Senin, 11 Juni 2012

Brooklyn Bridge (Cerpen)

Before that, I just wanna say:

Brooklyn Brigde

Kau hanya sebatas kenangan...



Main Cast:
1.      Joshua (Pillow Talk)
2.      Tiffany (Good Fight)
Others Cast:
3.      Emi (Pillow Talk)
4.      Naya (Good Fight)

Matanya menyipit menatap sekeliling tempatnya berdiri. Brooklyn Bridge. Dia masih tak percaya sedang berdiri lagi di jembatan tersebut, setelah lima tahun berlalu. Lima tahun kenangan itu terasa baru saja kemarin. Dikatupkan matanya rapat, untuk merasakan semilir angin yang sedang berhembus. Lalu lalang mobil di belakangnya, yang sedang menyusuri Brooklyn Bridge menjadi musik di telinganya. Ditatapnya sesuatu yang ada ditangannya. Senyum tersungging di bibirnya. Cadburry dan gadis itu, di atas Brooklyn Bridge. Selalu melekat di dalam benaknya.

***

TIT...tit...tit... Suara klakson mobil bergantian memekik di sana-sini. Brooklyn Bridge macet? Ini aneh. Seorang lelaki dengan tuxedo resah, menatap arloji yang terlingkar di pergelangannya. Hampir terlambat. Temannya bisa marah kepadanya karena keterlambatannya itu. Pesta yang akan dihadirinya ini, adalah salah satu pesta yang cukup penting buat temannya itu. Dia tak boleh terlambat. Apa yang terjadi di depan sana sih? Sampai menyebabkan kemacetan seperti ini?
Dia pun membuka pintu M3-nya lalu membantingnya dengan kasar. Menyusuri mobil-mobil yang sudah berhenti berjajar di depan mobilnya. Rupanya di poros kemacetan terhalang oleh beberapa orang dan sebuah mobil pemadam kebakaran.
Heyy yooouu! Watch out, are you crazy?,” teriak seorang Bapak sambil menengadah ke atas.
Girl, it's not a good way!,” teriak seorang Ibu yang ketakutan sambil mencengkram seorang Bapak di sampingnya, sepertinya itu suaminya.
Dia menatap ke arah atas pembatas Brooklyn Bridge. Seorang gadis berdiri di atas besi-besi pembatas itu sambil berkacak pinggang, bak model yang hendak berlenggak-lenggok di atas catwalk. Entah bagaimana caranya dia bisa berada di atas sana, yang pasti sekarang pemadam kebakaran sedang berusaha menurunkannya.
Crazy! Pekiknya dalam hati.
Siapa gadis yang berani seperti itu? Bahkan dia terlihat biasa dan tidak takut sama sekali berada di ketinggian sana.
Setelah usaha yang keras akhirnya gadis itu berhasil diturunkan. Gadis dengan kaki yang jenjang dengan tubetop dan hotpants yang melekat di badannya itu. Garis wajahnya menunjukan kalau dia sedang frustasi. Namun, dia berusaha menutupinya dengan senyumnya.
What are you doing? Do you wanna die?,” tanya seorang petugas yang menyelamatkannya.
No, I'm not. I just wanna be a model on the top of Brooklyn Bridge,”
Oh God! Please help the girl,”
You must try! It was cool,” kata gadis itu antusias.
Semuanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Okay girl, don't do that again, dangerGo home now!,” perintah petugas yang lainnya.
I promise never do that again, you can kill me. But, please I wanna stay in here, just for a little time, can I?,”
Semua petugas saling bertatapan, “it's okay, we hold your words,” salah seorang mewakili.
Mereka pun masuk ke dalam mobil. Salah seorang petugas berusaha mengendalikan kendaraan yang macet. Orang-orang yang berdiri di sekitarnya masuk kembali ke dalam mobil. Termasuk dia. Dia masuk kembali ke dalam M3-nya, namun tidak melanjutkan perjalanannya. Dia malah menepikan mobilnya.
Gadis itu terdiam sambil duduk di tepi Brooklyn Bridge. Matanya kali ini kosong, benar-benar kosong. Dia mendekat dan duduk di samping gadis itu.
Gadis itu menoleh, di dapatinya lelaki dengan rambut yang disisir rapi, dan dengan tuxedo rela duduk di tepi Brooklyn Bridge bersamanya.
What are you doing here?,” tanya gadis itu heran.
“Kamu punya masalah?,”
“Tidak sopan,”
“Kenapa?,”
“Bagaimana bisa seseorang yang asing menanyakan pertanyaan seperti itu?,”
Lelaki itu malah menyunggingkan senyum, “It's okay, kalau kau tidak mau menceritakannya, tapi izinkan aku menemanimu di sini,” kata lelaki itu.
Gadis itu bergeming. Mulutnya terkunci.
Semilir angin membelai keduanya. Brooklyn Bridge tidak terlalu ramai saat itu. Gadis itu menutup matanya, rasa sesak menghimpit kalbunya kembali. Tiba-tiba air mata mengucur dari pipinya. Dia menyandarkan kepalanya di dada lelaki itu. Kaget. Lelaki itu hanya bisa membelai rambut gadis itu.
Dia terisak membasahi tuxedo yang dikenakan lelaki itu, “ssssttt...be strong,” kata itu yang terlontar dari mulutnya.
Namun, gadis itu tidak henti-hentinya menangis. Lama dan terdengar menyakitkan.
Setelah gadis itu selesai menangis, dia masih merasa nyaman berada di dada lelaki itu. Kurang lebih lima menit, barulah dia menarik kepalanya.
Lelaki itu tidak akan bertanya macam-macam lagi. Gadis itu terlihat cukup terluka, dan dia tidak mau menambah masalah lagi.
Diayunkannya langkahnya menuju M3 yang terparkir tak jauh dari situ. Diambilnya sesuatu dari dalam dashboard. Lalu kembali kepada gadis itu, dan menyerahkan sebuah cadburry ke dalam tangan gadis itu.
“Kata orang, makan cokelat bisa mengurangi kesedihan, try it!,” katanya.
Gadis itu bengong menatap tangannya, mengamati yang ada di genggamannya itu. Dia membaca sebuah tulisan “Cadburry Dairy Milk” itu yang dibacanya.
Dengan perlahan gadis itu menyobek kertas pembungkus. Timah pembungkus di dalamnya juga tak lupa. Kemudian, mencicipi manisnya cadburry. Jujur saja, ini pengalaman pertamanya memakan cokelat. Karena dari dulu dia menjauhi dengan yang namanya cokelat, karena itu bisa membuatnya gemuk. Tapi entah keajaiban apa dia memakan cadburry hari ini.

