Rabu, 25 April 2012

Flirting Messages [One Shoot Story]

Flirting Messages
“Gue tahu ada sesuatu didalam hati lo yang lo sembunyiin... Hm, lo perlu coba yang satu ini,” Katanya sambil menulis sesuatu diatas origami, kemudian melipat origami tersebut berbentuk bebek-bebekan kertas.
Aku mengerenyitkan dahiku, berusaha meminta penjelasan kepadanya...
Dia segera menyerahkan origami ketelapak tanganku, “Tulislah masalah, keluhan, harapan, cita-cita atau apapun yang sedang berkelebat didalam hati lo diatas origami, terus bentuklah bebek-bebekan kertas dan kita sama-sama lepaskan mereka didanau, biarkan bebek-bebek itu bebas lepas tanda masalah atau keluhan lo bebas lepas, tapi jika itu harapan atau cita-cita yakinlah bebek-bebek itu pergi untuk kembali dan membawamu menggapainya,”
“Kenapa harus bebek? Kenapa nggak perahu seperti Kugy di novel perahu kertas? Kenapa nggak roket seperti film-film? Atau kenapa nggak diterbangkan lewat balon agar mencapai langit dan membawanya kepada Tuhan?,”
“Sebenarnya apapun bentuknya tetap satu tujuan melegakan. Bebek. Hm karena bebek itu adalah salah satu hewan dan hewan itu makhluk hidup, makhluk hidup ciptaan Tuhan, tidak seperti perahu, roket ataupun balon yang hanya merupakan ciptaan manusia, meski kita hanya membuat bebek-bebekan, dan kita ini manusia, akan lebih senang bila kita menjadi follower Tuhan bukan manusia, kau mau coba, Oi’oi?”
Itu... Terakhir kali kita bertemu... Dan hari itu berhasil mengubah segala hipotesisku tentangmu... Yang selama ini salah kusadari...

Prolog

“Oik!,” Bentak sebuah suara. Aku tersentak kaget mendengar suara tersebut. Suara guru fisika ku yang paling killer, bu Cintani. Aku hanya bisa menunduk tanda malu.
“Masa soal segampang ini kamu tak bisa menjawabnya?... Kau tahu ibu sudah mengulang pelajaran ini sebanyak tiga kali pertemuan, masa kamu tidak bisa juga? Makanya kamu jangan sibuk dengan tulisan-tulisan tak jelas yang kamu buat! Perhatikanlah apa yang ibu ajarkan! Ya sudah, kamu berdiri dipojok papan tulis dan Cakka boleh kamu kerjakan soal ini? Biar anak ini melihatnya!,” Kata bu Cintani.
Akupun dengan langkah gontai menuju pojok papan tulis dan berdiri disana. Seorang cowok dengan mata hazel dibalik kacamata minus tebalnya, rambut yang disisir sangat rapi, kerah baju yang dikancing sampai kebagian teratas, celana panjang abu-abu kaki kuda, dan sepatu kets biasa tidak ada bermodel dan tidak bermerk. Dari penampilannya aku yakin kalian semua sepemikiran 'dia ini anak terpintar dikelas' dan dia sangat membuatku kebakaran jenggot. Bagaimana tidak? Okay, aku akui otakku memang standard dan susah untuk menyerap pelajaran apalagi berhubungan dengan angka. Aku juga heran kenapa aku mau-mau saja saat mama dan papa menyuruhku masuk kelas IPA. Yang pasti Cakka, dia adalah bencana bagiku.
Pertama.
Waktu itu aku diberikan soal sama bu Nata, guru bahasa inggris untuk membuat kalimat positive tag-question. Dan memang dasarnya otakku lagi stuck karena baru putus dari pacarku yang seligkuh sama anak SMP. Jadinya, aku tidak bisa menjawabnya. Eh, Cakka langsung nyelonong menjawabnya.
This is your ruler, is'nt it?
Dari situ, bu Nata langsung memarahiku habis-habisan, mengangkat Cakka setinggi mungkin, menyuruhku supaya rajin belajar seperti Cakka. Yah, pokoknya sangat-sangat-sangat menjatuhkanku! Huh!
Kedua.
Dia mempermalukanku pada saat pelajaran kesukaanku bahasa indonesia. Padahal dia tahu kan kalau aku hanya bisa menonjol dipelajaran ini.
Saat itu, kita disuruh bu Annisa membacakan cerpen karangan kita didepan kelas. Aku dengan sangat percaya diri maju kedepan kelas dan membacakan cerpen yang kubuat. Setelah selesai membacakannya, saatnya teman-teman berkomentar, bu Annisa menunjuk beberapa teman-teman untuk berkomentar dan sebagian besar menyukai alur, plot dan gaya bahasa yang aku gunakan. Yang terakhir kali berkomentar adalah Cakka.
“Maaf sebelumnya, ceritanya memang bagus, tapi ada satu yang kurang yaitu rasa, nggak tahu kenapa aku nggak ikut menikmatinya, selain itu sependengaranku banyak kesalahan kata dan kaprah, misalnya mengernyit seharusnya mengerenyit, terus kenapa harus tak bergeming? Bukannya bergeming artinya berdiam, cocok kah kalimat berikut 'dia tak bergeming sedikitpun, hanya bisa menghadapi kenyataan pahit didepannya' agak rancu, ya itu sangat menganggu,”
Begitulah, aku sedikit tidak terima! Dan ingin melihat bagaimana karyanya. Siapa tahu lebih parah dariku. Namun, setelah dia membacakannya, aku tak bisa banyak protes. Sungguh! Sastra yang indah. Membuat nilainya lebih tinggi dari nilaiku. Awkward banget.
Tak cuma itu, masih banyak lagi kejadian yang berhubungan dengan pelajaran dan memalukan untukku karena Cakka! Apalagi guru-guruku yang sangat terlihat menyayanginya. Err.
Cakka maju kedepan dan tak sampai lima menit dia sudah menyelesaikan soal fisika yang super duper triple panjang rumusnya. Perasaanku berubah tidak mengenakan. Pasti sebentar lagi...
“Oik! Kamu lihat Cakka,” Kata Bu Cintani. Nah benar kan. “Kamu contoh Cakka, bisa nggak kamu jadi anak yang rajin belajar, peduli sama pelajaran-pelajaran sekolah... Blablabla,” Bu Cintani mulai dengan celotehanya yang membuatku muak dan hanya bisa memainkan bola mataku.

