terjadi. Acha menatap gue seakan berbicara ikuti saja semua akan baik-baik saja.

“Yasudah, ayo, sebentar lagi acara pernikahannya akan dimulai, kalian sudah bolos ikut prosesi beberapa hari ini, kali ini kalian diwajibkan ikut,” Kata ayahandanya.

^ ^ ^

Shit! Kaki gue sakit banget, harus duduk dengan kaki dilipat, mana ini prosesi pernikahan lama banget, gue gak tahan duduk kayak gini. Susah juga yah jadi bangsawan. Muka gue udah melas banget deh kayaknya.

“Wajahmu kenapa? Kusut begitu…,” Bisiknya disamping telinga gue.

“Kaki gue sakit tahu… gue belum pernah duduk kayak gini selama ini,”

“Oh, ayo,” Katanya berdiri lalu mengulurkan tangannya.

“Heh?,”

“Ayo…,”

Guepun menyambut tangannya, kemudian kita berjalan menunduk diantara tamu-tamu yang hadir. Keluar dari keraton tempat dilaksanakan prosesi pernikahan itu, menuju taman belakang keraton, taman belakang bukan ditumbuhi dengan bunga-bunga melainkan apotek hidup. Kita duduk disalah satu bangku taman.

“Emang gak apa-apa yah lo gak ikut acara pernikahan kakak lo itu?,”

“Tak apa, nanti aku bilang kalau kamu sakit, lagipula banyak tamu juga yang hadir, toh tanpa kita acara masih terus berlangsung kan?,”

“Tapi, gue merasa bersalah sama lo, nanti kamu dimarahin sama ayahanda dan ibunda,”

“Sebenarnya, ada atau tanpa aku disini itu gak penting, dikerajaan manapun didunia ini pasti lebih mementingkan Putra Mahkota daripada anak-anak yang lain, sudah biasa dari kecil aku selalu mengalah pada mas elang, aku awalnya tak mau datang kemari, cuma menghormati tradisi leluhur saja,” Dia sepertinya curhat sama gue.

“Owh gitu yah, tapi gue salut sama lo, tetap sportif sama kakak lo, kalau gue sama saudara gue itu gak pernah sportif!” Kata gue.

“Oh ya, soal kamu jadi tunangan aku, sorry yah bawa-bawa nama kamu, aku gak pernah merencanakannya, Cuma keadaan. Waktu itu, aku dipanggil ayahanda dan ibunda ke istana, ayahanda dan ibunda mendengar kalau aku bawa seorang gadis ke paviliumku dari pembantu-pembantunya, mereka marah, untuk meredam amarah mereka aku bilang saja kamu tunanganku, kita udah tunangan di Jakarta, sebenarnya tak cuma untuk itu, ayahandaku pernah mengultimatumku, kalau aku belum punya pasangan sampai usiaku dua puluh lima tahun, dia akan menjodohkanku dengan putri bangsawan juga, aku tak mau itu, memangnya ini zaman siti nurbaya apa?,” Katanya.

Gue mengangguk-angguk, oh untuk itu yah? Alasannya lumayan gue bisa terima, soalnya gue tuh tipikal orang yang gak suka juga dijodoh-jodohin, hellow zaman sekarang masih dijodoh-jodohin?

Suara musik merdu, sepertinya dari keraton tempat dilaksanakan pesta pernikahan Putra Mahkota. Perpaduan antara musik tradisional dan musik modern terdengar sangat indah dan sangat romantis. Gue menutup mata gue mencoba menikmati lebih dalam lagi alunan musik tersebut. Gue merasakan jemari gue dipegang, telapak tangan gue dibuka lalu sebuah benda seperti diletakan diatas telapak tangan gue. Gue membuka mata gue.

“Apa ini?,” Tanya gue melihat sebuah kotak berwarna biru ditangan gue.

“Buka aja,” Katanya.

Gue membuka kotak berwarna biru itu ternyata didalamnya ada sebuah cincin. Cincin emas putih dengan mata berlian berwarna bening berbias pelangi. Indah sekali. Dia mengambil cincin tersebut mengeluarkannya dari kotak yang masih berada ditelapak tangan gue.

“Kamu mau kan jadi tunanganku? Hm, maksudku berpura-pura jadi tunanganku,”

Dia membuat jantung gue berdebar kencang bahkan sangat kencang. Apa-apaan ini? Gue bisa pura-pura jadi tunangan lo, tapi gak perlu pake cincin asli segala kan? Gak perlu disaat-saat romantis seperti ini kan? Huaaaaa, nanti kalau Cakka ngelamar gue, gak bakal terasa istimewa kayak gini kan? Lo udah ambil first  moment istimewa gue tahu.
Dia menatap gue seakan meminta jawaban, dan seakan menatap gue dengan penuh harap. Gue gak kuat melihatnya, jantung gue semakin kencang. Gak tahu kenapa gue melayang kelangit ketujuh nih.  Gue sering dibuat melted sama Cakka, tapi gak seperti ini. Gue tutup mata gue, terasa seperti ada yang berjalan dijari manis gue. Sepertinya dia sedang memasangkan cincin dijari manis gue dan akhirnya tiba dipangkal jari manis gue tepat ketika alunan musik itu berakhir. Gue menghembuskan nafas gue.

“Makasih ya, maaf kalau aku membawamu didalam masalahku,”

Gue cuma tersenyum simpul. “Sama-sama,” Cakka, maafin gue…

^ ^ ^

Shilla’s POV

“WOOIIIIII, bisa berhenti sebentar gak sih? Gue capek dari tadi ngumpet-ngumpet gaje, mana udah malam gini,” Kata gue udah ngos-ngosan.