***

“Kau selalu berada di Brooklyn Bridge ini yah?,” tanya lelaki itu, sambil duduk di samping seorang gadis.
“Tidak juga, jarang, hanya sesekali. Kau sendiri?,” tanya gadis itu.
“Hanya numpang lewat, tetapi aku melihatmu duduk di sini lagi, jadi aku turun,” katanya.
“Terima kasih cadburry yang waktu itu, kalau boleh jujur itu pengalaman pertama aku makan cokelat hehehe,” akunya.
“Masa?,” Lelaki itu mengerenyit.
“Iyaaaa...hm, aku model jadi menghindari makanan yang bisa membuat aku gemuk,”
“Gemuk sedikit kan tak apa, biar kelihatan seksi,”
“Ihhhh...,” Gadis itu mencubit lengan lelaki itu.
“Tapi enak kan?,”
“Yap, enak banget,”
“Aku masih punya banyaaaaaaaak stock cadburry di dalam mobil, kau mau?,”
Gadis itu mengangguk antusias. Lelaki itu langsung menarik tangan gadis itu menuju M3-nya dan membuka dashboard. Dari dalam begitu banyak cadburry. Dia melirik sebuah tulisan di atas dashboard yang ditempel seperti sebuah sticker di atas gambar doraemon. Joshua. Itu tulisannya.
“Masuk,” katanya membuka pintu M3-nya.
Gadis itu bingung, tapi sebelum kebingungannya terjawab, dia didorong masuk oleh lelaki itu. Lelaki itu berlari menuju pintu samping kemudi, lalu membukanya. Dia duduk di balik kemudi.
“Kau bisa memakannya sepuas mungkin, asalkan kau mau menemaniku, menyusuri Brooklyn Bridge ini,” kata lelaki itu, langsung menarik porsneling dan menginjak gas.
“Aaaaaaaa,” teriak gadis itu, kaget.
M3 itu melaju menyusuri Brooklyn Bridge dengan kecepatan tinggi. Menyalip mobil-mobil yang ada di depannya. Sehingga membuat gadis itu menutup matanya rapat.

***

“Hahahaha,” lelaki itu tertawa.
“Kau gila hampir membuat jantungku copot atau mungkin mati konyol,” kata gadis itu.
Mereka kembali duduk bersama di tempat, sebelum mereka menyusuri Brooklyn Bridge.
“Santai saja, itu pertama kalinya aku mengendarai mobil dengan kecepatan seperti itu, but sure! It was amazing,” kata lelaki itu.
“Apa?!,” mata gadis itu melotot tajam menatap lelaki itu.
“Yap,”
You're crazy,”
“Yap,”
“Kau punya masalah yah?,”
Balik lelaki itu yang menatap tajam ke arah gadis itu, sebelum tatapannya mulai melunak, “yah, mungkin,”
“Aku boleh tahu masalahmu apa? Siapa tahu aku bisa membantumu,”
“Hahaha, kau lucu, aku tidak mau ya, kalau nanti kau menyuruhku berdiri di atas pembatas Brooklyn Bridge,”
“Hahahahaha, iya juga yah, tapi setidaknya kalau kau menceritakannya mungkin akan lebih meringankan bebanmu,”
“Kau duluan, kau belum menceritakan alasanmu, kenapa kau bisa nekat seperti kemarin?,”
“Ah itu!,” raut wajah gadis itu berubah drastis, “orang yang aku suka punya pacar, padahal aku berharap sekali padanya, aku sudah terlalu banyak bermimpi sehingga membuatku frustasi seperti kemarin, tapi sudahlah,” gadis itu berusaha membentangkan busur di bibirnya, “I'm fine, thanks for cadburry, hehehe,” kata gadis itu tersenyum lalu melahap cadburry yang baru saja dibukanya, “sekarang giliranmu!,” lanjutnya.
“Sepertinya nasib kita sama, gadis yang aku sukai malah tidak memandangku sama sekali, hm, dia hanya menganggapku sahabatnya,”
“Memang terkadang cinta itu bersembunyi di balik topeng persahabatan,” kata gadis itu sambil melahap cadburry yang sudah penuh di mulutnya.
Mereka berbicara sampai belasan cadburry telah dilahap gadis itu. Dan semburat pink mulai nampak, dan lampu-lampu sepanjang Brooklyn Bridge satu per satu dinyalakan, pertanda malam akan segera tiba. Gadis itu membersihkan sisa-sisa cadburry di bibirnya. Kemudian berdiri dan merapikan pakaiannya.
WellI have to go nowthanks for today, and big thanks for so many cadburrysee you again... Joshua,” katanya lalu mengambil langkah kemudian berlari menjauhi lelaki itu.
Lelaki itu masih bingung, darimana dia mengetahui namanya? Ini tidak adil. Dia pun berteriak.
“Heyyy..., ini tidak adil, kau tahu namaku, sedangkan aku tidak tahu namamu,”
“Tiffany,” ucapnya membalas teriakan lelaki itu lalu berlalu bersama semilir angin.

***

“Tiff,” panggil Joshua yang berdiri di belakang Tiffany yang sedang duduk di tempat biasa.
“Hai Jo, di sini lagi,”
“Tiga kali,”
“Kebetulan atau kau memang datang menghampiriku?,” tanya Tiffany sambil mengerenyit.
“Sepertinya dua-duanya, aku memang datang menghampirimu dan kebetulan kau ada di sini, aku tidak tahu rumahmu, jadi kalau bukan karena kebetulan kau di sini, aku mungkin tak bisa bertemu denganmu,” kata Jo lalu mengangkat satu kantong plastik yang berisi cadburry. Tiffany menyambutnya gembira dan antusias, “kau sendiri untuk apa di sini?,”
“Mungkin menunggumu membawakanku cadburry lagi,” kata Tiffany sambil membuka kertas pembungkus cokelat tersebut dengan tidak sabar.
Jo melingkarkan tangannya di pundak Tiffany. Lalu menatap Tiffany yang sedang melahap cadburry.
“Kau tetap akan melanjutkan perjuanganmu kan, agar sahabatmu itu mau melihat di balik topengmu itu?,”
“Pasti, kau sendiri tetap akan menunggu orang itu sampai putus dengan pacarnya?,”
“Tidak, aku ingin move on, doakan aku ya, so I can find someone new,” kata Tiffany.
“Pasti,”
“Aku juga pasti akan mendoakanmu, agar hati sahabatmu itu terbuka hanya untukmu,”
Thanks,”
Too,”
Mereka melewati hari itu dengan makan cadburry bersama di atas Brooklyn Bridge. Sesekali bercanda saling suap-suapan sehingga cadburry itu mendarat di pipi dan di hidung bukan di mulut. Setelah cadburry itu di lahap habis oleh keduanya mereka terdiam beberapa saat sebelum menyadari keanehan diri mereka. Jo mengeluarkan sebuah tisu dari dalam sakunya lalu membersihkan sisa-sisa kejahilan mereka masing-masing. Jo mengeluarkan tisu baru dari dalam sakunya dan memberikannya kepada Tiffany. Tiffany mengambil tisu  yang diberikan Jo lalu menatapnya. Kemudian tersenyum.
“Aku punya cara yang lebih seru,” kata Tiffany.
Dia kemudian menatap Jo dengan tatapan yang penuh misteri. Dia mendekatkan kepalanya perlahan ke arah wajah Jo. Mata Jo membelalak, seakan bertanya apa yang akan dilakukan Tiffany. Bibir Tiffany menyentuh pipi Jo, sebelum membersihkan sisa cokelat di pipi Jo dengan lidahnya. Kemudian, di hidungnya lalu dia menatap bibir Jo yang penuh dengan cokelat. Jo menutup matanya sebelum dia merasakan rasa cokelat penuh di bibir, kemudian di mulutnya. Cadburry dengan sensasi rasa yang lebih manis dan lebih lembut. Yeah, the new sensation of cadburry.