***

A
ku melangkah menjejaki lantai marmer sebuah kantor penerbit. Penerbit ini adalah langganan yang menerbitkan novel-novelku, sudah sejak aku masih duduk dibangku kuliah sampai sekarang sudah lulus kuliah. Tadi pagi, salah satu editor meneleponku. Katanya, pagi ini pemimpin redaksi penerbit yang baru  akan segera datang. Dia anak pemilik kantor penerbit dan dia baru saja lulus kuliah di Eropa. Makanya, semua kru penerbit, editor, percetakan, translator dan lain sebagainya termasuk para penulis diwajibkan datang ke kantor untuk menyambutnya. Dan sialnya, aku kena macet dijalanan. Jadi, aku terlambat. Lebih sialnya lagi, aku dipanggil oleh pemimpin redaksi penerbit yang baru itu diruangannya.
Aku menelan ludahku ketika memandang daun pintu berwarna dark brown dihadapanku. Entah siapa yang akan kuhadapi didalam nanti, mungkinkah serigala? Macan tutul? Atau belatung? Entahlah. Yang pasti aku sedang berada diujung tombak. Bagaimana dengan nasib novel terbaruku yang sudah selesai dari editor tinggal menunggu percetakan? Oh God! Kenapa engkau menciptakan kota se-macet Jakarta.
Akupun memberanikan diri mengetuk daun pintu itu. Lalu tak beberapa lama kemudian setelah ketukan ketigaku, aku mendengar sebuah suara bass dari dalam ruangan.
“Masuk!,” Perintah suara itu.
Dengan perlahan aku memutar gagang pintu itu. Lalu mulai melakukan gerakan mendorong secara perlahan. Sehingga, mulai terdapat celah. Celah itu semakin membesar seiring gerakanku mendorongnya. Lama-kelamaan ukuran celah itu, sebesar diriku. Akupun memasukkan kepalaku duluan, diikuti oleh seluruh badanku. Ruangan ini benar-benar berubah, desain interior dalamnya jadi lebih simple dengan di dominasi dengan warna grey. Sangat teramat lebih baik dari pada ruangan lama milik Pricilla, pemimpin redaksi penerbit  lama, yang didominasi dengan warna orange yang sangat teramat menyesakkan mata.
“Selamat pagi,” Kataku sambil maju perlahan mendekat kearah pemimpin redaksi yang baru itu. Rupanya dia seorang lelaki, dengan rambut agak berantakan namun sepertinya di zaman sekarang ini memang lagi trend. Hanya rambutnya memang yang kentara, karena dia sedang menunduk sambil memperhatikan lembaran-lembaran kertas yang ada diatas mejanya.
“Oik Cahya Ramadlani... Kau terlambat setengah jam,” Katanya masih belum mengangkat kepalanya terus saja memperhatikan kertas-kertas yang ada ditangannya.
Sejak kapan dia tahu nama lengkapku? Bukannya orang-orang di kantor penerbit ini tak satupun yang tahu nama panjangku? Mereka hanya mengetahui nama penaku, Oi’ Cahya? Aku gelisah... Siapa lelaki dihadapanku sekarang ini?
Diapun mengangkat wajahnya, seakan mengenali keresahanku. Oh God! Lelaki dihadapanku ini dewa dari mana sih? Charming, awesome, kewl, kind-hearted, amazing! Ah gila. Dia menyunggingkan senyum dibibirnya yang berwarna peach dan membelah dibagian bawah.
“Lo kaget yah?,” Tanyanya sambil mengerenyit.
“Dari mana lo tahu nama panjang gue?,” Tanyaku setelah anggukan.
Dia berdiri dari tempat duduknya dan mendekat kearahku... semakin dekat... lebih dekat, dan kini tiba tepat didepanku. Aroma parfum vanilla musk tercium jelas menguar dari tubuh lelaki didepanku ini.
Aku mendongakkan kepalaku keatas, karena mataku hanya mencapai dadanya, sedangkan kepalaku hanya mencapai bahunya. Aku mengerenyitkan dahiku sambil menggigit bibirku. Sepertinya, dia memang familiar. Ah, tapi dimana yah aku pernah bertemu dengannya. Kuputar kembali memori otak belakangku yang menyimpan sejarah hidupku. Akupun terantuk pada sosok seorang lelaki yang samar-samar didalam benakku, kutatap wajahnya lekat, aku terlonjak ketika menyadari...
Mata hazelnya.
“Hai, Oi’oi...,” Katanya sambil mengedipkan matanya.
“Lo! Cakka!,” Aku sangat teramat kaget.
Oh God! Bagaimana mungkin lelaki ini adalah Cakka? Cowok tercupu semasa SMA, kutu buku, jadul, tidak gaul sama sekali, jauh dari kata stylish, dan yang pasti cowok yang paling aku benci semasa SMA! Yah walaupun diakhir-akhir aku ‘sedikit’ kagum tapi... Kenapa sekarang Cakka jadi berbeda begini?
“Yap... Lama yah kita nggak ketemu,” Katanya sambil beranjak diposisinya semakin mendekatiku.
“Lo mundur nggak!,” Bentakku karena kaget dengan tindakan Cakka.
“Oke...oke kalau mau lo begitu, dan lo mau novel terbaru lo gue cekal dan nggak bakalan diterbitin!,” Katanya mengancam.
Aku menghela nafasku, entah kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah dan berlari meninggalkan ruangan ini. Dia semakin mendekat, bibir peachnya itu semakin memperlihatkan seringai jahil. Aduh Tuhan! Cakka belajar dari mana teknik membekukan cewek?! Dulu bukannya dia takut sama cewek, malah dia yang sering beku karena cewek?! Kenapa sekarang aku yang beku begini?!
Sistem motorikku seakan tak bisa kukendalikan, padahal otakku sudah memerintah kakiku agar melangkah mundur, tapi kakiku malah tak melakukan gerakan sedikitpun. Yang ada hanyalah wajahku yang tertunduk. Cakka memegang daguku dan mendongakkan wajahku keatas agar aku bisa menatap mata hazelnya lagi. Wajahnya mendekat...
Dan...
“Seburu-buru apa sih lo kemari? Apa lo nggak ngaca yah kalau lipstick lo belepotan,” Katanya dengan ibu jarinya menyentuh tepi bibir bawahku, “Nah... Gini kan rapi... Jadi enak lo ngomong sama gue tentang project lo itu, dari pada gue terganggu dan akhirnya ketawa-ketawa melihat badut didepan gue,” Tajam! Satu hal yang tidak berubah adalah kata-kata tajam dan mengena khasnya.
“Eh...makasih,” Kataku sedikit kagok.
Cakka segera melangkahkan kakinya menjauhiku lalu duduk dikursinya lagi. Dia menatapku.
“Oke Oik...silahkan duduk,” Katanya sambil menunjuk kursi dihadapannya.
Aku melangkahkan kakiku dengan perlahan lalu duduk dihadapannya.
“Seharusnya gue sebagai pemimpin baru disini, disambut dengan sebaik mungkin, tapi...masa ada salah satu penulis andalan disini datang terlambat? Oke, gue nggak gila hormat, tapi...gue cuma mau lo disiplin dan ngehargain gue sebagai pemimpin...tapi setelah gue tahu yang terlambat lo, ya...gue kasih dispensasi sedikitlah, berikut jangan diulang lagi...ah! Gue juga udah baca novel terbaru lo yang siap cetak...jujur gue kaget, apa? Oik penulis novel literature? Yang bener aja...,” Kata Cakka.
“Kenapa salah gue jadi penulis novel literature? Toh karya gue diterima dengan baik...,” Tanyaku melihat ketidak terimaan Cakka ketika tahu aku penulis novel literature.
“Sayangnya mereka nggak seperti gue, yang sudah baca karya lo jauh sebelumnya,” Kata Cakka.
Aku mengerenyit, “Maksud lo?,”
“Gue nggak suka cara lo ngegambarin sosok Diyyo, cowok SMA yang populer yang jatuh cinta pada Youra, cewek SMP yang lugu nan polos dalam teen literature terakhir lo, dan juga gue nggak suka cara lo ngegambarin kefrustasiannya Meliss, saat ditinggal tunangannya Narendra, dihari pernikahannya dalam chick literature terbaru lo... Tapi gue lebih suka lo ngegambarin sosok putri Aneliese yang lemah gemulai, dan jatuh cinta pada Fulhio, seorang duke yang angkuh,” Ya Tuhan dari mana dia tahu cerita itu? Ekspresiku setelah mendengar pemaparan Cakka adalah mataku membesar, mulutku membentuk huruf ‘O’, dahiku mengerenyit.
“Da..dari mana lo...tahu tentang cerita itu?,” Tanyaku ditengah kekagetan.
Secret. Kenapa lo nggak jadi penulis historical aja?,”
Aku menghela nafasnya lalu menghembuskan nafasnya kentara, “Sejujurnya gue sangat pengen jadi penulis historical, tapi… lo tau sendirilah kalau penulis historical Indonesia nggak bakalan diterima publik, mereka akan lebih suka karyanya Lisa Kleypas, Julia Quinn atau Tesa Dare daripada penulis historical dari dalam negeri yang settingnya diluar negeri, karena nggak pure gitu,”
“Kenapa lo nggak coba dulu?”
“Percuma Cakka, nggak akan bisa, palingan penulis historical Indonesia, menulis tentang history zaman kerajaan hindu-budha, nggak kayak gue yang sotoy menulis history kerajaan-kerajaan Eropa,”
“Yaudah deh, terserah apa kata lo,” Kata Cakka sambil menyodorkan sebuah kertas berwarna putih yang kosong melompong kehadapanku. Aku hanya bisa melongo sambil mengerenyit tanda tidak mengerti apa maksud kertas putih dihadapanku sekarang, “Lo tulis nama, alamat, buku-buku lo, nomor ponsel, pin bb juga kalau bisa, hm, pokoknya biodata lo deh disini yah, semua yang gue panggil masuk juga begitu, isi yang lengkap,” Kata Cakka sambil merogoh pena dari dalam sakunya lalu menyodorkan kearahku. Aku segera mengambilnya dan mulai menulis biodataku diatas sana, aneh, bukannya dulu sudah ada yah? Cakka kan kalau perlu tinggal mencari di database didalam komputernya? Aku berhenti sejenak menatap Cakka yang memakai kacamata yang sedari tadi tergelatak diatas meja. Itu bukan kacamata minus yang tebal, namun kacamata tipis yang stylish membuat dia jadi terlihat ehem, seksi dari sini. Dia membaca kembali berkas-berkas yang ada di mejanya. Ya sudahlah, lanjut saja, kali aja Cakka perlu data yang paling baru. Akupun mulai melanjutkan mengisi biodata diatas kertas tersebut.

***

Aku baru saja keluar dari kamar mandi dan masih memakai baju mandi, ketika mendengar ponselku mengaung-ngaung seperti memanggil Oik... Oik ada SMS segera dibaca! Akupun segera mengambil ponselku yang tergeletak diatas kingsize tepat ditengah-tengah sehingga aku harus merentangkan tubuhku diatas. Aku segera membuka SMS yang baru masuk itu.
From: 0812345607
Hallo Oi'oi :D

To: 0812345607
Siapa y?

From: 0812345607
Lo g ush pura2 ga tau deh gue siapa

Err~ sebenarnya aku tahu siapa yang sms ini. Orang gila itu, Cakka. Akupun segera menyimpan nomornya dikontak ponselku, agar aku tidak salah nantinya. Walau bagaimanapun Cakka pemimpin.