“Yaudah duduk sana,” katanya menunjuk sebuah tempat duduk yang terbuat dari bambu. Gue dan diapun duduk disitu.

“Huh! Dasar! Begitu aja udah capek! Payaaaah!,” Katanya.

Pipi gue menggebung, ngambek. Gak terima gue dikatain begitu sama dia. Enak aja gue dibilang payah.

“Udah dong jangan ngambek, gue becanda deh yah,”

Gue gak mau terima permohonan maaf gak tulus!

“Lo lihat gak bintang disana,” Katanya. Gue menatap kearah langit. Loser! Malam ini gak ada bintang.

“Gak tuh…,” Jawab gue.

“Emang gak ada,” Katanya .

“Trus ngapain lo nanya kayak gitu sama gue?,”

“Jangan marah dong, gue cuma mau bilang malam ini memang gak ada bintang, soalnya bintangnya udah jatuh disamping gue tuh,” Katanya.

Gombal banget nih orang. Tapi kok pipi gue terasa hangat, sepertinya pipi gue memerah. Adohhh… muka gue yang tadinya cemberut kayaknya berubah deh.

“Gombalan gue mempan juga,” Katanya tersenyum nakal, gue cubit lengannya.

“Dasar!!!!!,”

“Wekas!!!,” Sebuah suara pria dewasa yang menyeramkan berada didepan gue dan dia.

“Ayahanda,” Dia kaget matanya melotot.

“Kenapa kamu kabur?,” Tanya ayahandanya.

“Aku udah bilang sama ayahanda, aku gak mau DIJODOHIN!!!,”

“Dari garis keturunan kita tinggal kamu yang belum menikah,”

“Trus? Aku masih mahasiswa yah… masih semester tiga masa udah mau menikah? Lagi pula aku udah punya pacar yah… dan gak mau dijodohin,”

“Oke… ayah tak akan menjodohkan kamu tapi bawa pacar kamu itu SEKARANG JUGA!,”

“Oke!!!,” Dia berjalan kearah gue lalu ngerangkul gue. Gue natap dia heran.

“Ini pacar aku yah,” Katanya berhasil membuat mata gue membulat kaget.

Ayahandanya ngedekatin gue, gue telan ludah. Gue bagaikan ada disamping singa yang mau beranak.

“Kamu bener pacarnya anak saya?,” Tanya ayahandanya pada gue.

Pinggul gue disikut dia. Tangan gue diremasnya.

“Iya,” Jawab gue akhirnya.

“Ya sudah kalian gak usah lari-lari, ayahanda gak bakal ngejodohin kamu, bawa dia ikut ke kadipaten,” Kata ayahandanya.

^ ^ ^

Gue rada risih berada disini, penyambutannya lebay banget tahu. Masa gue sama dia dipakein kembang-kembang gaje begitu. Cakka, Oik kalian dimana sih sebenarnya? Gara-gara kalian nih gue terjebak diantara orang-orang senewen kayak gini. Huaaaa. Gue dianter sama seorang dayang ke kamar bak putri. Gila! Kamarnya keren banget unsur tradisional masih melekat kental tapi tetep keren. Sepreinya aja bermotif batik. Gue duduk diatas ranjang membaringkan tubuh gue. Gak lama kemudian ada suara pintu dibuka diiringi sebuah suara.

“Bi, boleh keluar sebentar aku mau bicara sama dia,” Katanya.

Dayang itupun keluar dari kamar ini.

“Eh, gue mau minta maaf sama lo, sepertinya gue bakal bawa masalah baru buat lo deh,”

“Emang… Duh… kenapa lo gak bilang pacar lo ada di Jakarta sih?,”

“Lo denger gak sih tadi kalau kata ayahanda harus bawa pacar gue sekarang, berhubung lo yang ada disamping gue… jadi jalan pintas daripada gue dijodohin,”

“Huh! Serah lo deh yah yang penting kalau ada apa-apa gue gak ikut tanggung jawab,”

^ ^ ^

Oik’s POV

Beberapa hari ini, selama gue jadi ‘tunangan pura-pura’, gue belajar banyak tentang Kesultanan Yogyakarta, mulai dari tata kramanya, gelar-gelarnya, silsilah keluarga, hadeeeehh… kok gue jadi ngerasa benar-benar jadi tunangan begini yah? Keluarga Kesultanan Yogyakarta baik-baik banget lagi. Tapi, disini gue merasa ada yang hilang dan garing cuma gue gak tahu apa itu. Karena perasaan itu, gue mutusin buat jalan-jalan keluar dari kamar gue. Beberapa orang-orang keraton lalu lalang, gue emang belum menguasai pavilium Gusti Bendara Pangeran Harya ini, secara gue kalau mau dihitung-hitung baru satu minggu lebih dikitlah disini. Eh, tiba-tiba gue dengar sebuah suara, sepertinya alat musik, enak banget dikuping gue. Gue langsung mencari sumber suara musik tersebut. Dan gue tiba disebuah ruangan, didalam ternyata ada Gusti Bendara Pangeran Harya sedang memainkan sebuah alat musik tradisional, gue menghampirinya dan duduk disampingnya, sepertinya dia masih asyik dengan permainannya dan belum menyadari kalau gue masih ada disampingnya.