***

“Sayang,” Jo membalik tatapannya menuju seseorang yang memanggilnya.
Seorang wanita dengan senyum melipat kedua tangannya di dadanya, “sampai kapan kamu di situ sayang?,”
Jo tersenyum saat wanita itu mendekat dan kini berdiri di sampingnya. Jo merangkul wanita itu lalu mengecup kening wanita itu.
“Sampai kamu datang menjemputku,”
“Sepertinya tempat ini punya kenangan untukmu,” kata wanita itu.
“Iya...,” kata Jo membawa wanita itu ke dalam pelukannya cukup lama sebelum dia melepasnya, “tapi...biarlah itu tetap menjadi kenangan,” Jo kemudian berjalan sambil merangkul dan mengantar wanita itu ke SUV yang terparkir tak jauh dari situ, “kau mau?,” tanya Jo sambil menyodorkan cadburry kepada wanita itu.
“Cokelat apa ini?,” tanya wanita itu.
Cadburry, Emi sayang,” kata Jo, “coba saja, pasti kamu ketagihan,” lanjut Jo sambil membuka pintu SUV-nya. Emi masuk ke dalam SUV tersebut, Jo juga masuk ke balik kemudi. Kemudian memacu SUV tersebut menyusuri Brooklyn Bridge.
Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang mengawasi mereka sejak tadi.
“Lo kenal pasangan suami isteri itu Tiff?,” tanya seorang wanita yang ada di samping Tiffany.
“Mungkin,”
“Jangan bilang lo naksir sama isteri orang,” kata seseorang yang ada di samping Tiffany.
“Nggak mungkin Naya, gue ini cuma punya lo,” kata Tiffany.
Wanita di sampingnya itu memegang dagu Tiffany. Lalu mendongakkan kepala Tiffany dan menciumnya.
Selamat tinggal Jo, semoga bahagia dengan isterimu, aku pun akan bahagia bersama dengan pilihanku, kisah singkat kita akan selalu terukir di Brooklyn Bridge ini dan rasa cadburry di bibir ini, hanya sebatas kenangan...

Rabu, 06 Juni 2012

Under the Marriage: 9. THREE TIMES, SORRY... + 10. THE MAN UNDER WATER

9. THREE TIMES, SORRY...

PAGI-pagi benar Cakka sudah bangun dari tempat tidurnya, dia masih mengenakan piamanya. Sebentar lagi dia baru bersiap-siap untuk menjalani hari ini. Padahal tadi dia baru tidur jam 03.00 subuh, untuk merampungkan lagu terakhir di dalam albumnya itu. Sekarang album itu sudah rampung semua. Tinggal launch yang direncanakan akan dilaksanakan bulan depan.
Cakka menanggalkan piamanya, dan membiarkan dirinya half-naked yang menempel hanyalah boxer brief-nya. Dia melangkahkan kakinya hendak mengambil pakaiannya mandinya. Namun langkahnya terhenti. Dia melihat schedule-nya yang terletak di atas mejanya yang nampak sangat berantakan. Sepertinya, tadi malam Bram baru menambahkan schedule baru untuk hari ini dan... WTF!!! Hari ini hampir tidak ada waktu untuknya beristirahat. Hampir di setiap waktu Cakka punya acara. Jam 07.00 sudah harus berada di salah satu variety show music. Dan disemua catatan di bawah tertulis “N.b: Harus bawa Oik”. Lho? Maksudnya ini apa coba? Bukannya Daddy bilang kemarin, alasan memilih Oik karena tidak mau terekspos media. Kenapa sekarang jadi disuruh membawa Oik?
Cakka segera memencet speed dial pada ponselnya untuk menghubungi Daddy-nya.
...Hallo...
...Daddy! Kenapa harus bawa Oik? Kata Daddy kemarin tidak mau terekspos media?...
...Calm down dear, ini siasat biar publik percaya kalian tidak main-main, Oik tidak akan diekspos dia hanya menemani kamu...
...Tapi Daddy kan tahu, kalau acara variety show music kadang kala terkontaminasi dengan gosip-gosip, bagaimana kalau Oik diajak naik ke atas panggung?...
...Tidak masalah, pokoknya ini supaya orang-orang berpandangan beda tentang kamu...
...Ddy, ini malah akan membuat orang berpandangan kalau Cakka itu memang benar-benar tidak baik karena kemanapun harus dijaga oleh tunangannya...
...Cakka tidak usah banyak protes just follow the game, sekarang ke kamar Oik, bangunkan dia terus suruh dia dandan...
...Kenapa Cakka yang harus membangunkannya? Daddy suruh aja siapa kek...
...Harus kamu!...
...Errr...
Cakka segera mengakhiri sambungannya dengan Daddy. Lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya menuju kamar Oik. Tiba di depan pintu kamarnya, Cakka mengetuk pintu kamar Oik beberapa kali. Tapi, belum ada tanda-tanda Oik bangun. Diputarnya gagang pintu kamar Oik. Ternyata gadis itu tidak mengunci pintu kamarnya. Cakka pun melangkahkan kakinya memasuki kamar Oik. Tiba di dalam, lampu kamar Oik mati total, gelap. Tidak ada cahaya sedikitpun dari kamar itu. Cakka lupa saklar di kamar ini terletak di sebelah mana. Dan bisa-bisanya Oik tidak menyalakan lampu kamarnya. Ataukah memang sedang ada masalah di lampu kamarnya Oik. Cakka terus melangkahkan kakinya, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu.
Shit!,” umpat Cakka.
Terdengar suara pintu bergeser. Cakka tidak bisa melihat apapun, namun sepertinya itu pintu kamar mandi. Kamar mandi berada di pojok ruangan, terlihat cahaya samar dan siluet manusia yang keluar dari dalamnya kemudian pintu kamar mandi tertutup kembali. Itu mungkin Oik...
Bruuuukkk---, sesuatu menghantam kepala Cakka membuat dia pusing. Sebelum dia oleng, dia berhasil meraih sesuatu yang membuat sebuah suara memekik kencang...
“Aaaaaaaaaa...,”
Cakka merasakan dirinya menghantam sesuatu sebelum jatuh bersama sesuatu itu di atas sesuatu yang empuk---sepertinya masterbed kamar Oik---sebelum terdengar suara desahan.
“Sssssttt, ini aku Cakka,” kata Cakka.
“Kamu? Ngapain kamu masuk ke kamarku?,”
“Mau membangunkan kamu! Tapi surprise yang aku dapat adalah kegelapan, kenapa kamu mematikan lampu kamarmu?,”
“Aku ndak mematikan lampu kamarku, tadi dia mati sendiri, aku sudah menghubungi Mbok Sumi dan katanya sementara dalam perbaikan di pusatnya, tapi sudah jam begini, mungkin akan terlambat, soalnya tadi Ayahmu menghubungi aku supaya siap-siap, jadi aku mandi dulu, tapi tadi aku dengar ada suara-suara, aku kira maling, jadi aku keluar buat menghajarnya dan...ndak tahunya itu kamu,” jelas Oik.
“Owh,”
“Cakka boleh ndak kamu minggir dari atas...aduh, tadi kamu narik handukku, jadi aku ndak pake baju,”
“Apa?! Kamu telanjang sekarang?!,”
“Ndak...bukan begitu, aku cuma pake...haduh, kamu minggir, aku pakai baju dulu, biar kalau lampu ini tiba-tiba nyala...aku ndak malu,”
“Hahahaha, kamu cuma pake underwear gitu?, pantes, rasanya ada yang ganjal menempel di kulitku,”
“Kulit?,”
“Iya, aku kan half-naked juga,”
“Apa itu?,”
“Setengah telanjang! Err,”
“APA?!,”
“Aku cuma pake boxer,”
“Aduhhh, gimana ini, kalau ada orang yang lihat kita, apalagi dengan posisi kayak gini, dikira kita...,” Oik tak melanjutkan kata-katanya, “kamu berdiri cepat,” perintah Oik.
Baru saja Cakka ingin bergerak terdengar suara pintu berderit. Sebelum siluet manusia karena sinar lampu dari luar terlihat. Cakka tidak jadi berdiri, keduanya menggigit bibirnya masing-masing. Sebelum...
Cakka menarik Oik semakin rapat ke dalam pelukannya. Menarik selimut yang ada di bawah, kemudian menutup tubuh mereka dengan selimut itu.
“Ssst, diam jangan banyak bicara dan jangan bergerak,” bisik Cakka.
Oik hanya bisa menutup matanya rapat-rapat saat napas Cakka menyentuh bagian lehernya. Dirinya lagi-lagi merasakan sengatan di dalam tubuhnya. Dia pasrah pada apa yang akan terjadi.
KLIK. Lampu kamar Oik tiba-tiba menyala. Cakka mengintip di balik selimut. Terlihat salah satu teknisi di rumahnya sedang memperbaiki lampu bersama Mbok Sumi dan Ujang. Sepertinya mereka belum menyadari ada Cakka dan Oik di situ. Tiba-tiba lampunya mati lagi. Samar-samar terdengar percakapan...
“Sepertinya lampu kamar ini, harus di ganti,”
“Ya sudah Ujang pesan bohlam di toko langganan, tapi jam segini emang ada yang buka yah?,”
“Ya sudah begini saja, sementara saya periksa saklarnya dulu, nanti kalau bohlamnya sudah ada baru kita ganti yang baru, sementara pakai yang ini dulu,”
“Aku pergi pesan dulu yah,” kata Ujang kemudian terdengar langkahnya keluar.
Mbok Sumi dan teknisi itu masih tetap di kamar. Mereka sepertinya membongkar saklar. Ada suara alat-alat seperti mengotak-atik sesuatu. Cakka pegal dengan posisi seperti ini. Dan Oik apalagi, tapi Cakka takut apabila dia mengubah posisi dan mereka ketahuan akan lebih memperburuk keadaan. Oik juga sepertinya mengikuti instruksi Cakka, dari tadi dia tidak bersuara dan tidak bergerak.
Tangan Cakka tiba-tiba merasakan jari-jarinya menyentuh kulit lembut seperti kulit bayi. Ooops...dia menyentuh kulit Oik, entah bagian mana. Tapi Oik sama sekali tidak bereaksi. Sepertinya Oik tertidur, jika dia bangun pasti dia akan merespon ketidaksengajaan Cakka tadi.
Sepertinya akan lama mereka mengecek kerusakan lampu di kamar Oik. Cakka menguap tiba-tiba. Rasa kantuknya hinggap, ini memang masih jam 05.30 jadi wajar saja Cakka yang tidur jam 03.00 mengantuk. Tapi ditahannya karena mengingat jam 07.00, dia harus segera berangkat menuju acara pertama untuk hari ini.