Oik (Me): Mau Apa lo sms gue mlm2?
Cakka: Gpp, gak blh y? Yaudh say good bye buat novel terbaru lo
Oik (Me): Ish ngancem
Cakka: Emang, lo lgi apa? Blh g gue tlp lo? Suntuk nih g ada tmn dsni

Aku baru saja akan mengetik balasan untuk melarangnya, tiba-tiba ponselku sudah berdering di layar tertera 'Cakka (Work) calling'. Ish ni anak maunya apa sih?! Nggak tau apa gue mau ganti baju! Bisa mati kedinginan gue dari tadi nggak ganti-ganti baju! Rutukku dalam hati. Dengan malas akupun mengangkatnya.
...Hallo...
...Hallo Ik, lagi apa? Gue nggak ganggu kan...
...Gue baru selesai mandi, gue mau ganti baju, ya pasti lo ganggu lah...
...Oh, ya udah, gue temenin lo ganti baju aja...
...Hah? Gila lo, gimana gue bisa ganti baju? Nih ponsel kan ditelinga gue, ngambil baju aja nggak bisa...
...Loudspeaker, taruh handphonenya di lemari trus lo cari baju aman kan...
...Ya..ya...ya...
...Udah belum Oi'...
...Udah, lo mau ngomong apa?...
...Oi' pake bra yang warna hitam aja kalau lo bingung, itu seksi banget...

Aku terhenti, kaget. Ah, gila nih cowok nggak ada malu-malunya nyebut 'benda itu'. Aku saja sebagai wanita, terkadang malu menyebutnya. Pipiku tiba-tiba panas, aku melihat tanganku yang memang sedang mengambil pakaian dalam dan memang kebetulan sedang memegang yang berwarna hitam itu. Cepat-cepat aku mengambil yang lain dan tidak mengikuti Cakka.

...Oi', nggak asyik ah...lo nggak ngikutin gue...

What? WTF??? Dari mana dia tahu? Aku segera celingak-celinguk melihat sekitar kamarku. Mungkin dia mengintip? Tapi jendela, pintu, pentilasi, tidak ada CCTV di kamarku. Omaigat! Gimana dia bisa tahu?

...Lo sebenarnya dimana sih Cakka? Lo ngintip gue yah...
...Gue? Di kamar gue lah...iya, gue lagi nonton lo nih, di tivi, tadi gue selipin sesuatu waktu lo di ruangan gue, semacam satelit gitu biar bisa mantau lo...
...Hah?...
...Tada! Nggak lah! Mana ada, gue becanda...
...Cakka udah dong, gue mau ganti baju! Lo ganggu gue banget! Apa semua penulis lo ganggu juga kayak gini?...
...Nggak, ya udah deh, padahal gue kan masih kangen sama lo...
...Kangen?...
...Iya lah, lo kira berapa tahun kita nggak ketemu, lo nggak kangen yah sama gue?...
...Eh? Itu, kangen kok...
...Ehm, oke deh kalau begitu selamat berganti pakaian... Bye... Muaaah!...

Aku segera mengakhiri sambungannya. Agak jijik dengan kata-kata dipenutup tadi. Aku bergidik ngeri, tapi jantungku malah berdetak cepat hampir mau copot. Ah! Cakka gila!
Aku baru saja hendak mengambil piyama tidurku, saat ponsel itu mengaung-ngaung lagi. Aku mengambil piyama berwarna putih polkadot warna-warni yang sepertinya akan membuatku tampak seperti badut malam ini. Tapi tak apa, toh tak ada yang melihatnya hanya diriku, gulingku, ranjangku, dan seisi kamarku.
Setelah, ganti baju, aku segera menghempaskan tubuhku diranjang, memeluk gulingnya yang aku namakan 'Buyung' lalu mengambil ponselku dan membaca SMS yang tadi masuk.
Cakka: Oi', lucu deh kalau lo pake piyama polkadot, kyk badut yah :p tp mkin seksi :p *ngebayangin =))

Waduhhhhhh, ini orang! Kenapa dia bisa tahu aaaaaaaaa!!! Jangan-jangan betul tadi dia masang satelit apa gitu! Aaaaaaaa. Aku menggeleng frustasi sambil makin mengeratkan pelukanku pada Buyung. Menenggelamkan wajahku dan memutuskan untuk tidak membalas SMSnya itu! Aku bisa gila!

***

Aku tidak tahu harus berbuat apa jika hari ini Cakka memanggilku, di kantornya itu. Setelah kejadian tadi malam, aku merasa jadi transparan dihadapan Cakka. Oke, mungkin kebetulan saja. Tapi untuk bertemu dengannya sepertinya aku harus membawa Buyung dan menyembunyikan kepalaku dibalik Buyung biar dia tidak melihat wajahku. Tapi sepertinya selama seminggu ini, dan seterusnya aku bakalan intens bertemu dengan Cakka. Sampai novelku terbit. Kapan terbitnya? Oke semua itu ada ditangan Cakka. Jadi aku harus berkelakuan baik dihadapan Cakka, kalau mau novelku mulus menembus pasaran.
Well, dinovel terbaruku ini. Aku yang 'biasanya' membuat teen literature atau biasa dikenal oleh teenlit mencoba gebrakan baru membuat fiksi yang lebih dewasa chick literature atau juga dikenal dengan chicklit. Fiksi dewasa? Sebenarnya bukan 'hal baru' bagiku. Mengingat semenjak SMA aku sudah biasa menulis fiksi yang lebih dewasa diatas usiaku, karena waktu mula-mula menulis aku sering menulis historical romance. Aku terinspirasi oleh Jane Austen. I love her novels, suka banget. Aku sangat ingin suatu saat jadi penulis historical romance. Ya, suatu saat. Bukan untuk saat ini.
Karya-karyaku juga diterima dengan baik bagi para pecinta novel. Buktinya, 4 buku yang telah aku hasilkan, rata-rata diatas 3 kali percetakan ulang. Aku senang menulis. Aku senang berimajinasi. Tapi, sebenarnya karya-karya jenis literature memang bukan aku banget. Ada hal yang tersembunyi didalamnya dan hanya sangat minim orang-orang yang menyadari itu. Sebenarnya, aku harus bersembunyi dibalik topeng. Ya, menjadi orang lain dulu sebelum benar-benar menjadi diri sendiri. Keinginanku adalah suatu saat, aku bisa menjadi diri sendiri. Aku sering buka goodreads untuk memantau, seberapa besar apresiasi publik terhadap novelku. Dan, waw...menembus rata-rata 4,00 keatas. Aku kadang sedih kala dari segelintir orang, hanya ada 1: 1000 yang menyadari kekuranganku itu. Alur ceritaku sebagian berkata perfect, gaya bahasanya mengalir, tapi tak sadarkah mereka dengan nyawa? Aku bahkan merasa tak bisa memberi nyawa pada setiap karakter imajinasiku. Huh!
Well, chicklit terbaruku bercerita tentang Meliss, seorang gadis yang mempunyai tunangan bernama Narendra. Meliss adalah sosok gadis sempurna, sedih bahkan tak pernah menghampirinya. Semua telah dirancang, gaun pengantin telah dipesan. Tapi, apa daya? Takdir berkata lain. 2 hari sebelum pernikahan, Narendra mengakhiri semuanya! Dia menghilang tanpa jejak. Meliss frustasi, segala macam cara dia lampiaskannya karena kefrustasiannya itu. Dari mulai coba bunuh diri sampai ngobat. Dari situ dia ketemu Ferari, seorang pria bule yang mengubah segalanya, menawarkan hal-hal yang belum dia coba. Bersama Ferari, Meliss menemukan dunia barunya. Tapi siapa sangka Ferari adalah suruhan Narendra untuk menebus kesalahannya yang melukai Meliss. Awalnya berjalan lancar, lama kelamaan Meliss tahu juga dan membuat suasana makin kacau.
Mungkin konflik yang aku ambil, agak ribet. Aku juga bingung kenapa membuat konflik cerita yang sebegini ribetnya. Walau akhirnya bisa aku selesaikan juga dengan baik.
Ponselku berdering, aku menghela nafasku. Mengeluarkannya dari dalam tasku. Kupikir dari Cakka, ternyata bukan. Itu dari bagian percetakan yang menyuruh aku ke kantor redaksi penerbit untuk melihat sample novelku. Menerima SMS itu, aku segera keluar dari dalam rumahku menuju ke kantor redaksi penerbit. Dan seperti biasa karena macetnya Jakarta, aku sampai agak lama sehingga kepala bagian percetakan hanya menggeleng-geleng tak tentu sambil memperlihatkannya.
Well, bukunya nampak so sweet dengan cover berwarna baby blue dengan gambar undangan pernikahan berwarna broken white dengan pita baby pink yang sobek dan terbagi dua, serta buket bunga mawar disamping undangan tersebut dan ada setangkai mawar yang terpisah jauh dari situ. Failed Tale, judul novelku terlihat lebih aneh. Tapi, aku cukup puas. Nama penaku Oi' Cahya juga terpampang dibagian pojok kiri bawah buku.
“Ehem,” Sebuah suara, sebelum ada tangan yang cukup besar merampas novel itu dari tanganku.
Aku menoleh, dan mendapati Cakka berdiri sambil menatap novelku sambil mengangguk-angguk.
Beautiful cover! I think we've the best design cover ever, but the readers must know don't judge a book by it's cover!,” Kata Cakka lalu mengembalikan novel itu ke tanganku.
“Maksud lo novel gue itu bagus di cover doang?,” Aku sedikit tersinggung dengan perkataannya tadi.
“Menurut lo? Menurut gue sih Iya, orang lain bisa ketipu tapi gue nggak,” Katanya.
“Trus lo mau ngebatalin penerbitan novel ini?,”
“Eits, big no! Gue nggak sekejam itu juga kali,” Katanya tersenyum kearahku.
Aku bisa merasakan ada sesuatu yang berdesir didalam ketika dia tersenyum. Ah! Ini biasa kupakai untuk penggambaran kalau orang...jatuh cinta? Oh no! I'm not in love with him. Itu cuma reaksi sesaat. Tidak lebih.
Aku segera memasukan novel itu kedalam tasku lalu berjalan meninggalkan Cakka dan kepala bagian percetakan disitu.