“Sudah dari tadi?,” Tanyanya baru menyadari keberadaan gue dan menghentikan permainannya.

“Lumayan,” Kata gue. “Kenapa gak dilanjutin? Gue suka dengarnya…,”

“Mau aku ajarkan?,”

Gue mengangguk cepat, dia memberikan alat pemukul.

by the way, nama alat musik ini apa yah?,” Tanya gue.

“Namanya gamelan,”

Gue ngangguk-ngangguk. Dia mulai mengajari gue tentang alat musik ini. Asyik juga. Gue bisa menikmati bahkan sangat menikmati.

“Nama lo Aga yah?,” Gue memberanikan diri bertanya, selain gue udah capek manggil gelarnya yang panjang, gue penasaran sama namanya, dan gue pernah dengar nyokapnya manggil dia pake nama Aga.

“Hm, Aga itu nama kecil aku, biasanya yang memanggil aku dengan panggilan Aga itu Ayahanda dan Ibunda… yah gak apa-apa juga sih kalau kamu juga mau ikut panggil aku dengan panggilan Aga,” Katanya.

“Gue takut ah, nanti ketahuan kalau gue manggil kamu pake nama, apalagi nama kecil gitu,”

“Tak apa, lagipula kamu kan ‘tunangan’ aku…hehehehe,” Katanya diakhiri tawa jahil. Gue cemberut. Dia malah cubit pipi gue. Gue balas gelitikin dia. Kita tertawa bareng deh. Setelah puas ketawa, dia ngajak gue nyanyi. Bukan pake gamelan, tapi pake piano yang terletak diujung ruangan. Dia mulai mencet tuts piano.

“Kamu tahu lagunya Greyson Chance yang home is in your eyes gak?,” Tanyanya.

Gue mengangguk. Dia mulai memainkan lagu tersebut.

My heart beats a little bit slower
These nights are a little bit colder
Now that you’re gone
My skies seem a little bit darker
Sweet dreams seem a little bit harder…
I hate when you’re gone.
Everyday time is passing
Growing tired of all this traffic
Take me away to where you are.

I wanna be holding your hand
In the sand
By the the tire swing
Where we use to be
Baby you and me
I travel a thousand miles
Just so I can see you smile
Feels so far away when you cry
‘Cause home is in your eyes

Your heart beats a little bit faster
There’s tears where there use to be laughter…
Now that I’m gone…
You talk just a little bit softer
Things take a little bit longer.
You hate that I’m gone.
Everyday time is passing
Growing tired of all this traffic
Take me away to where you are.

I wanna be holding your hand
In the sand
By the the tire swing
Where we use to be
Baby you and me
I travel a thousand miles
Just so I can see you smile
Feels so far away when you cry
‘Cause home is in your eyes

If I could write another ending
This wouldn’t even be our song
I’d find a way where we would never ever be apart
Right from the start

I wanna be holding your hand
In the sand
By the the tire swing
Where we use to be
Baby you and me
I travel a thousand miles
Just so I can see you smile
Feels so far away when you cry
‘Cause home is in your eyes

“Suara kamu merdu,” Katanya.

“Makasih,” Gue tersipu.

Ah mulai lagi crazy moment mata gue tepat dengan matanya, tahu gak…tahu gak tatapannya dalam banget. Gue bisa jadi gila kalau tiap hari lihat matanya.

“Aku suka kamu,” Ucapnya.

Deg-deg-deg jantung gue ketika dia bilang kalau DIA SUKA GUEEEE!!!! Ini udah mulai gak waras bener deh. Haduuuuhhh…..

“Hahahaha… lo jangan bercanda… gak lucu tahu,”

^ ^ ^

“Shillaaaaaa,” Gue terbangun tiba-tiba, keringat mengucur deras, sekujur tubuh gue terasa sangat panas. Airmata gue mengalir deras. Gue meneriakan nama kembaran gue, Shilla. Gue baru sadar, kalau selama gue disini perasaan hilang dan garing itu karena gak ada sosok Shilla, saudara kembar gue, gue gak mau muna gue kangen banget sama dia. Meskipun dia kayak nenek sihir, meskipun gue gak pernah akur sama dia, tapi gue baru sadar tanpa sosok Shilla gue merasa dunia gue gak berwarna. Gue kangen bertengkar sama dia, gue kangen lihat mukanya yang ngejengkelin, gue kangen semua tentang dia.
Suara pintu kamar gue dibuka, gue lihat Aga masuk bersama dua orang pelayan. Menatap gue khawatir.

“Kamu kenapa?,” Tanyanya khawatir.

Gue gak menjawab, tangis gue semakin tersedu-sedu, gue lihat raut wajahnya semakin khawatir. Dia memegang dahi gue.

“Hangat, tolong ambilkan termometer,” Katanya menyuruh salah satu pelayan.

Pelayan itu bergegas keluar. Gak tahu kenapa, gue malah meluk Aga. Aga membalas pelukan gue hangat.

“Gu…gue… ka..ngen… Mbashhhh..,” Kata gue tersedu-sedu.

“Mbash? Siapa itu?,” Tanyanya.

“Saudara.. gue,” Jawab gue.

“Memang dia dimana sekarang?,”

“Di..a hi..lang,” Jawab gue.

“Yaudah besok kita cari yah…,” Katanya berusaha nenangin gue.

Pelayan yang tadi keluar dengan membawa termometer, dia memasukan termometer itu kemulut gue, kemudian gak beberapa lama kemudian mengambilnya kembali. Gue masih didalam pelukannya, gue bisa merasakan ketenangan dari sini.