***

“Tuan Cakka, Non Oik, sumpah Mbok ndak sengaja, Mbok ndak maksud lancang masuk kamar sembarangan, Mbok ndak tahu kalau Tuan sama Non sedang...aaaa Mbok ndak sengaja, plis jangan pecat saya,” Suara Mbok Sumi membangunkan Cakka dan Oik. Mbok Sumi menjauh balik badan sambil menutup rapat kedua matanya.
Cakka dan Oik saling tatap-menatap sebelum mereka sadar akan...keadaan dan posisi mereka. Mata mereka membelalak, napas mereka tertahan.
Tiba-tiba pintu kamarnya berderit. Oik gelagapan mendorong Cakka dan segera mengambil selimut. Cakka jadi ikut bingung, dia bersandar pada sandaran masterbed. Menatap Oik yang sejajar dengan dirinya dan sudah menarik selimut hingga batas lehernya.
“Ada apa ini ribut-ribut?! Hah?!,” suara Daddy Cakka. Disusul tubuhnya masuk ke dalam kamar Oik.
“CAKKA! OIK! Kalian sedang apa?!,” tanya Bram yang ikut mengekor masuk.
“Duh, Tuan sumpah tadi Mbok Sumi ndak sengaja, Mbok Sumi ndak tahu kalau Tuan Cakka tidur sama Non Oik, tadi habis benerin lampu kamar maksudnya Mbok mau bersih-bersih kamarnya Non Oik,” kata Mbok Sumi masih dalam posisinya tadi.
“Cakka Oik! Kalian hutang penjelasan!,” kata Daddy.
Cakka dan Oik tersudut. Mereka bagaikan orang yang akan menghadapi sidang pidana. Semua menuntut penjelasan akan apa yang sedang terjadi.
No...! No...! Ini tidak seperti yang kalian kira,” Cakka angkat suara.
“Bagaimana kamu bisa menjelaskan tentang kamu dan Oik dalam satu ranjang dengan keadaan seperti itu? Wearing boxer briefs only and underwear maybe?,” tanya Bram.
“Tadi aku---,”
“Tahan penjelasan kamu! Oik cepat kamu siap-siap pakai baju kamu, dan kamu Cakka kembali ke kamarmu, siap-siap juga. Ini sudah hampir jam tujuh, kita sudah terlambat tapi sebelum pergi Daddy tunggu kalian berdua di ruang kerja Daddy!, Ujang, Sumi! Keluar,” kata Daddy sebelum melangkah keluar diikuti Mbok Sumi dan Ujang.
Cakka dan Oik tertinggal berdua di dalam kamar. Cakka menatap Oik lagi. Gadis itu terlihat ketakutan. Matanya was-was mengawasi Cakka.
“Jangan melihatku seperti itu, nothing happened,” katanya kemudian menyingkirkan selimut dan berdiri dari tempat tidur Oik dan berjalan menuju pintu. Sebelum dia keluar sekali lagi dia menatap Oik yang masih tetap pada posisinya tadi. Gadis itu benar-benar terlihat ketakutan.

***

“Kalian tahu kalau sampai berita tadi tersiar di berbagai media! Itu akan lebih merusak image kamu Cakka!,” kata Daddy.
“Ddy, tidak ada yang tahu soal yang tadi, hanya Daddy, Bram, Ujang dan Mbok Sumi,”
“Ohaha, jadi kau pikir, kau bisa aman? Dimana otak kamu sih Cakka? Bisa-bisanya kamu dan Oik---,” belum selesai Daddy Cakka berkata-kata, Oik tiba-tiba memotong.
“Maaf Pak, kalau saya lancang, saya mau menjelaskan, itu tidak seperti yang bapak kira, kami ndak melakukan hal itu,”
“Aduh, bisa diterima tidak sih Ddy dengan akal sehat, tadi beberapa jam lalu Cakka baru menelepon Daddy, gimana ceritanya Cakka tidur dengan Oik? Terus Daddy kan yang suruh Cakka membangunkan Oik? It just a little miss understanding,”
“Tapi bisa diterima tidak sih Cakka dengan akal sehat, seorang lelaki dan seorang gadis tidur di satu tempat tidur, dalam keadaan half-naked dan kata Mbok Sumi tadi dalam posisi yang...errr, gimana?,”
“Ddy... Tadi Cakka mau membangunkan Oik, pas Cakka masuk ke kamar Oik lampunya mati, di dalam gelap, nah Cakka malah kena pukulan Oik dan Cakka jatuh di atas ranjang bersama seseorang dan itu Oik, lampu kamar Oik sementara dalam perbaikan, trus Mbok Sumi, Ujang sama teknisi masuk, takut lampunya nyala Cakka tarik selimut, tapi kita malah ketiduran sampai Mbok Sumi masuk lagi,” jelas Cakka.
So funny,
“Ddy, believe me,”
“Oke, oke mungkin Daddy bisa percaya sama penjelasan kamu, tapi kau tahu walaupun hanya Daddy, Ujang, Mbok Sumi dan Bram yang melihat kejadian itu, kita juga harus menjaga kemungkinan bocornya ke infotaiment kau tahu kan bagaimana lihainya mereka, rencana di majukan bukan bulan depan kita pergi ke kampung Oik, tapi dua minggu depan,”
“APA?!,” teriak Cakka dan Oik bersamaan.
“Yap!,”
Daddy melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 07.25 sudah terlambat. Dan Bram sudah menghubungi pihak variety show kalau Cakka akan datang terlambat.
“Tapi Ddy, nanti infotaiment akan lebih curiga kenapa Cakka buru-buru menikah dengan Oik?,”
“Lebih bahaya mana jika berita tersebar Cakka Nuraga sudah tidur dengan tunangannya atau Cakka Nuraga akan segera menikah?,” 
“Oke...oke Ddy! Fine! Aku dan Oik harus pergi sekarang!,” kata Cakka.
Wait, ingat! Berlaku layaknya tunangan di sana,”
“Ck!,” Cakka segera menggandeng tangan Oik dan keluar dari ruang kerja Daddy-nya.