***

CK_Nrg: Mt mlm, Oi' lgi apa? Lo g tersinggung kan dgn kata2 gue tdi?
Oi_CR: Lg ngetik buat project baru gue. G lah, lo bnr kok tdi.
CK_Nrg: Project baru? Historical romance y plis? Klo iya, gue bkl jdi org trdpn yg nerbitin!
Oi_CR: Sori. Bkn, ini...chicklit lagi. Gue msh blm bisa, gue msh tkt dgn pergeseran genre gue yg bsr2an kalau bgitu dan gue kehilangan pembaca setia gue
CK_Nrg: Lo cuma kurang keberanian aja Oi', pdhl gue ykn 100% lo bkl jadi lbh dri Lisa Kleypas.
Oi_CR: Lebay lo! G mgkn lah gue lbh dri LK.
CK_Nrg: Bisa aja kok ;)
Oi_CR: Haha!
CK_Nrg: BUZZ!!!
CK_Nrg: BUZZ!!!
Oi_CR: G ush BUZZ!!! Mlulu bsa g sih Kka?
CK_Nrg: Lo msh di dpn laptop
Oi_CR: Y...wlau sdikit cpe...hupfh!
CK_Nrg: Matiin lampu kamar lo dong!
Oi_CR: Buat apa?!
CK_Nrg: Matiin aja!
Oi_CR: Ck!
CK_Nrg: Udh blm Oi'oi?!
Oi_CR: Sbr!

Oke, pembicaraan dengan Cakka di Y!M tampak sudah sangat ngawur. Untuk apa coba dia menyuruhku mematikan lampu kamarku?! Gile aja! Masa aku mengetik dalam keadaan gelap?! Ck! Ya udahlah, dengan terpaksa aku mengikuti kemauan Cakka. Mematikan lampu kamar! Tampak konyol sebenarnya, padahal Cakka kan tidak bisa melihat apakah aku mematikan atau menyalakannya. Sebenarnya tadi aku punya niat berbohong! Tapi sepertinya aku terlalu transparan dihadapan Cakka untuk berbohong.

Oi_CR: udaaaaah...trus?
CK_Nrg: (y) sekarang coba lo bayangin, satu-satunya sinar di laptop lo itu adalah sinar gue.
Oi_CR: Err~ u/ apa? -_-
CK_Nrg: Biar lo tau seberapa besar sinar cinta gue buat lo :p

Ini gombal abis. Aku segera melangkahkan kaki lagi menyalakan lampu yang tadi ku matikan hanya untuk gombalan yang tidak jelas dari orang yang tidak jelas seperti Cakka. Hah! Gila! Dia mau coba flirting messages denganku yah? Sori tidak akan berpengaruh. Aku cukup sering membuat gombalan-gombalan dalam ceritaku jadi, yah aku sudah cukup kebal. Setelah itu, aku kembali menghadap laptop dan memencet tombol sign out biar dia tidak mengganggu dalam mengerjakan project terbaruku ini.
Bunyi ponselku meraung-raung lagi. Pasti dari...

Cakka: Oi'oi udh offline yah? Ah! Gaseru ninggalin perckpan gitu aja...

Aku menghiraukan SMS itu, segera kulanjutkan apa yang ku ketik didalam laptopku. Mengulang membaca paragraf yang baru ku ketik, ternyata tidak nyambung sama sekali! Ku hapus lagi. Good job! Cakka, kau mengacaukan semuanya. Err.
Oik (Me): Cakkaaaaaaaaa!!! Lo ngacauin kerjaan gueeeeee tanggung jawab!!!
Cakka: Iya gue tggung jwb bkln nerbitin novel lo klo udh jadi bgs atau jlk. Oh ya Oi'oi, sekalian buat harlequinn yaw :3
Oik (Me): -_- gmn lo mw gue buat historical atau harlequinn sih ._.?
Cakka: Historical buat masa depan lo :p harlequinn supaya gue baca liat lo ngegambarin hasrat&cinta itu kyk gimana. I think you're good at it. In your historical romance about to duchess to love, I sure I'm drug to read the part of Duke Fulhio and Aneliese maked-love :p, kayaknya prlu digali lbh dlm lagi.
Oik (Me): Gmn klo lo aja yg buat! Kan lo lbh jgo dri gue! Nilai bhs lo di SMA mantep (y). Trs ya, lo jga yg plg pinter pasti lo juga pinter buat bgituan!
Cakka: Buat begituan? :O oh y ampun Oik gue g nyangka lo srg buat 'begituan'!
Oik (Me): Hi, don't think a silly thing! Gue msh tingting! Lo kira gue kyk lo yg mgkn mganut paham liberal, scra yg prnah di Eropa gitu loh!
Cakka: I didn't think a damn thing, but you did.
Oik (Me): Oke! Prckpn smpe dsni sprtinya sdh smpe kearah privacy! Bye!
Cakka: Asl lo tau gue g nganut phm liberal, gue mah ttp no sex before marriage! Oke deh bye... Muahh! :*

Kenapa bisa percakapan gue dan Cakka lewat SMS ini, sudah sampai ke area yang sangat pribadi. Huh! WTF!!! Cakka sepertinya belum puas menghancurkan masa SMA ku dan menjadikanku siswa yang terlihat sangat bodoh! Dia juga ingin menghancurkan hidupku sekarang dengan SMS-SMS yang sungguh mengganggu!
Aku menutup laptop, mencampakan ponselku keatas sofa dan berjalan keluar dari kamar menuju teras rumah, dan berteriak sekencang-kencang mungkin...
“Cakkaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!,” Sampai nafasku terasa satu-satu. Barulah aku menyadari itu hal bodoh, bukannya melampiaskan kekesalanku, ternyata membangunkan tetanggaku dan aku harus menerima SMS dari tetanggaku.

Gita Nextdoor: Oiiiiiikkkkkkk!!! Lo gnggu tdr mnis gue! Kalau pth hati diputusin cwo jgn triak2 dong!!!!!!!

Oke, sekarang aku terlihat sangat bodoh. Diputusin? Hah?! Aku tidak punya pacar semenjak semester 6 kuliah. Ngenesnya padahal waktu SMA aku adalah yang paling sering gonta-ganti pacar. Satu hal baru ku sadari, aku sudah 3 tahun menjomblo. What?!

***

Kertas warna putih itu segera kutorehkan bercak hitam diatasnya, mengukir kata demi kata dan merangkai semua unek-unekku didalam sastra.

Ini tentang pilihan. Menjadi mentari yang terlihat gagah dengan sinarnya yang selalu benderang bercahaya, atau menjadi hujan sehari yang bisa menyapu panas setahun?

Aku segera melipat kertas itu membentuk bebek-bebekkan. Danau dihadapanku terhampar begitu indah. Aku segera melepaskan bebek-bebekan itu di danau. Melihat bebek-bebekan melaju diatas birunya air danau.
Akupun duduk dihamparan rumput tepi danau, bersila diatasnya. Mengambil batu dan kadang melemparnya ke danau. Sunyi sepi, hanya ada suara air beriak. Aku memang sedang ragu dan bimbang dalam menentukan hidupku belakangan ini. Sangat bimbang. Dan kurasa hal konyol yang selalu kulakukan karena seseorang yang lama menghilang kembali lagi dalam hidupku menjadi sosok yang lebih menyebalkan dari sebelumnya. Dia yang mengajarkanku ritual ini. Yang akhirnya kunamakan 'ritual plong'. Tapi benar, setiap kali aku melakukan ini, aku merasakan kelegaan.
Aku menyipitkan mataku, kala melihat bebek-bebekan berjalan melaju diatas danau, kearahku. Bukan! Itu bukan bebek-bebekan yang kubuat tadi. Warnanya kuning, dari origami bukan dari kertas hvs yang tadi kubuat. Bebek-bebekan terus melaju kearahku dan berhenti ketika menyentuh tepi danau. Aku segera mengambilnya. Membongkarnya seraya bertanya dalam hati. Ada lagi yah yang sering membuat bebek-bebekan selain aku? Perasaan selama bertahun-tahun aku tidak pernah melihat ada orang yang segila diriku ini. Aku membuka lipatan-lipatan itu dan benar saja, ada sebuah tulisan yang sedikit tersapu oleh air tulisannya, tapi masih bisa untuk dibaca.