“38 derajat celcius, demam… panggilkan Bendara Raden Ajeng, suruh kemari bawa cari tumbuhan obat demam hanya dia yang tahu, bilang Oik sakit,”

Pelayan yang satunya bergegas keluar untuk menemui Acha. Beberapa menit kemudian, Acha datang tak kalah panik sambil membawa sebuah daun yang ukurannya lumayan besar.

“Gusti, Oik kenapa?,”

Sepertinya Aga mengisyaratkan kepada Acha untuk jangan bertanya banyak tentang gue.

“Aku letakan disini yah obatnya, aku pergi dulu… cepat sembuh ya Ik,” Kata Acha meletakan daun itu diatas meja dekat ranjang gue, lalu beranjak keluar dari kamar gue. Gue lihat juga kedua pelayan tadi keluar dari kamar gue, sepertinya Aga mengisyaratkan mereka keluar juga. Kini tinggal gue sama Aga didalam kamar gue.

“Sudah, kamu tidur lagi yah, besok aku janji kita cari saudaramu, makanya cepat tidur ya,” Katanya melonggarkan pelukannya, dan mengecup ubun-ubun kepala gue. Pelukan gue melonggar, dia membaringkan gue ditempat tidur, menutupi separuh badan gue dengan selimut, kemudian mengambil daun obat yang dibawah Acha tadi meletakannya di dahi gue.

“Kamu tenang ya, aku akan selalu ada disampingmu,” Bisiknya.

Gue berusaha menutup mata gue, kening gue kembali merasakan sesuatu yang basah namun hangat. Aga ngecup kening gue. Tapi itu buat gue nyaman. Dia mengelus kepala gue kemudian…

The sleeping beauty…
She stops the bleeding…
She stops the bleeding in my soul…
She is fresh air in this stinking world

 Gue dengar sayup-sayup agak pelan dan setengah berbisik dia menyanyikan penggalan lagunya tiamat-the sleeping beauty.

The more I drink, the more I see…
That suicide could be the key…
To the place called paradise…
Where pain not dwells, not hate nor lies…
But if I look beyond all this…
I reckon something I would surely miss…
Because in my dream I rule my life…
And the sleeping beauty is my wife

Mendengar alunan suara itu dalam sekejap mata gue terlelap. Berharap besok cepat datang.

^ ^ ^

Shilla’s POV

Gue bete banget disini, gue kayak dipingit, gak bisa keluar kamarlah, gak bisa jalan-jalan, segala sesuatu punya peraturan. Oh Gotcha!! Gue pengen keluar dari sini. Dan sialnya tadi, gue mesti pake kebaya, dan ikut upacara penobatan Gusti Bendara Raden Mas menjadi Kanjeng Pangeran Harya. Mana acaranya hampir seharian, ini aja baru selesai. Gue capek, tapi gue pengen jalan-jalan refreshing keliling keraton kadipaten paku alaman ini. Gue jalan-jalan eh, gue lihat yang baru dinobatkan itu duduk disebuah pondok kecil disayap kanan keraton sambil metik-metik gitar. Gue ngampirin dia.

“Bisa main gitar lo? Kirain anggota kerajaan cuma bisa main alat musik tradisional,”

“Yeee… siapa bilang, gue bisa kok…, lo mau gue nyanyi lagu apa? Atau lo yang nyanyi gue yang main… lo mau lagu apa,”

“Gak ah… gue lagi males nyanyi… gue mau lo yang nyanyiin buat gue lagunya Justin Bieber yang One less lonely girl… gimana?,”

“Oke…,” Dia mulai dengan intro lagu tersebut, suaranya oke banget deh, wah bisa saingan dia sama Justin Bieber.

How many I told you’s and start overs
And shoulders have you cried on before
How many promises be honest girl
How many tears you let hit the floor
How many bags you packed
Just to take ‘em back tell me that
How many either or but no more
If you let me inside of your world
There’d be the one less lonely girl
Ohh No
Saw so many pretty faces before I saw you you
Now all I see is you
Ohh No
Don’t need these other pretty faces
‘cause when you’re mine in this world
There’s gonna be one less lonely girl
One less lonely girl
One less lonely girl
One less lonely girl
There’s gonna be one less lonely girl
I’m gonna put you first
I’ll show you what you’re worth
If you let me inside your world
there’s gonna be one less lonely girl
Christmas wasn’t merry, 14th of February not one of them spent with you
how many dinner dates set dinner plates and
he didn’t even touch his food
how many torn photographs saw you taping back
tell me that couldn’t see an open door
but no more
If you let me inside of your world
Ohh No
Don’t need these other pretty faces
‘cause when you’re mine in this world
there’s gonna be one less lonely girl
One less lonely girl
One less lonely girl
One less lonely girl
There’s gonna be one less lonely girl
I’m gonna put you first
I’ll show you what you’re worth
If you let me inside of your world
I can fix up your broken heart
I can give you a brand new start
I can make you believe, (yeah)
I just wanna set one girl free to fall,
free to fall,
she’s free to fall
fall in love
with me
my hearts locked and nowhere to get the key
I’ll take you and leave the world with one less lonely girl
There’s gonna be one less lonely girl
One less lonely girl
There’s gonna be one less lonely girl
One less lonely girl

“Keren…” Kata gue.

“Makasih…,” Katanya meletakan gitar disampingnya.

“Lo tahu main alat musik apa aja sih?,” Tanya gue.

“Gitar, biola, harpa…,” Jawabnya.