***

Cakka duduk di backstage bersama Bram dan Oik. Sedikit boring dia membuka twitter. Sudah lama dia tidak membuka situs jejaring sosial tersebut. Semenjak konferensi pers itu, dia malas membukanya. Pasti mention-nya penuh. Dia membuka applikasi twitter for iPad dan segera menulis sebuah tweet.

@cakkasan: Staytune at OKTV, I'm at @HeBatMusik last segment ;)

Setelah tweet itu, langsung bejibun mention yang masuk. Dari yang mengucapkan selamat atas pertunangannya. Sampe yang mencak-mencak karena Cakka tidak memberi kode, eh tahunya udah tunangan. Ada yang memberi semangat Cakka. Ada yang memaki-maki Cakka tanpa dia tahu penyebabnya. Ada yang histeris bakal melihat Cakka langsung. Ada juga yang sudah siap nge-live.
Satu tweet yang menarik Cakka dan mengingatkannya kembali.

@PrillVers: Good Luck :) @cakkasan

Prilly. Selama beberapa hari ini semenjak konferensi pers itu, dia lupa tentang Prilly.

@cakkasan: @PrillVers sankyu ;)

Setelah tweet balasan Cakka itu. Mention-nya jadi penuh kembali. Membuat dia kelimpungan lagi. Akhirnya dia memutuskan untuk segera keluar dari applikasi itu dan merogoh blackberry-nya dari kantong celananya.
Membuka applikasi blackberry messenger-nya kemudian mencari Prilly dari kontaknya.

Display Name: Prilly L

Pin: 2X3X45X6
Pin Barcode: Show

Personal Message: My choice, but honestly it hurts</3
Status: </3

Sejurus kemudian Cakka sadar bahwa mungkin apa yang dikatakan Shilla pada twitter-nya benar. Kali ini dia tidak hanya menyakiti 1 orang tetapi 2 orang, mungkin 3 termasuk Oik. Dia jadi merasa sebagai lelaki yang tak punya hati.

Cakka Nuraga: Dear...
Prilly L: Hai...
Cakka Nuraga: Long time no see, I'm sorry about that...
Prilly L: About what?
Cakka Nuraga: Semua kekacauan ini.
Prilly L: Kamu bukan org yg bersalah dlm hal ini.
Cakka Nuraga: Sebentar boleh ketemuan?
Prilly L: Untuk apa?
Cakka Nuraga: Penjelasan...
Prilly L: Tak ada yang perlu dijelaskan :) aku baik-baik saja.
Cakka Nuraga: Mau yah?! Pliss...
Prilly L: Oke...oke, dimana?
Cakka Nuraga: Nanti aku kabarin lagi, udah yah bentar lagi mau naik nih :)
Prilly L: (y) Good Luck...

Cakka tersenyum kemudian menutup blackberry-nya dan memasukannya ke dalam saku. Dia melihat Bram baru saja mengakhiri sambungannya dengan seseorang yang diyakini Daddy-nya. Bram mengeluarkan iPad-nya juga dan mengutak-atiknya, entah apa yang dilakukannya. Cakka menatap Oik yang ada di sampingnya. Dia terlihat gelisah dan risih. Dia belum terbiasa dengan keadaan di backstage seperti ini. Cakka menyampirkan tangannya di pundak Oik. Oik terlihat kaget, lalu menatap Cakka yang tersenyum ke arahnya. Oik membiarkan tangan Cakka tersampir di bahunya.
“Kamu ngantuk yah?,”
Oik mengangguk.
“Tadi malam tidur jam berapa memang?,”
“Jam dua belas, aku belum pernah tidur selarut itu,”
“Pantesan, ya sudah tidur saja,”
“Ndak, ndak usah, malu masa tidur di tempat seperti ini,”
Cakka segera meraih kepala Oik dan menyandarkannya di dadanya.
“Tidur yah, nanti kalau aku naik baru aku bangunin kamu,” kata Cakka.
Oik mengangguk dan mencoba menutup matanya. Deg...Deg...Deg suara detak jantung Cakka berirama di telinga Oik. Dan rasanya...jantungnya berpacu lebih cepat dari irama jantung Cakka.
Sekitar 35 menit Oik tertidur di dada Cakka. Tangan Cakka membelai membangunkannya.
“Oik, aku sudah harus naik, kamu tidak apa-apa kan?,” kata Cakka.
Oik menggeliat sebelum menjauhkan kepalanya dari dada Cakka.
“Iya ndak apa-apa,” kata Oik.
Cakka terlihat ragu sesaat untuk pergi. Crew acaranya sudah memberikan kode pada Cakka untuk bersiap-siap. Dengan gerakan cepat Cakka mendaratkan kecupan di bibir Oik sebelum dia berkata, “aku naik dulu yah, kamu sama Bram di sini saja, oke,”
Oik hanya bisa membalasnya dengan sebuah anggukan. Cakka mengambil tas gitarnya kemudian menyampirkan di pundaknya sebelum melangkah dari situ menuju seorang crew yang akan menuntunnya ke atas panggung.