Usai Hujan Menderas Pelangi Datang, Matahari Pun Terangi Hari Hari...
AKU = aku akan memilih pelangi dibanding hujan dan mentari.. karena ada pelangi disaat hujan usai, dan kemudian mentari datang...

Ya ampun, aku lupa tentang adanya pelangi. Thanks to God! Thanks to siapapun yang membuat bebek-bebekan ini! Yang kembali mengingatkanku tentang adanya pelangi. Aku mungkin bisa tidak memilih keduanya. Tapi memilih pelangi, karena diantara 2 pilihan, masih ada beberapa peluang yang membuatnya lebih terlihat indah dan bisa mendapatkan keduanya. Akupun tersenyum, melipat kembali origami itu, menghanyutkannya. Lalu melangkah pergi dari danau itu.

***

“Cakka! Gue terima tantangan lo tentang membuat historical romance lagi!, batalkan penerbitan chicklit gue!,” Kataku yang secara tidak sopan dan tanpa mengetuk pintu masuk kedalam ruangan Cakka.
Cakka mengerenyit dengan lalu melepas kacamatanya dan dengan santainya merapikan mejanya dan mempersilahkan aku duduk. Akupun duduk dihadapannya. Dia tersenyum kearahku, senyumnya mampu membuat bulu kudukku merinding.
“Lo yakin?,”
“Yakin!,”
Okay, tapi gue nggak tega ngebatalin chicklit lo, gimana kalau sejalan aja?,” Katanya kembali tersenyum.
“Maksud lo?,”
“Ya sekali terbit dua gitu,”
“Hah?! Gue kan suruh ngebatalin! Bukan pending nungguin historical gue selesai,” Kataku.
Cakka membuka lacinya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam lacinya. Seperti sebuah kado yang dibungkus dengan kertas kado bermotif batik dan pita berwarna pink diatasnya. Dia memberikan itu kepadaku. Dengan bengong aku menerimanya.
“Yah… sebenarnya itu hadiah ulang tahun lo bulan Januari nanti, tapi karena lo berubah pikirannya cepat, dan gue meleset, jadinya gue kasih itu deh sekarang,” Katanya.
Cakka ingat ulang tahun ku? Dari mana coba? Dia kan tak pernah ku undang waktu ulang tahunku dulu saking sebelnya aku kepadanya. Aku membuka kado tersebut. Aku penasaran dengan apa yang ada didalamnya. Semoga bukan sesuatu yang buruk. Kusobek satu per satu kertas kadonya, sepertinya sebuah buku. Buku apa yang Cakka berikan untukku? Semakin penasaran, aku membukanya semakin cepat dan lebih cepat sehingga kertas kado itu berserakan diatas lantai ruangan Cakka. Mataku melotot ketika melihat…
“Ya ampun Cakka… apa ini?,”
Sebuah buku hardcover yang terlihat fresh karena backgroundnya hamparan rumput dengan kecil dipinggirnya. Dihamparan rumput itu ada sepasang pria dan wanita. Keduanya memakai baju western sedang berdansa. Diatasnya terukir sebuah judul yang agak timbul, To Duchess To Love dibawahnya ada sebuah tulisan yang lebih membuatku kaget lagi… a novel by Oi’Cahya. Masih tidak percaya aku membuka halaman demi halaman novel tersebut. Ya Tuhan, ini benar novel yang kubuat semasa SMA, yang takut aku kirimkan kepada penerbit dan hanya menjadi koleksi pribadi, yang naskahnya ku buang sebelum bertemu Cakka di danau itu!
Well, itu sudah siap semua, tinggal menunggu aba-aba lo untuk dipublikasikan, sudah gue cetak sebanyak seribu dua ratus eksemplar baru awal, tapi gue yakin akan ada percetakan ulang, karena ini konsumsi ‘rasa’ baru publik,”
“Cakka… tapi… bagaimana bisa… oh…,”
Aku kehilangan kata-kata untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Mataku sudah berkaca-kaca. Dan diluar pengendalianku, kakiku melangkah dan tanganku segera meraih Cakka. Aku memeluknya, erat. Aku tak tahu bagaimana cara menggambarkan perasaanku yang sangat senang, dengan memeluk Cakka mungkin bisa. Wangi tubuh Cakka tercium jelas, dan aku nyaman berada diposisi ini untuk beberapa menit, beberapa jam, beberapa  hari, beberapa minggu, beberapa tahun dan untuk selamanya. Oke, kenapa aku berpikir ke arah sana? Tidak! Kenapa aku jadi tidak ingin melepaskan pelukan ini apalagi saat aku menyadari Cakka membalas pelukanku dan menempatkan dagunya diatas kepalaku, membelai rambutku, sebelum…
“Ehem…,” Sebuah suara membuyarkan semuanya. Aku segera menjauh dari Cakka begitu pula Cakka dariku setelah menyadari yang masuk adalah…
Hi Daddy,” Sapa Cakka.
Ayahnya Cakka. Pemilik kantor penerbit ini. Please, kill me now! Aku menggigit lidahku ketika ayahnya mendekat kearah kami dengan tatapan yang misterius.
“Kau Oi’Cahya kan?,” Tanya ayahnya Cakka sambil menatapku dari ujung kaki ke ujung kepala.
“I… Iya… Pak,” Aku sedikit gagap karena tatapan ayahnya itu, apalagi setelah kejadian yang dipergokinya tadi.
Ayahnya Cakka mengangguk-angguk.
Can I talk with Cakka now? I hope I didn’t disturb what happened beetwen you and my son…,”
“Oh…sure you canno you didn’t disturb… we just… eh… I’ve to go now!,” Kataku yang terdengar konyol segera memeluk novel itu lalu melangkah keluar dari ruangan Cakka. Setelah mengunci pintunya, aku bersandar dibalik pintu menutup mataku sebentar agar aku segera kembali ke bumi dan tidak memikirkan apa yang terjadi antara aku dan Cakka tadi.

***

Cakka: Oi’oi… sori tdi Daddy gue dtg disaat yg tdk tepat -_-
Oik (Me): Hahaha… ya gpp… bdw, thnks bgt ya :)
Cakka: U’r wlcm… jdi lauching novel lo skli dua ya kan?
Oik (Me): Maruk dong gue
Cakka: Gpp kok ;) biar org2 bisa ngrasain perbedaan feelnya
Oik (Me): Tpi gue takuuuuuuuttt… aaaa… jgn2 g ada yg suka :(
Cakka: Jgn jadi pesimis dong Oi’oi… klo takut biar gue tmnin lo nanti ;)
Oik (Me): Gue mlh lbh takut klo brg lo, nnt dikira gue ada affair sama lo makanya gue bisa nerbitin novel sekali dua novel
Cakka: G akan ada yg berani blg kyk gitu gue jamin! Mau y?
Oik (Me): Hm, gmna y? lo tmnin doang kan g lebih?
Cakka: Iyaaa… n gue jga ga akan blg ke publik klo gue kepala redaksi penerbit :p
Oik (Me): Oke deh
Cakka: Sip (y)… bdw, lo lbh suka pake point of view orang ketiga diaan author omnician yah?
Oik (Me): Yah… biar pembaca lebih puas dan tahu sampai kedalaman hati karakter, kalau lo suka baca point of view apa?
Cakka: G ah, gue g suka point of view, gue plh I love view!
Oik (Me): Garing-_-
Cakka: Biar :p
Oik (Me): Y udh y Cakka kyknya kalau gue g akhirin lo g bkln brenti SMS gue, n skrg gue lgi masak ntar msakan gue gosong!
Cakka: Oke… selamat memasak ;) skali-skali msakin buat gue yah :p… dadahh… muahh!! :*

Agak sedikit risih sih kata ‘muah’ diakhir SMS Cakka denganku. Kalau dihitung-hitung yah, aku jadi sangat sering SMS-an sama Cakka. Dan pasti ditiap SMSnya menebar flirting. Dari yang garing sampai bikin aku klepek-klepek. Sepertinya kalau dia buat buku kumpulan flirting messages, aku yakin bakalan jadi best seller karena sepertinya sekarang orang-orang lagi butuh buku seperti itu. Bisa kali yah nanti aku mengusulkan dia buat buku sejenis itu. Hahahaha.