“Alat musik tradisional?,”

“Gak tahu gue… Gue tuh lama gak di Kadipaten, dari umur gue sepuluh tahun pas bokap gue cerai sama nyokap gue, gue ikut nyokap, sedangkan kakak gue si Putra Mahkota, ikut bokap karena dipersiapkan untuk mewarisi tahta kerajaan, kalau gue mah gak penting-penting amat, gue sekali-sekali aja datang kemari, nah kebetulan kata bokap gue mau dinaikin gelarnya, gue disuruh kekadipaten, eh gue gak nyangka sampe disini malah gue mau dijodohin sama anak bangsawan lainnya, gue ogah! Meski itu tradisi leluhur, tapi kalau gak jaman buat kita ngapain diikutin ya kan?,”

Gue mengangguk setuju. “Wekas itu nama lo bukan? Soalnya gue denger kemarin bokap lo manggil lo Wekas,” Tanya gue kemudian.

“Kalau lo mau ikut-ikutan manggil gue Wekas silahkan, gak masalah, udah ah… Nah, sekarang lo yang nyanyi buat gue… gak mau tahu…” Katanya.

“Nyanyi lagu apa?,”

“Ya lo pikir sendiri dong, gue tugasnya kan ngiringin lo,”

Gue berpikir sejenak. “Ye gak adil, tadi lo suruh gue milih lagu buat lo sekarang gue milih sendiri,”

“Udah buruan,”

“Hm, lagunya M2M yang Pretty Boy lo tahu gak?,”

Dia mengangguk cepat.

“Tapi bait satu dua sama reffnya aja yah… gue gak terlalu apal semuanya,”

“Yaudah serah lo angkat duluan nanti gue iringin…,”

Guepun mulai menyanyikan lagu tersebut.

I lie awake at night
See things in black and white
I've only got you inside my mind
You know you have made me blind

I lie awake and pray
That you will look my way
I have all this longing in my heart
I knew it right from the start

Oh my pretty pretty boy I love you
Like I never ever love no one before you
Pretty pretty boy of mine
Just tell me you love me too

Oh my pretty pretty boy
I need you
Oh my pretty pretty boy I do
Let me inside
Make me stay right beside you

Love you too…haha,” Katanya menghentikan permainan gitarnya, dan gue ikut berhenti menyanyi. Cengo dengan perkataannya.

“Lha kan tadi lo bilang, Just tell me you love me too… jadi gue bilang deh,”

“Jahil deh lo… ihhhh,” Kata gue gemes mencubit lengannya.

^ ^ ^

Gak tahu kenapa pas gue lagi duduk-duduk dibangku taman keraton airmata gue mengalir. Tiba-tiba gue teringat tante hebring… Waaaahhh Oik sudah seminggu lebih gak bareng lo, lo tahu gak sih gue kangen banget-bangetan sama lo, meski lo jahil, meski lo kadang buat gue kesal, meski kita sering bertengkar. Gue akhirnya sadar tanpa lo hidup gue hampa banget tahu. Oik lo dimana sih? Huh! Gara-gara Cakka nih gue kehilangan kembaran gue tanggung jawab lo Cakka!!!!

“Sableng yah lo, nangis-nangis gak jelas begitu,” Itu suara Wekas.

“Gak usah ledekin gue… Gue lagi sedih nih… lo malah ledekin gue,”

“Sedih kenapa?,” Tanyanya.

“Gue kangen tante hebring gue tahuu!!!!!,”

“Lo kangen tante lo… emang tante lo kemana? Meninggal ya?,” Katanya ceplas-ceplos. Gue jitak kepalanya ngomong ngasal gak tahu sikon.

“Bukan, dia saudara gue... dia gak meninggal, dia ilang waktu kita bareng ke Yogyakarta ini,”

“Udah yah,, cup…cup jangan nangis… Lo tahu gak kenapa bunga disini layu?,” Tanyanya kayak gak tahu kalau gue lagi sedih gini malah nanya pertanyaan gaje gitu.

“Mana gue tahu,”

“Karena mereka ikut sedih lihat si cantik nangis,” Katanya. Okay, gombalan lagi… kayaknya ini anak satu raja gombal deh.

“Trus lo tahu kenapa hanya bunga ini yang mekar diantara kuncup bunga yang lain?,” Katanya mendekati bunga kembang sepatu yang tak jauh dari tempat kita duduk.

“Gue gak tahu…,”

“Karena bunga ini tahu kalau dia bakal gue petik untuk menghibur si cantik,” Katanya sambil metik bunga kembang sepatu itu lalu nyelipin ditelinga gue.

“Udah jangan sedih lagi… besok kita cari saudara lo itu,”

^ ^ ^

Oik’s POV

Pagi-pagi sekali gue udah bangun, gue excited banget. Gue rasa udah sehat gak kayak tadi malam. Gue siap-siap, cepat-cepat gue mandi, ganti baju, trus gue mau tagih janji Aga tadi malam. Setelah gue selesai siap-siap semuanya, dan baru aja mau memutar gagang pintu. Gagang pintu itu sudah diputar duluan dari luar. Gue lihat Aga berdiri dan kelihatannya dia udah siap.

Good morning, Sesuai janji, ayo pergi…,” Katanya sambil mengulurkan tangannya.