***

Cakka baru saja turun dari panggung, dia menghempaskan pandangannya ke seluruh bagian backstage. Bram dan Oik masih di posisinya tadi. Mereka terlihat asyik dengan Oik memegang iPad milik Bram dan Bram seperti menunjuk-nunjukan sesuatu di layar iPad. Cakka mendekat ingin mengetahui apa sebenarnya yang dilakukan Bram dan Oik.
“Lagi ngapain sih?,” tanya Cakka.
“Aduh, ini Cakka, aku ndak paham, apa ini? Tuiter atau apa itu, ndak paham deh,” kata Oik sambil memasang tampang bingung namun matanya tetap terfokus pada layar iPad.
“Begini Cakka, Daddy kamu tadi telepon, katanya Oik di suruh buat twitter juga, jadi aku sedang mengajarkan Oik cara main twitter, dan Oik sudah follow twitter kamu dan kamu wajib follow back dia,” kata Bram.
Cakka melotot lalu mengerutkan keningnya, “Oik juga punya twitter?,”
“Yaps, dan username-nya at oikkyyu suffle y, kamu buka twitter sekarang juga, follback baru kita pergi ke acara selanjutnya,” kata Bram.
“Haduh, username-nya aneh banget, pasti itu kerjaan kamu Bram,”
“Eh enak aja, ini keren kok, biar kan username kamu cakkasan, kalau dengan oikkyyu jadi sankyu,”
“Tapi mending y jangan di-suffle,”
“Oik maunya y di-suffle kok, iya kan Oik?,”
“Sebenarnya aku bingung suffle itu apa, makanya aku setuju-setuju saja tadi,”
JEDEEER.
“Ck,” keluh Cakka sambil mengeluarkan blackberry dari dalam sakunya.
Dia membuka applikasi TFB dari blackberry-nya. Menulis username Oik tadi di kolom search. Setelah menemukannya Cakka segera membuka profile Oik. Matanya melotot kaget melihat avatar Oik.
“Bram...!,”
“Kenapa Cakka?,” tanya Bram dengan tampang sepolos mungkin.
Avatar-nya...,”
“Kenapa?,”
“Frontal,”
“Apanya?,”
“Kenapa foto yang itu, pakai foto Oik aja plis,”
“Emang foto apa sih yang aku pasang tadi, mendadak amnesia nih,”
“Kamu jahil, kamu diam-diam foto yang aku cium Oik di depan Daddy sama Mommy kan? Haduh,”
“Udah ndak apa-apa Cakka, wong Oiknya sudah setuju itu dijadikan avatar, iya ndak Ik?,” Bram meniru gaya Oik berbicara.
“Haduh, tadi Oik juga ndak paham apa itu avatar,” kata Oik.
“Tuh kan,” kata Cakka.
“Begini saja, kamu dan Oik foto berdua yah sekarang, tapi yang mesra, nanti itu yang dijadikan avatar-nya Oik, hah!,” kata Bram lalu menjentikan jarinya, dia mengambil kotak makanan yang , “Oik kamu buka, terus suap makanannya ke Cakka, nanti aku yang take picture-nya,” kata Bram.
“Lho? Bram itu makanan bekas siapa, aku tidak mau makan sembarangan,”
“Bekas Oik kok tadi, udah bukan saatnya jijik-jijikan, udah kissed juga,”
“Yee, siapa yang jijik, aku jijik kalau ini bekas makanan kamu,” kata Cakka.
“Udah cepetan pose,” kata Bram sambil mengeluarkan kamera DSLR dari dalam tasnya.
Oik mengambil sendok lalu menyuap makanan ke dalam mulut Cakka. Dan Cakka memakannya terus-menerus sampai makanannya habis. Awalnya yang cuma pose jadi keterusan. Bram sedari tadi hanya mengambil foto dari angle yang berbeda-beda.
KLIK. Sebuah bunyi menyadarkan Cakka saat suapan terakhir. Dia segera melihat arlojinya, dia hampir terlambat untuk ke acara selanjutnya. Cakka bergegas berdiri sebelum memanggil manajernya itu.
“Braaaam, ayo pergi kita hampir terlambat,” Bram terlonjak sadar. Cakka segera menggandeng Oik, dan Bram membereskan barang-barang sebelum menyusul Cakka dan Oik.
Setelah pamitan pada crew acara musik itu. Cakka, Oik dan Bram di kawal security keluar studio. Cakka mengeratkan tangannya menggenggam Oik. Takut Oik kenapa-kenapa. Maklum fans atau haters yang nekat bisa saja “mengapa-apakan” Oik. Merasa Oik kurang terlindungi lagi. Cakka melingkarkan tangannya pada pinggul Oik. Mereka berjalan menuju mobil. Fans-fans yang liar sudah menyerbu Cakka. Ada adegan tarik-tarikan, nangis-nangisan. Cakka sudah lihai menghadapi semua, hanya dengan sebuah senyumannya yang bisa berefek sangat besar. Tapi, kalau dia sendiri, kini berdua dengan tunangannya. Jadi Cakka tidak harus hanya melindungi dirinya melainkan dengan Oik. Kalau Bram bisa sendiri.
Semua baik-baik saja hingga beberapa langkah lagi tiba di mobil.
SREEETTT. Jari telunjuk Oik terkena suatu benda tajam, sepertinya silet.
“Awh,” Oik merintih sambil mengangkat jari telunjuknya yang terluka, darah segar mengalir.
Cakka menghentikan langkahnya. Dia jadi khawatir dengan apa yang terjadi pada Oik.
“Oik, Ya Tuhan, kamu terluka,” kata Cakka, kemudian mengalihkan pandangannya ingin melihat siapa yang melukai Oik.
Tapi itu sangat sulit, begitu banyak orang di situ. Akhirnya Cakka mengambil sapu tangan dari dalam sakunya dan melingkarkan sapu tangan tersebut pada jari Oik. Kemudian dengan segera menuntun Oik memasuki mobil.
Di dalam mobil, Cakka segera mengambil tindakan, dia membuka sapu tangannya dari jari Oik.
“Kamu jangan aneh yah, kalau ada cowok kayak aku suka bawa sapu tangan warna pink lagi, ini sapu tangan Mommy, kalau aku kangen bau Mommy biasanya aku hirup sapu tangan ini,” kata Cakka.
“Awh, ss...aku jadi merasa bersalah, sapu tangan ini berharga, tapi aku sudah mengotorinya,”
“Tidak apa-apa, tahan ya Ik,” kata Cakka kemudian memasukkan jari telunjuk Oik ke dalam mulutnya. Walaupun lukanya tak begitu besar, tapi sepertinya dalam makanya darah Oik tak berhenti mengucur. Menyebabkan Cakka mengambil inisiatif untuk mengisapnya.
Oik terlihat kesakitan. Nyeri pada jari telunjuknya. Cakka jadi tak tega melihatnya. Gara-gara dirinya Oik terluka. Hupfh. Mungkin benar dia itu sukanya melukai cewek. Setelah selesai Cakka membalik sapu tangan lalu melingkarkan dengan rapi di jari telunjuk Oik. Kemudian merengkuhnya di dalam pelukannya.
“Maaf,” kata itu saja yang mampu dikeluarkan Cakka.

***

Cakka membukakan pintu X5-nya. Oik turun dari mobilnya tersebut. Cakka menuntunnya masuk ke dalam sebuah restoran. Oik sedang mengenakan dress blue spring, sedangkan Cakka kemeja dengan warna senada dengan Oik. Mereka melangkah menuju sebuah meja. Di atas meja tersebut menunggu seorang gadis dengan lace dress. Dia tersenyum ke arah Cakka dan Oik. Sebelum akhirnya, mereka tiba di depan gadis itu. Gadis itu mempersilahkan Cakka dan Oik duduk di hadapannya.
“Hai,” sapanya.
“Prill---,”
“Kka, kamu belum mengenalkannya padaku,” tuntut gadis itu.
“Oh, iya... Oik, kenalkan ini Prilly dan Prilly kenalkan ini Oik,” kata Cakka.
Keduanya bersalaman dan saling tersenyum satu dengan yang lainnya.
“Kayaknya Daddy kamu memilih orang yang tepat Kka, sesuai dengan keinginanku juga,”
“Prill,”
“Oh ya Kka, Oik udah tahu?,” tanya Prilly. Cakka memandang Oik yang kebingungan sebelum menggeleng.
“Makanya, aku panggil bawa kalian berdua ke sini,” kata Cakka kemudian menghela napasnya panjang.
“Oh, ya sudah bicara saja Kka,” kata Prilly.
“Oik,” Cakka menatap lekat mata Oik, “ini Prilly, dia...pacarku,” Oik sedikit kaget dengan pengakuan Cakka itu, “dan dia juga salah satu yang mengusulkan ide gila ini padaku, awalnya aku menolak, tapi dia memaksaku, dia korban mantanku juga bahkan sampai masuk rumah sakit,”
“Aduh, aku jadi makin bingung sekarang, kalau Mbak pacarnya, kenapa membiarkan Cakka bertunangan dengan aku? Kenapa ndak Mbak saja?,”
“Ini tidak segampang yang kamu kira Oik, ada hal lain yang membuatku tidak mungkin menemani Cakka, dan itu sudah kami bicarakan berdua,”
“Ndak mungkin bagaimana Mbak?,”
Prilly hanya tersenyum tanpa menjawab. Seorang waiter membawa makanan. Prilly sudah memesankan Cakka dan Oik terlebih dahulu.
“Maaf yah, aku pesan duluan tanpa bilang-bilang,” kata Prilly.
Mereka pun memulai makan malam mereka. Prilly terlihat coba mengakrabkan diri dengan Oik. Cakka memperhatikan keduanya, dan ikut larung bersama mereka.
Tak sampai satu jam mereka menyelesaikan makan malam mereka. Cakka berpamitan pada Prilly. Oik memberi sedikit ruang privasi pada Cakka dan Prilly dengan agak menjauh dari mereka berdua.
“Aku pulang dulu yah, kamu tak apa kan pulang sendiri?,”
Prilly tersenyum membelai pipi Cakka, ”tak apa, jangan dipikirkan, aku sudah biasa, kamu dengan Oik saja, dia tak tahu Jakarta,”
“Oke,” kata Cakka kemudian mengecup keningnya dan memeluknya sebelum pergi.
“Maaf,” kata itu kembali terucap sebelum dirinya beranjak pergi mendekati Oik.
Sebelum pergi bersama Oik, Cakka sempat menatap Prilly sekali lagi. Kemudian meraih pinggul Oik dan pergi bersama Oik menuju mobilnya.
What the fvck me! I'm jerk...