***

Hari yang melelahkan! Tadi aku baru saja selesai lauching kedua novelku. Semoga hasilnya bisa memuaskan  dan diterima dikalangan para bookworm. Tadi Cakka menemaniku, bersama editorku, launching bukunya diadakan di salah satu mall daerah Depok. Ternyata banyak yang antusias. Semuanya bertanya tentang novel-novel terbaruku. Pertanyaannya bisa ditebak mengenai aku yang tiba-tiba melakukan perpindahan genres dari literature ke historical. Membuat banyak yang kaget. Apalagi aku meluncurkan 2 buku sekaligus dengan genres yang bertolak belakang. Untung aku bisa menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan dari para pembaca setiaku. Tadi cukup kelimpungan juga dengan pertanyaan dari salah seorang pembaca bukuku mengenai lelaki disampingku yang tak lain dan tak bukan adalah Cakka. Aku bingung menjawab apa? Bahkan ada yang mengatakan bahwa Cakka itu pacarku, tapi dengan santainya Cakka menjawab kalau dia adalah profread novelku yang terbaru. Aku bahkan tidak berpikiran kesana, dan aku lupa kalau Cakka punya otak yang IQnya diatas rata-rata jadi bisa dengan cepat mengatasi suasana. Itu yang membuat pertanyaan beralih pada Cakka yang mengaku sebagai profread novelku.
Ah! Hampir lupa 'ritual plong'. Akupun segera mengambil langkah keluar dari kamarku. Meski hari sudah malam, aku harus melakukan ini. Kalau tidak melakukan ritual tersebut, kebahagianku terasa belum lengkap.
Setelah tiba di danau tempatku biasanya melakukan ritual plong itu. Aku segera mengeluarkan origami berwarna pink lalu menulis sesuatu diatasnya.

Aku tak tahu lagi akan menggambarkan perasaanku saat ini seperti apa, jika bisa kugambarkan dengan rembulan. Saat ini rembulan sempurna ada dipangkuanku.

Aku kembali melipat origami seperti yang biasa kulakukan, lalu menghanyutkannya menatap kepergiannya yang semakin jauh. Aku tersenyum senang.
“Bulan selalu menderang disaat malam hari karena rembulan purnama lah satu-satunya cahaya atau sinar yg begitu kuat di saat malam hari...” Sebuah suara mengagetkanku saat menyaksikan bebek-bebekanku melaju. Menoleh kearah sumber suara tersebut, wangi tubuh yang ku kenali mulai merasuk kedalam hidungku. Saat ku dapati seorang lelaki berdiri dihadapanku, “Well, Oi'oi gue masih nggak nyangka lo ingat dengan ritual yang satu ini dan lo masih melakukannya sampe saat ini,” Katanya tersenyum kedua tangannya didalam saku dan berjalan semakin dekat kearahku.
Oh shit! Don't smile Cakka! I'm stop breathing and my heart can't stop beating, when you smile. Haduh! Senyuman Cakka malam ini kenapa efeknya bisa sedalam itu. Aku melihat sosok Cakka dibawah rembulan purnama sempurna malam ini, dia seakan kembali menjadi Cakka yang kutemui sehari setelah kelulusan.
“Selamat yah, impian lo untuk menetaskan novel historical romance sudah terwujud,”
“Gara-gara lo juga,”
No! Itu murni usaha lo kok, kenapa nggak coba dari dulu, pasti lo nggak perlu jadi orang lain dulu sebelum jadi diri sendiri,”
“Gue cuma kurang keberanian aja, gue akui itu!Penyebabnya sih karena sebenarnya gue takut sama orang tua gue, yang nggak setuju bila gue jadi penulis, mereka lebih setuju kalau gue jadi penyanyi gitu, sementara gue bisa nyanyi tapi nggak minat jadi penyanyi, jadinya deh dari dulu gue kalau netasin buku pake nama pena gue Oi'Cahya dan nggak berani memakai nama lengkap gue, orang tua gue pernah nemu tulisan gue yang historical romance dan ngebakar tulisan gue itu, jadinya kalau gue nulis historical lagi, gue takut mereka bakal tahu itu punya gue,”
Kenapa aku jadi curhat yah sama Cakka? Ya sudahlah, aku juga butuh teman berbagi, mungkin Cakka bisa jadi teman berbagi.
“Oh gitu yah, pantes...hm, trus sekarang orang tua lo udah ngerestuin lo jadi penulis yah makanya lo berani mengambil keputusan?,”
“Sejujurnya belum, gue ngambil keputusan sendiri! Karena sepertinya sudah saatnya menjadi diri sendiri bukan orang lain,”
Good choice!,” Kata Cakka mengacak rambutku sambil tersenyum (lagi) dan senyumnya itu...ah senyumnya itu...aduh susah dijelaskan dengan kata-kata.
“Oh ya, by the way, apa maksud perkataan lo tadi?,” Tanya gue.
“Yang mana?,”
“Yang tentang bulan rembulan itu,”
“Oh itu...sebenarnya gue cuma mau bilang rembulan itu anggap aja gue, gue akan selalu jadi cahaya atau sinar yang kuat disaat lo terlelap dalam kegelapan. Entah lo sedang kesepian nan sunyi ataupun duka dan sedih,”
Kami terdiam selama beberapa saat. Hening, hanya udah suara burung yang sesekali berkicau. Kami menatap danau yang terhempar luas dihadapan kami. Aku menutup mata merasakan kesejukan malam yang tiada tara itu. Aku membuka mataku, menatap Cakka yang ada disampingku, tatapannya lurus kearah danau. Dan entah dorongan dari mana, aku berjinjit tanganku memegang lengannya dan menekan bibirku pada bibirnya yang berwarna peach itu. Begitu lembut namun begitu kuat. Bagaikan beludru, memberi kehangatan disekitarku. Sebelum sebuah suara seperti alarm yang meraung-raung ditelingaku Miss Oik, are you know what you doing now? Wake up! You're in love with him!. Aku membuka mataku yang tadi terkatup menikmati tekanan itu. Kaget dan segera menjauhkan diri dari Cakka. Cakka terlihat shock dengan apa yang kulakukan tadi padanya.
“Ehm, thanks for everything,and... Hm, I... I've to go now! Bye... See you tommorow,” Kataku yang langsung meninggalkan Cakka disitu yang sepertinya belum seutuhnya kembali ke bumi.

***

Oh God! Apa yang aku lakukan tadi? Aku mencium Cakka? Ku harap ini tidak akan berkepanjangan. Ku harap Cakka tidak akan menyinggungnya pada besok hari ataupun pada SMS-SMSnya itu. Duh...aduh, kenapa tadi aku bisa lepas kendali?
Ponselku berdering. Aku takut membuka pesan masuk. Jangan itu dari Cakka. Jangan bilang Cakka mau bertanya tentang arti ciuman tadi. Jangan bilang...jangan bilang...aaaaaaaa plis don't tell me! Dengan perlahan aku mengambil ponselku dan membuka kotak masuk.

Cakka: Good nite Oi'oi, have a sweet dream :)

Just it?! Syukurlah dia tidak menyinggung hal itu. Aaaaa, tapi kenapa aku jadi merasa sesuatu yang hilang, karena kupikir itu flirting message darinya lagi. Ternyata hanya greeting darinya. Huh! Tapi ya sudahlah, hari ini adalah one of my best day ever!
Akupun mengambil Buyung yang tergeletak disampingku. Merengkuhnya didalam pelukanku, kemudian mengarungi dunia mimpi.

***

Beberapa hari setelah diluncurkannya novel baruku. Aku membuka goodreads untuk mengetahui respon bookworm tentang kedua novelku. Aku yakin banyak yang akan membanding-bandingkan kedua karyaku itu. Setelah sign in aku segera mengetikan judul chicklit terbaruku dan shock dengan rate yang hanya rata-rata 2 sampai 3 bintang, dan ehm, dengan komentar yang cukup pedas-pedas dari para goodreaders.

“Gue rada kecewa sama buku mbak Oi' yang satu ini. Konfliknya terlalu belibet! Walaupun endingnya bisa diselesaikan dengan baik tapi tetap aja ini kurang greget gimana gitu.
Gue nggak suka dengan karakternya Narendra yang terlalu cemen.
Intinya gue kecewaaaa sama yang ini makanya gue cuma kasih 2 bintang.”

“Sayangnya gue baca to duchess to love dulu baru gue baca failed tale ini. Beda dengan to duchess to love yang gue kasih bintang 5 penuh! Gue cuma ngasih 1 setengah bintang yang gue bulatin jadi 2 bintang untuk failed tale ini. Maaf mbak Oi' gue harus bilang ini garing banget! Konflik yang biasa di angkat di chicklit. Beda banget sama to duchess to love, yang walaupun sering diangkat di historical romance tapi feelnya dapet banget. Disini gue nggak dapet feel sama sekali. Hambar! Ini cuma buat gue ikut frustasi akibat Meliss yang over frustasinya. Akhirnya gue tahu apa yang membuat setiap kali gue nge-review karyanya mbak Oi' ada yang kurang, ternyata feelnya :) dan mbak Oi' sepertinya berhasil menemukan genre yang membuat mbak Oi' bisa memberikan nyawa. Oke deh, overall keep writing mbak Oi'... God bless you.”

“Satu kata B-O-R-I-N-G.”