Gue senyum kearahnya. Mengangguk dan menyambut tangannya. Dia gandeng tangan gue pamitan sama Acha, abis itu kita pamitan sama bokap-nyokapnya. Setelah itu, dia ngambil mobil trus kita melaju menyusuri jalanan Yogyakarta. Tujuan pertama ya, stasiun tempat gue kehilangan Shilla. Gue berharap hari ini juga Shilla kemari, ayolah Shilla jangan buat gue khawatir. Gue dan Aga nyusurin jalan-jalan Stasiun, tapi tetap aja gak ada hasilnya. Yaudah kita balik, ketempat yang menurut kita Shilla pernah datangi. Udah sekitar satu jam kita muter-muter kadang jalan, kadang pake mobil tapi belum juga ada hasilnya. Gue gak punya fotonya Shilla lagi, mana muka gue dan Shilla kembar tapi agak beda lagi. Gue kemari kan gak bawa handphone susah juga ternyata hupfh. Pas kita tanya sama seorang nenek katanya dia pernah lihat cewek yang mirip sama ciri-ciri yang gue sebutin lagi jalan sama seorang cowok. OMG!!! Gue panik, apa benar itu Shilla? Cowok itu Siapa? Jangan-jangan kenapa-kenapa sama Shilla. Aduh, gue takut dimarahin bonyok, gue takut juga kehilangan Shilla. Aga megang pundak gue dia bisa membaca pikiran gue.

“Tenang, Saudaramu gak bakal kenapa-kenapa kok, yakin aja dia baik-baik,”

Gue mengangguk lemas. Gue harap juga begitu.

^ ^ ^

“Gue balik ke Jakarta aja deh, feeling gue Shilla udah di Jakarta,” Kata gue akhirnya saking capeknya seharian nyari Shilla gak ada hasilnya.

“Kamu mau balik ke Jakarta kapan?,”

“Sekarang,”

“Sekarang? Yakin?,”

Gue mengangguk cepat.

“Kamu mau naik apa?,”

“Kereta kayaknya,”

“Nanti kalau naik kereja jangan-jangan kamu yang hilang,”

“Lo doain gue yang ilang,”

“Becanda… maksudku kenapa gak naik pesawat aja biar cepat,”

“Palingan udah full sit …,”

“Gampang itu…,” Katanya langsung narik gue masuk kedalam mobil lagi.

Dia langsung memacu mobilnya lagi menuju kesebuah travel. Semuanya menghormati Aga, dengan mudahnya dia pesan tiket untuk dua orang. What? Dua orang? Itu artinya dengan Aga ikut gue ke Jakarta juga? Pesawatnya berangkat jam 5 sore ini udah jam 3 artinya dua jam lagi check-in jam 3.30 berarti tinggal setengah jam lagi. Dia langsung narik gue lagi trus naik kemobil dengan kecepatan tinggi kita balik ke keraton menuju pavilium mengambil koper pink milik gue dan segera masuk kemobil lagi tanpa pamitan. Tiba di airport kita langsung check-in dan naik ke pesawat. Gak beberapa lama kemudian pesawat take-off. Gue gak sabar sampe di Jakarta. Tentang Cakka juga, mudah-mudahan dia udah sampe di Jakarta juga biar bisa nyelesain masalah di Jakarta.
Sekitar 15 menit pesawat mengudara, Gue ngantuk. Yaudah gue nyender dibahu Aga buat tidur kayaknya disitu lebih hangat. Samar-samar gue denger suara Aga bicara. Sepertinya dia kira gue udah benar-benar tertidur…

“Oik… kamu tahu gak… kalau sebenarnya aku benar-benar suka kamu… cinta tepatnya, mungkin terlalu cepat… tapi, ini yang aku rasakan… kamu beda, awalnya aku kira ini cuma rasa karena kamu mirip pacarku… tapi lama-lama rasa itu, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” Gue rasa ada yang nyentuh pipi gue sebuah tangan. Mata gue berat untuk dibuka saking ngantuknya. Setelah itu, tangan itu membelai rambut gue, dada gue berdesir, namun beberapa saat kemudian terlelap.

^ ^ ^

Shilla’s POV

Kaki gue pegel setengah mampus, mungkin setelah ini betis gue bengkak. Gue JALAN KAKI keliling kota Yogyakarta bersama Wekas buat nyari Oik. Hasilnya nihil. Oik hilang bagaikan ditelan bumi. Hupfh. Atau jangan-jangan dia udah pulang ke Jakarta, whuaaaa gawat kalau begitu bokap-nyokap bisa bunuh gue karena gue gak jaga adik kembar gue dengan baik.

“Kas…,” Panggil gue.

“Kas…kas lo kira gue kulkas atau kasino… sembarang aja manggil gue Kas,” Katanya protes.

“Iya deh sorry, kayaknya gue mending pulang ke Jakarta aja deh,”

“Loh? Kan saudara lo itu belum ketemu,”

“Iya sih, Cuma… perasaan gue bilang kalau dia bakal balik ke Jakarta, gue kan saudaraan sama dia… pastilah punya ikatan batin,”

“Hm, serah lo deh… gue anter ya lo pulang Jakarta yah? Sekalian gue balik aja Jakarta, soalnya, bentar lagi ijin kuliah gue selesai,”

“Kita naik apa?,”

“Pesawatlah,”

“Tiket?,”

“Gampang,”

^ ^ ^

Ribet dah gini, Gue lari-lari sama Wekas karena pesawat hampir take-off kita telat tadi karena mesti ambil koper gue yang ketinggalan dirumah tempat gue dan Wekas nginap sebelum ditangkap ayahnya. Sampe pesawat semua mata tertuju sama gue dan Wekas seakan siap makan gue sama Wekas. Gue cuma bisa senyum-senyum dan sekali-kali mengangguk-angguk tanda minta maaf semoga aja mereka berhenti. Kita duduk di bussines class karena tadi tiket kelas ekonomi full. Gue laper, elah baru aja naik pesawat.