***

@ladyshilla: Move on dari lo kok susah banget yah :'( sadar Shill dia udah punya tunangan...

@ladyshilla: Aduuuuhh, putus dari gue kok selera lo menurun yah?! Encim-encim diembat hahahahaha!

@ladyshilla: Aduh, yang sedih juga karena kebrengsekannya dia...

@ladyshilla: Makanya udah tahu brengsek dipacarin juga, sekarang ditinggal tunangan, sian amat lo!

@ladyshilla: Makanya Shill, udah tahu brengsek disayangin juga «-ngenes bgt kan gue.

@ladyshilla: Gue kangen lo cium gue trus kalau lo salah lo bilang “maaf” cuma itu saking lo speechless.

@ladyshilla: Sederhana sih...tapi...gue kangen :'(

@ladyshilla: Gue gak pengen balikan :( cuma gue pengen lo tetap punya gue...

@ladyshilla: Everyday, you make me crying... (-̩̩-̩̩͡_-̩̩-̩̩͡)

***

@cakkasan: Maaf

***

10. THE MAN UNDER WATER

OIK menatap bingkai jendelanya. Hari ini hujan, membuat ada tetes-tetes embun di antara kaca jendelanya. Uap-uap air hujan juga menutup kaca jendelanya. Oik mengukir namanya dia kaca jendela tersebut. Kemudian tersenyum dan menghapusnya. Jendela kamar Oik menghadap tepat pada kolam berenang. Setelah uap-uap air pada bingkai jendelanya terhapus. Nampak jelas area kolam berenang. Ada seseorang di sana. Itu Cakka. Orang gila, hujan-hujan berenang. Oik menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tapi tidak juga, dulu kan waktu kecil Oik sering bermain-main dengan teman-temannya di kali saat hujan. Berenang di sana dengan bebas dan ceria. Oik jadi ingin berenang juga.
Dia mengambil langkahnya, dan turun ke bawah menemui Cakka. Oik hanya mengenakan hot pants dan singlet jadi tidak apalah kalau dia berenang mengenakan pakaian itu.
Tiba di tepi kolam berenang Cakka menatap Oik begitu juga sebaliknya.
“Hei, ngapain kamu? Hujan, nanti kamu sakit,”
Oik tak menghiraukannya. Dia mencelupkan kakinya ke dalam air kolam.
“Aku sudah biasa, aku ingin tahu apakah kau bisa lebih jago dari anak kampung seperti aku dalam hal berenang,”
“Kamu nantang aku?,” tanya Cakka.
“Iya,” jawab Oik mantap.
“Oke!, tapi kamu tidak boleh pakai baju seperti itu, pakai baju berenang, minta sama Mbok Sumi,” suruh Cakka.
Oik pun berdiri dan bergegas menemui Mbok Sumi. Dan Mbok Sumi mengeluarkan pakaian berenang berwarna ungu. Oik memakainya dan ternyata galian belakangnya mencapai punggung Oik. Bahannya juga ada yang transparan membuat Oik agak sedikit risih. Oik mengambil handuk lalu menutupi bagian belakangnya dan berjalan kembali ke kolam berenang.
“Cakka! Baju berenangnya seksi sekali, pakaian dalamku kelihatan,” kata Oik.
“Buka! Maunya pakaian berenang yang bagaimana? Sudah tahu pakaian berenang, pasti terbuka, atau tidak usah pakai bra,” kata Cakka menyebutkannya tanpa rasa malu.
“Gila!,”
Yes, I am,”
Oik menggeleng. Cakka segera keluar dari kolam berenangnya, kemudian menarik handuk Oik.
“Cakka!,”
Cakka kemudian meraih belakang Oik dan melepaskan pengait bra-nya.
“Lepas, kalau malu lepas di sini, silahkan balik lepas di dalam, tak usah pakai itu, pasti ada spons di pakaian berenang, kalau memakai itu kamu tidak bisa bergerak bebas, dan...buruan, keburu hujan makin lebat dan kita tak bisa bertarung sama sekali,” kata Cakka mengambil handuknya kembali dan memakaikannya pada Oik lagi, “aku tidak mau lihat handuk ini lagi di sini, nanti kalau sudah selesai bertarung baru pakai,”
Oik mengangguk. Dia berjalan masuk kembali ke dalam. Tak beberapa lama kemudian kembali dan langsung terjun ke dalam kolam.
Cakka ikut terjun ke kolam juga. Dia segera berenang mendekati Oik yang sudah berada di tengah kolam.
“Kita mulai yah, gimana kalau lima kali bolak-balik? Dan ndak boleh berhenti,” kata Oik.
“Oke, siapa takut, kita ke tepi dulu, mulai dari sana,” kata Cakka sambil menunjuk sisi kanan kolam.
Cakka dan Oik berenang ke tepi lagi sebelum menuju sisi kanan kolam. Oik memulai aba-aba, dan mereka terjun bersama ke kolam berenang.
Satu, dua kali putaran, Cakka masih memimpin di depan Oik, putaran ketiga Oik bisa menyamai Cakka dan di putaran keempat tiba-tiba...
“Hmppphhh...,” Suara Cakka.
Oik tetap berenang mendahului Cakka.
“Oik, to...long... Kakiku... Kram, tak bisa digera...kan,” kata Cakka.
Oik pikir Cakka main-main, trik liciknya untuk memenangkan pertarungan ini. Tapi, Oik berhenti sejenak dan melihat Cakka sudah timbul tenggelam. Dia segera berenang ke dekat Cakka dan membawa Cakka ke tepi kolam. Napas Cakka satu-satu, air keluar dari mulutnya terus-menerus dan agak batuk-batuk.
“Kka, tadi kamu renang ndak pemanasan dulu yah?,” tanya Oik.
Cakka menggeleng, Oik mengusap-usap punggung Cakka. Cakka terlihat berusaha mengatur napasnya, “sudah aku tidak apa-apa, yuk main lagi...dan selamat kamu menang,” kata Cakka mengulurkan tangannya memberi selamat pada Oik.
“Yah, kan belum ada yang sampai akhir, jadi belum ada yang menang,”
“Kamu yang menang kok,” kata Cakka tangannya masih terulur.
Oik menerima uluran tangan Cakka. Namun Cakka segera mengunci tangan Oik dan membawa Oik ke dalam gendongannya.
“Cakkaaaaa, mau ngapaiiiiiiinnnnn?,”
“Kayaknya berenang begini asyik,” kata Cakka langsung terjun dengan Oik dalam gendongannya.
“Peeehhh,” Oik muncul duluan di permukaan air, “ndak lucu,”
“Hahahahaha,” Cakka yang baru muncul ikut tertawa.
Mereka pun akhirnya bermain di kolam berenang di bawah guyuran hujan.
Sampai...
“Cakka! Oik! Kalian apa-apaan?! Kayak anak kecil saja! Ini hujan, kalau kalian sakit bagaimana?! Hah?!,” Daddy Cakka membuat Cakka dan Oik harus mengakhiri permainan mereka.