Itu adalah 3 komentar yang paling mencelos dihatiku. Aku penasaran dengan to duchess to love, apakah sama saja dengan ini? Mungkinkah aku ditakdirkan untuk menulis teenlit saja, diusiaku yang sudah tidak teen lagi?
Tapi kalau melihat komentar nomor 2 itu, berarti rate to duchess to love mungkin lebih baik dari ini. Tapi, aku jangan berharap dulu! Akupun segera mengetik related books punyaku dan memilih to duchess to love.
I'm so surprised. Rattingnya rata-rata 4 sampai 5 bintang. Wow! Dan baru beberapa hari sudah ada lebih dari 500 orang yang memberikan ratenya. New record for me! Komentarnya juga rata-rata berupa pujian. Benar kata Cakka! Aku memang lebih cocok untuk genre ini. Coba kalau aku tidak mendengar kata-kata Cakka, pasti novel kali ini akan menjadi novel terburuk sepanjang masa.

Awalnya gue rada ragu sama novel mbak Oi' yang ini. Gue kaget mbak Oi' yang penulis teenlit sudah menetaskan historical romance tanpa aba-aba, soalnya terakhir kabar yang gue dengar mbak Oi' bakal meluncurkan chicklit, eh ternyata ada surprise baru dengan historical romancenya. Gue ragu sebenarnya buat baca historical romance dalam negeri yang gue pikir bakal nyeritain tentang kerajaan hindu-budha, ternyata nggak, malah nyeritain kerajaan Eropa, dan cukup menakjubkan karena gue berasa masuk kedalam alurnya. I'm sure, I'm in love with Fulhio! Five full stars for you mbak Oi' (y) :).”

“Ini kereeeeeen banget! Good job!.”

“It's totally rock \m/ gregetnya dapet! Alurnya oke, gaya bahasanya mantep banget deh! Gak nyesel bacanya. By the way yang say thanksnya rada gimana gitu pas baca nama Cakka, kayak istimewa gitu! (ʃƪ´`)‎​​`ʃƪ) kayaknya ada sesuatu deh sama mbak Oi' dan orang bernama Cakka itu... #plak #malahgosip. Okaydehchaw.”

Sesungguhnya aku belum baca yang bagian say thanks sampai saat ini. Secara novel ini terbit tanpa campur tangan dari ku, oke tentu kecuali naskahnya yang memang aku yang membuatnya. Tapi, urusan penerbitannya, bahkan aku tahu novel ini akan terbit hanya berselang beberapa hari sebelumnya. Akupun mengambil novel itu dari dalam tasku segera membuka halaman belakang.

Say thanks to:

My Lord.
My family.
My editor.
My profreads.
My publisher and crew.
My Cakka

Oke! Itu terlihat sangat aneh. Hampir disetiap novelku, aku cuma berterima kasih kepada semua yang terlibat tanpa menyebutkan satu per satu. Apalagi memakai nama Cakka dengan embel-embel 'my' didepan dan simbol 'love' dibelakang. Sepertinya Cakka mengerjaiku. Aku hendak SMS Cakka untuk marah-marah dan menyerangnya karena berani-beraninya menulis say thanks tanpa persetujuanku. Tapi, mengingat apa yang telah dia lakukan, dia sudah membantu banyak untuk karya yang satu ini! Bayangkan dia mengetik lagi naskahku dari awal karena aku tidak memberikan soft copy naskah padanya. Bahkan soft copynya sudah lama menghilang dari laptopku. Dan banyak lagi yang dia buat, aku rasa aku tidak perlu mempermasalahkan tulisan itu. Akupun mengurungkan niatku itu.

***

Aku sedang membaca buku sambil mendengarkan lagu dari iPod. Kala SMS masuk ke ponselku.

Cakka: Oi'oi... Lg ngapain?
Oik (Me): Lgi baca buku smbil dger lagu di iPod nih...
Cakka: iPod? Tau gak klo iPod itu gue?
Oik (Me): Sygnya g tau!
Cakka: Y :( msa sih lo ga tau? Pdhl gue kan selalu ada dengan nyanyian alunan lagu harmoni merdu disaat lo lagi sepi, masa g nyadar sih Oi'oi?

Yak! Cakka mulai lagi dengan flirting messagesnya. Saban hari, dia ngirimin flirting messages untukku. Dan sepertinya untuk semua wanita yang ada di kontak ponselnya. Tapi jujur itu benar-benar flirting buatku, kalau kata Justin Bieber sih “butterflies in my stomach won't stop-stop” itu setiap kali aku menerima flirting messages itu. Tapi terkadang, aku juga risih keseringan menerima flirting messages dari Cakka. Bukannya risih karena apa, tapi sebenarnya lebih ke perasaan lebih ke gelisah. Karena menyadari aku mulai tak bisa berhenti tersenyum menerima SMS itu. Sering tak bisa tidur karena SMS-SMS itu yang ada dikepalaku. Dan lebih takut lagi kalau aku jatuh cinta pada Cakka hanya karena flirting messagesnya itu!
Oke! Aku TIDAK jatuh cinta pada Cakka! Untuk memastikannya, aku harus mengimbangi permainan flirting messages Cakka! Harus! Kalau aku tahu ini permainan pasti kemungkinan untuk aku jatuh cinta padanya kecil, mengingat kita sama-sama bermain agar aku tidak jatuh terperosok! Oke Cakka jika itu maumu, here we go! Kita bermain bersama...

Babak I (1 untuk Cakka-_-)
Cakka: Oi'oi, knp tadi g dateng ke ktr?
Oik (Me): Gue lgi dpt!
Cakka: Y ampun Oi'oi g ada yg alasannya lbh kreatif dikit apa? Lo kan pke pembalut-__-
Oik (Me): Pembalut? Lo tau g klo gue itu pembalut...
Cakka: Tau!
Oik (Me): Masa?
Cakka: Iya... Karena lo pelindung samping...wkwkwkwkwk
Oik (Me): Bukan-_- karena gue orgnya setia setiap saat buat lo :3 kyk pmbalut :p
Cakka: Lho? Jadi lo pake pmblt setiap saat? :O gilaaaa, gue kira pmblt cma di pke kalau lgi M... Bknnya rexona yg di pake setiap saat? :O
Oik (Me): Waduh salah iklan-_-
Cakka: Wkwkwkwkwkwkwk...
Oik (Me): G usah ketawa!
Cakka: Iya deh iya... Gue tau kok lo itu kyk pembalut ;) karena wanita kayak lo itu ingin dimengerti ;) jadi gue pasti ngertiin lo kok, nyante aja.

Babak II (2 untuk Cakka)
Cakka: Lo lbh milih S&M atau SPG Oi'?
Oik (Me): Ga dua2nya gue lbh milih arabican night bareng lo :3
Cakka: Ga asyik! Klo yg itu lo pake cadar dong!
Oik (Me): Lo mau yg gmana dong? Gimana klo NHS aja?
Cakka: Wow! Lo tau no hand service! Mantap (y) tapi sori gue g suka, itu nyiksa gue, yg g bisa 'sentuh' apa2!
Oik (Me): Klo S&M gue yg tersiksa!
Cakka: Emang lo tau S&M yg gue mksd apa?!
Oik (Me): Tau lah! Lo kira gue g tau yg bgituan!
Cakka: Hahahaha...emg! :p makanya jgn negative thinking :p maksud gue tuh lo mau (S)ingle & (M)arried atau (S)ingle (P)acaran (G)et Married? Spy gue bsa tau mau lakuin apa sma lo pacaran dulu sama lo atau langsung nikah ;p

Dua babak pertama itu kenapa malah menjurus ke hal-hal yang seperti itu? Dan lebih awkward lagi aku kalah telak 2-0. Babak ketiga, aku harus menang! Akhirnya kuputuskan untuk SMS Cakka duluan.

Babak III (1 untuk Oik)
Oik (Me): Cakka :3
Cakka: Knp lo? Kgn gue yah?
Oik (Me): Iya nih, kgn bgt...
Cakka: Oh...
Oik (Me): Lo g kgn sama gue?
Cakka: Kgn kok
Oik (Me): Kka...
Cakka: Hm...
Oik (Me): Do you have a lens?
Cakka: No, I'm not a camera
Oik (Me): Yeah! That's! But I don't know why Kka, when I see you, I SMILE :)
Cakka: :) muaaah :*
Oik (Me): Yey gue menang :p
Cakka: Err~ -_-

Babak IV (3 Poin untuk Cakka)
Cakka: Oi'oi, am I stupid?
Oik (Me): G...lo anak cupu plg pinter jaman gue SMA =)) hahaha...kenapa lo tanya kyk gitu? Any problem?
Cakka: Yeaah, because you're the only one in my mind :)
Oik (Me): -____-

Babak V (BATAL!)
Oik (Me): Cakka, klo gue srh plh lo antara nyuapin gue makan/ngelap mknan yg belepotan dibibir gue lo plh mana?
Cakka: Gue pilih suap mknan pake bibir :p
Oik (Me): Emang bisa gitu?-_-
Cakka: Bisa lah~
Oik (Me): Blg aja mau nyium gue-___-
Cakka: Ga gue mnta juga lo udh nyium gue duluan :p

Ini sudah harus dihentikan, kalau sudah menyinggung tentang ciuman waktu itu. Haduh, aku tidak sengaja, itu diluar kendaliku. Bisa tidak sih Cakka tak usah menyinggungnya lagi. Akupun memutuskan untuk tidak melayani flirting messages babak V ini. Karena bisa mengingatkanku saat-saat itu. Dan akupun sadar, sekeras apapun aku berusaha meladeni flirting messages Cakka, aku tetap kalah. Cakka itu kayak god of flirt. Segera aku ambil laptopku kembali dan melanjutkan mengetik project novel terbaruku.