“Laper ya?,”

“Kok tahu,”

“Perut lo keroncongan…hehehe,”

Oke, gue malu banget. Gue cuma bisa ngusap-ngusap perut gue. Dia ngeluarin sesuatu dari ranselnya.

“Nih, makan…,” Katanya sambil memberi gue roti.

Gue langsung ambil trus lahap. Gak mau jaim dah kalau udah laper begini.

“Lo lucu deh kalau makan gitu,”

Gue gak peduli gue lahap terus rotinya.

“Itu yang buat gue suka sama lo Shill,”

Gleekk… gue serasa menelan sebutir kelereng mendengar perkataannya.

^ ^ ^

Author’s POV

Pesawat Shilla telah mendarat di Jakarta, cepat-cepat dia turun dari pesawat tak sabar. Setelah mengambil kopernya, dia keluar dari airport dengan tergesa-gesa. Memanggil taksi lalu naik kedalamnya menyebutkan alamat rumahnya. Taksi itupun melaju kerumah Shilla. Tiba didepan rumah dia tak sabar masuk, dia segera berlari kedalam. Membuka pintu dan masuk…

“Oikkkk….,” Teriak Shilla.

Mama dan papa kaget dengan teriakan Shilla segera keluar dari ruang kerja mereka. Kaget menemukan putrinya berteriak-teriak memanggil kembarannya itu.

“Kenapa Shilla?,” Tanya mama.

“Oik mana ma?,”

“Lha bukannya Oik pergi sama kamu,” Kata papa.

“Gak ma… Oik tuh hi….,” Belum sempat Shilla melanjutkan kata-kata Shilla ada suara memanggil namanya.

“Shillaaaa,” Suara seseorang memanggil dari belakang. Shilla menoleh kebelakang dan ternyata… Oik.

“Oikk,”

“Shilla,”

Keduanya berlari saling mendekat lalu berpelukan, airmata mereka tumpah, rasa kangen diantara kedua saudara itu begitu besar, walaupun hanya seminggu lebih terpisah, ternyata dibalik ‘ME VS MY TWIN’ itu ada kasih sayang yang besar. Cuma mereka tak tahu cara pengungkapannya. Pertengkaran itu ternyata membuat keduanya saling merindukan satu dengan yang lain.

“Oik… Shilla kangen,” Kata Shilla memeluk erat Oik.

“Shilla… Oik juga kangen,” Oik semakin memperat pelukannya.

Mama dan papa yang melihat adegan yang sangat ‘tak biasa’ itu merasa terharu dan bahagia akhirnya kedua putri kembarnya itu bisa akur juga. Mereka semua tersenyum.
Dari belakang Shilla dan Oik muncul dua orang lelaki. Oik menyipitkan mata melihat lelaki yang keluar dari belakang Shilla, Shilla juga menyipitkan mata melihat lelaki yang keluar dari belakang Oik. Sepertinya mereka mengenalinya…

“Cakka…,” Ucap Oik dan Shilla bersamaan sambil jari telunjuk mereka mengarah kearah yang berlawanan.

“Lho?,” Kata mereka bersamaan karena kebingungan.

“Eh ada kakak kembaran gue… Gusti Bendara Pangeran Harya Cakka Nuraga..,” Kata lelaki yang berdiri disamping Shilla

“Adik kembar apa kabar kamu? Lama gak ketemu, katanya kamu sudah naik gelar yah… cie Kanjeng Pangeran Harya Cakka Kawekas,” Kata lelaki yang berdiri disamping Oik.

Oik dan Shilla kebingungan dengan apa yang terjadi.

“Jadi? Kalian? Kembar juga?,” Tanya Oik dan Shilla serempak (lagi).

“Dia kan lebih tua dari gue, gak mungkin kita kembar, tapi ya memang kita kembar,” Kata lelaki yang berdiri disamping Shilla.

“Iya kembar nama… hehehe,” Kata lelaki yang berdiri disamping Oik sambil mengedipkan mata.

Jadi sekarang mereka mengerti, kalau Cakka itu ternyata bukan satu orang ataupun bukan juga berkepribadian ganda, Cakka itu dua orang yang berbeda. Cakka Nuraga itu pacar Shilla, Gusti Bendara Pangeran Harya, yang kini jadi ‘tunangan pura-pura’ Oik. Sedangkan, Cakka Kawekas itu pacar Oik, Kanjeng Pangeran Harya yang kini jadi ‘pacar pura-pura’ Shilla. Trus? Bagaimana selanjutnya.

“Oh ya Mas, katanya udah tunangan, selamat yah… kapan nyusul Mas Elang?,” Tanya Cakka Kawekas.

“Oh iya dong… ini tunanganku,” Jawab Cakka Nuraga sambil merangkul Oik. “Kamu juga kan udah punya calon tunangankan?,”

“Iya Mas, ini calon tunangan gue,” Kata Cakka Kawekas sambil merangkul Shilla.

Oik dan Shilla melotot menyadari sesuatu hal yang selama ini terjadi. Mereka kembar, punya pacar kembar nama, dan kini bertukar pasangan? Owhh.