***

Hari ini, Oik tidak ada jadwal menemani Cakka. Memang Cakka punya jadwal yang cukup padat hari ini dan itu sebagian besar off-air. Dan kata Daddy Cakka, Oik tidak perlu menemaninya. Jadi, tanpa sepengetahuan Cakka, Oik dan Prilly janjian untuk bertemu di salah satu pusat perbelanjaan.
Sudah seminggu Oik dibelikan blackberry oleh Daddy Cakka. Kata Daddy biar Oik sama Cakka tidak susah berkomunikasi kalau sedang tidak bersama. Oik sebenarnya masih agak bingung memakai applikasi-applikasi di blackberry. Salah satu yang dia sudah agak paham, hanya penggunaan ввм. Dan lewat ввм Oik dan Prilly janjian.
Oik berangkat siang sekitar pukul 13.30 dan tiba di tempat yang dimaksud pukul 14.00. Dia bertemu dengan Prilly di depan planet surf. Sebelum Prilly mengajak Oik berputar-putar. Ke salon, sambil melakukan pembicaraan kecil-kecilan, namun terasa dekat.
Mereka juga mengelilingi stand-stand pakaian wanita dan singgah di cafe sebentar untuk bersantai dan berbincang-bincang.
“Oik kamu tinggal di desa mana?,”
“Aku tinggal di desa Asri,”
“Dimana itu?,”
“Jawa Tengah,”
“Oh, hm, kamu sama Cakka sudah ngapain aja?,”
Oik yang sedang meminum minumannya berhenti sejenak. Dia kaget dengan pertanyaan Prilly. Tidak mungkin dia bercerita apa yang dia dan Cakka sudah lakukan. Banyak hal-hal yang tidak harus diceritakan. Masa dia harus bilang, dia dan Cakka sudah beberapa kali ciuman, sekali dipergokin orang-orang berduaan di ranjang dengan pakaian dalam, trus yang kemarin...tidak mungkin. Prilly juga kan perempuan dan dalam konteks ini dia adalah pacar sebenarnya Cakka sedangkan Oik hanya tunangan pura-pura. Dan juga Oik adalah perempuan jadi tahu perasaan Prilly, kalau tiba-tiba ada orang asing seperti dia cerita seperti itu. Melakukan hal yang tidak-tidak bersama pacarnya.
“Aku cuma berlaku sesuai kesepakatan,”
“Yah, maksud aku bukan itu, selain kesepakatan itu kamu dan Cakka di rumah akrab atau tidak?,”
“Hm, lumayan, Cakka kan sibuk, jadi jarang ada di rumah,”
“Oh, begitu yah,”
“Iya,”
Mereka pun melanjutkan acara santai mereka. Sampai Prilly mengantarkan Oik pulang dengan M3 miliknya.

***

Bram (Work)

Oik, bisa mintol?
Jamku ketinggalan di kamar mandi Kka.
Tadi kran di kamarku rusak, jadi air tidak jalan.
Jadi aku mandi di kamar mandi Kka.
Nah aku udh tlp org2 rumah katanya mreka lgi keluar semua.
Mintol dong ambilin soalx takut basah dan rusak. Digantung di atas bathtub ada tempat gantungan. Bathtub di balik tirai. 

Itu SMS dari Bram. Oik segera melangkah keluar dari kamarnya. Menuju kamar Cakka yang tidak begitu jauh dengan kamarnya. Mengetuk pintu, tapi pintu kamar Cakka ternyata tidak di kunci. Oik dengan perlahan masuk ke dalam kamar Cakka. Tidak ada siapa-siapa di dalam.

Oik: Bram, di kamar Cakka ndak ada org.
Bram: Kamu masuk aja Ik ke kamar mandi.
Oik: Shower-nya nyala. Ada org kali.
Bram: Coba buka pintu kamar mandinya aja, kalau tdk di kunci brarti Cakka tadi lupa matiin shower. Jdi msk aja.
Oik: Takut :s
Bram: Membantu org kan perbuatan baik.

Oik pun melanjutkan langkahnya mendekati kamar mandi Cakka. Suara air di dalam makin terdengar. Oik jadi ragu untuk masuk ke dalam. Jadi berhenti sejenak. Tapi kata-kata terakhir Bram membuat Oik kembali melanjutkan langkahnya. Ternyata pintunya memang tidak dikunci. Terdapat celah yang lumayan besar. Oik mendorong pintu kamar mandi. Sekarang dia berada di dalam kamar mandi.
Tirai ada beberapa langkah di hadapannya. Dengan perlahan dia mendekat, dan menyibak tirai tersebut.
Sesosok manusia dengan gaya sensualnya di bawah guyuran air sedang asyik menikmati mandinya.
1...
2...
3...
“AAAAAAAAAAAAAA,” Oik berteriak melihat pemandangan di hadapannya itu. Dia menutup matanya rapat-rapat kemudian membalikan badannya dengan cepat.
Cakka menghentikan aktivitas mandinya, segera mengambil handuk dan menutupi bagian tubuhnya yang seharusnya tidak kelihatan oleh Oik.
“Hei, ngapain kamu di kamar mandiku?,” tanya Cakka.
“A...ku disuruh Bram mengambil jamnya yang ketinggalan di kamar mandi kamu,”
“Trus kamu masuk begitu aja? Tanpa mengetuk pintu atau apa?,”
“Sudah tadi di depan, tapi pintu kamar kamu ndak dikunci, dan kata Bram kalau pintu kamar mandi ndak dikunci, aku masuk saja,”
Oke, Cakka lupa akan kebiasaan buruknya. Kalau mandi tidak mengunci pintu, karena sebagian besar yang tinggal di rumahnya lelaki dan pembantu-pembantunya pun tak ada yang berani masuk tanpa peritah dari Cakka ke kamarnya. Dia lupa sekarang kalau ada Oik. Tapi Bram tahu kebiasaan mandinya ini. Ah sial! Dia dikerjain Bram.
Oik hendak melangkah pergi tapi dia malah tergelincir karena air yang bercampur sabun di lantai kamar mandi Cakka. Oik hampir jatuh tapi ditahan Cakka. Namun, karena lantainya sangat teramat licin. Cakka tidak bisa menjaga keseimbangan dirinya dan Oik juga. Dan...
BYUUURRR.
Mereka masuk di dalam bathtub bersamaan dengan posisi Oik di atas Cakka.
JEPREEETT.
Sesaat bunyi kamera diiringi suara tawa kemenangan melihat adegan itu.
“BRAAAAAAM!!!,” teriak Cakka.

***

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...