*end*

Epilog

Oik sedang memegang sebuah buku sambil menulis-nuliskan nama-nama, tapi tidak ada satupun yang menurutnya ‘berkenan di hati’.

Cowok
Rommy
Bagas
Gilang
Dirga
Reno
Dimas
Aih, tak ada satupun nama yang ditulisnya berkenan dihati. Oik memutar otaknya berpikir. Kemudian teringat pada sebuah nama, di sebuah novel indonesia yang pernah dibacanya. Segera diambilnya pena lalu dituliskan dibuku tersebut.

Kafka

Setelah menulis nama tersebut dia mengangguk-angguk lalu tersenyum. Dia membuka lembar berikutnya didalam buku tersebut. Melihat-lihat daftar nama-nama lagi yang sudah ditulisnya tapi dicoretnya karena tak berkenan dihatinya.

Cewek
Alice
Selva
Syane
Riska
Sinta
Gea

Oik menggeleng-gelengkan kepalanya. Iya melihat sebuah novel indonesia juga tergeletak diatas meja tak jauh dari tempatnya. Winter in tokyo. Dia tersenyum lagi lalu menulis sebuah nama dan menulis lagi.

Keiko

Seseorang datang dan duduk disampingnya, merangkulnya lalu mengelus perut buncitnya.

“Serius amat… baby kita apa kabar?,” Tanyanya.

“Iya dong serius… masa nyari nama buat baby gak serius…,” Katanya lalu memeluk pria itu manja.

“Trus udah ketemu?,” Tanyanya.

“Udah dong… pasti kamu bakal setuju dan bakal suka,” Kata Oik kemudian tersenyum bangga.

“Mbong…,” Sebuah suara memanggil.

Oik menoleh, sepertinya dia tahu siapa yang memanggilnya itu. Siapa lagi kalau bukan.

“Mbashh… tumben dateng kemari…? Eh bareng Cakka juga..,” Kata Oik.

“Iya, gue kangen lo… udah lama gak tengkar bareng, semenjak lo nikah gue juga nikah, gak ada lagi tengkar-tengkaran, kan kangeeeen,” Kata Shilla.

“Oh sini peyuk…,” Kata mereka berpelukan diantara kedua perut mereka yang ‘buncit’.

Sedangkan ‘double Cakka’ duduk disofa berdekatan.

By the way, lo udah nyiapin nama anak lo belum?,” Tanya Shilla.

“Udah dong…,”

“Apa?,” Tanya Shilla.

“Kalau cowok namanya Kafka, trus kalau cewek namanya Keiko,” Jawab Oik.

“Aaaaaaahhhh lo nyontek nama anak gue yah? Gue juga udah nyiapin nama anak gue kalau laki Kafka kalau perempuan Keiko,” Kata Shilla.

“Ahhh… gak, gue gak nyontek, ini gue lagi nulis-nulis cari-cari nama anak gue nemunya Kafka sama Keiko…,” Kata Oik sambil menunjukan sebuah buku yang penuh coretan nama.

“Gak mungkin kan tiba-tiba entah ilham dari mana nulis nama Kafka sama Keiko?,”

“Emang gak… Kafka tuh bahasa ibrani artinya berkat… kalau Keiko tuh bahasa jepang artinya diberkati… selain itu Kafka itu salah satu tokoh cowok di novel crash into you kalau Keiko itu tokoh novel cewek di winter in tokyo dan gue suka tuh baca dua novel itu… lo kali yang ikut-ikut gue…,”

“Gak! Gue ambil nama kafka dari novelis sama cerpenis jaman dulu namanya Franz Kafka, trus kalau Keiko gue ambil dari model jepang Keiko Kitagawa… Pokoknya gue duluan!,” Shilla ngotot.

“Gue!,” Oik tak kalah ngotot.

“Gue!,”

“Gue,”

“Gueeeee,”

“Gueeeeeee,”

Yah, akhirnya setelah lama tak berperang, terjadi lagi perang mulut antara kedua saudara kembar memperebutkan nama. Double Cakka hanya bisa menggeleng melihat isteri-isteri mereka yang rada sableng. Hahaha. Mereka segera beranjak dari sofa yang mereka duduki menghampiri isteri masing-masing mencoba menenangkan perang mereka.

“Gue yah Mbong…,”

“Gue Mbaaaassshhh…,”

Ditengah-tengah pertengkaran mereka tiba-tiba…

“Oik kenapa?,”

“Shilla kenapa?,”

Tiba-tiba air mengalir dikaki keduanya.

“Cakka…. Kayaknya gue mau brojoooooollll,” Teriak keduanya berengan.

Double Cakka panik bukan kepalang.

“Mamaaaa… Papaaaa…”

^ ^ ^

Kafka Ananta Nuraga(14 April 2012)
Itu yang tertulis di box berwarna biru muda, bayi lelaki tertidur pulas, disampingnya juga ada box berwarna merah muda tertulis…
Keiko Miyuka Kawekas(14 April 2012)
Cakka-Oik dan Cakka-Shilla tersenyum melihatnya.

“Hm, apa kita ditakdirkan kembar ya Ik?,” Tanya Shilla.

“Iya nih… kita kembar, suami kita namanya kembar… anak kita juga lahir satu tanggal… hebat yah…,” Kata Oik menyandarkan kepalanya dibahu Cakka.

“Putra kita ganteng ya Ik…,” Kata Cakka Nuraga.

“Banget…,”

“Putri kita juga Cantik..,” Ucap Cakka Kawekas dan Shilla bersama.

Hahahaha…. J
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...