***

Cakka: Oi'oi bbrp hari ini lo kyk mghindar dari gue... Knp :(?
Oik (Me): Gpp, gue cma lgi fokus sama project novel terbaru gue
Cakka: Tapi lo beda :(
Oik (Me): G kok
Cakka: Apa krn gue bhs yg soal ciuman itu? Sori :(
Oik (Me): Oh! Plis don't disturb me! Don't send me your flirting messages, It makes me crazy you know!?
Cakka: Oke...oke, gue janji ga bkl SMS-SMS lo lagi! But I want to be with you just in 2 days... Can I?
Oik (Me): 2 days? Lo mau bwa gue kmana 2 hari?
Cakka: Hm! Jln2 keluar kota brg gue mau g?
Oik (Me): Ah~ gila lo! Lo blg dulu mau kmna?
Cakka: Bali... Ada yg hrs gue krjakan dsana, dan gue bth tmn! Sprtinya lo bisa jdi tmn gue buat ksana. Dan tng aja kok gue g bkl ngapa2in lo disna, kita tgl bda kamar, lo cma tmnin gue jln2 gitu.
Oik (Me): Trs klo gue tmnin lo 2 hari itu lo berhenti dgn SMS mngganggu lo itu?
Cakka: Sure!
Oik (Me): Oke setuju! Kita brgktnya kpn?
Cakka: Besok pagi
Oik (Me): Apa?! Bsk pagi?!
Cakka: Lo udh stuju g blh cabut kata2 lo tadi!

Besok paginya, Cakka menjemputku. Kita sama-sama ke bandara pagi-pagi. Tiba di Bandara Ngurah Rai Bali sekitar pukul jam 11.00 dan kita langsung melaju ke hotel yang letaknya tidak begitu jauh dari bandara tersebut. Aku dan Cakka tentu saja pisah kamar, tapi kamar kita bersebelahan. Aku sebenarnya masih bertanya-tanya dalam hati apa yang akan dikerjakan Cakka di Bali? Tadi Cakka juga bilang bahwa ketika tiba dia harus menemui Mr. Marks seseorang yang datang dari Jerman, dia harus bertemu dengannya di restoran hotel. Tapi, dia tak mengatakan untuk apa dia bertemu dengan Mr. Marks itu.
Jadi, karena Cakka tidak akan ada di kamarnya dan tidak akan mengajakku jalan-jalan saat ini. Aku memutuskan untuk menyimpan barang-barangku yang hanya ada didalam sebuah koper kecil, karena hanya untuk 2 hari aku berada disini, jadi tak perlu repot-repot untuk membawa barang-barang yang banyak. Setelah itu, aku memutuskan untuk berendam air hangat. Baru melanjutkan ketikanku untuk novel terbaruku.
Satu jam kemudian, pintu kamar hotelku dibuka secara kasar oleh seseorang saat aku sedang asyik mengetik sebuah paragraf. Ternyata itu Cakka, sepertinya dia baru saja pulang menemui Mr. Marks, karena pakaian yang dia pakai sejak tadi masih menempel di badannya. Dia segera meraih tanganku dan menyeretku.
“Plis Oi'oi, tinggalkan sebentar pekerjaan lo itu, jalan-jalan bareng gue, kita disini cuma 2 hari, hari ini dan besok sore gue harus menemui Mr. Marks lagi, lusa pagi kita kembali ke Jakarta,” Kata Cakka.
Aku segera merapikan laptopku, memasukan kedalam tas. Kemudian pergi bersama Cakka. Cakka membawaku jalan-jalan. Pertama keliling hotel, makan siang di restoran hotel. Kemudian dengan mobil yang disediakan pihak hotel dia membawaku menonton tari kecak. Setelah selesai dari situ, kita jalan-jalan keliling kota Bali. Melihat-lihat kota indah itu, aku jadi ingin ke pantai. Tapi katanya besok pagi saja, bila perlu sebelum sunrise.
Setelah puas berjalan-jalan kami pulang ke hotel sekitar pukul 22.00, Cakka orangnya gokil juga walaupun kadang-kadang kalimat flirtnya sering keluar juga yang membuat perubahan rona pada wajahku. Dan kuharap Cakka tidak menyadarinya. Cakka mengantarkanku sampai di depan pintu kamar hotelku. Saat aku hendak membuka kunci kamar hotelku, Cakka memanggilku dan aku memalingkan wajahku kearahnya yang masih ada dibelakangku, membiarkan kunci yang telah kumasukan didalam gagang pintu.
“Hm,” Jawabku sambil mengangkat alis kananku.
“TFT yah,” Katanya tersenyum sambil tangan kirinya menyentuh daun pintu, menahannya tepat disamping telingaku.
Jaraknya denganku menjadi lebih dekat. Aku menatapnya takut.
“Maksudnya?,” Tanyaku dengan tatapan was-was kearahnya.
Thanks for today,”
You're welcome,”
Selanjutnya yang terjadi begitu cepat, aku sudah merasakan sesuatu yang lembab itu menekan di keningku, membuatku menutup mata. Setelah itu, Cakka membisikan sesuatu ke telingaku.
Good night, have a sweet dream,”
Sebelum akhirnya kami menyadari bahwa kami sedang tidak berdua, seorang room service hotel berdiri mematung tak jauh dari tempat kami. Semburat berwarna pink di pipinya, seperti dia melihat kejadian tadi. Cepat-cepat dia menunduk dan berjalan melewati kami. Aku segera memutar kunci dan gagang pintu kemudian masuk kedalam kamar hotelku, membiarkan Cakka yang masih terpatung di depan pintu.

***

Entah jam berapa ini tapi ponselku sudah meraung-raung lagi. Beberapa kali tapi kuhiraukan, tapi karena raungannya tak kunjung henti juga. Aku yang masih setengah di alam mimpi meraba-raba nightstand yang ada tepat disamping tempat tidurku mencari ponselku. Setelah menemukannya aku segera mengangkatnya.
...Hallo...
...Oi'oi bukain pintu dong...
...Lo ngapain? Jam berapa ini coba...
...Katanya mau ke pantai...
Aku menguap, lalu melangkahkan kakiku membuka pintu. Cakka telah berdiri di depan pintu memakai T-shirt green bertuliskan starcross, celana selutut dan sandal jepit, seperti senyum tawa yang tertahan di bibirnya saat melihatku. Oke, aku tahu penampilan baru bangun pastilah aut-autan. Rambutku pasti tak karuan seperti nenek sihir. Aku segera merapikan rambutku. Mungkin di sekitar bibirku masih ada iler, aku segera mengelap bibirku. Tapi mungkin karena melihat tingkahku, Cakka semakin menahan tawanya yang mungkin bila dilepaskannya akan membangunkan seluruh hotel ini. Tapi... Wait...wait sepertinya bukan karena itu. Setelah aku benar-benar kembali ke bumi. Barulah aku sadar, kalau aku hanya mengenakan kamisol dan hotpants polkadot warna-warni. Aaaaaaaa... Wajahku tiba-tiba panas, mungkin sekarang sudah tampak seperti tomat.
“Cakka...tunggu, aku ganti baju dulu lima meniiiiittt,” Kataku segera membanting pintu menguncinya, lalu dengan segera mengambil pakaian yang akan ku pakai ke pantai.
Setelah itu, aku membuka kembali pintunya. Cakka telah berada di samping pintu menyandarkan tubuhnya pada tembok. Kamipun berjalan bersama keluar dari hotel.
Langit masih gelap, matahari belum nampak, hanya sedikit orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Aku dan Cakka jalan kaki menyusuri jalanan kota, mencari pantai yang terdekat dari hotel kami. Udara Bali pagi ini sejuk. Aku melihat arlojiku, ternyata masih menunjukan pukul 04.28. Aku tak pernah bangun sepagi ini.
Setelah cukup lama berjalan, kamipun menemukan sebuah pantai yang teduh. Hanya ombak-ombak kecil yang berkejaran di sekitar tepi pantai. Garis cakrawala terlihat jelas disini. Kami duduk di hamparan pasir putih pantai itu. Semilir angin lembut menyapa.
“Oi'oi...semenjak gue tegur lo di kantor, gara-gara lipstick lo belepotan kok lo udah nggak pernah pake lipstick yah,”
“Eh..., itu...,” Aku sebenarnya bingung menjelaskannya, masa aku harus bilang begini gara-gara lo nggak suka jadi gue nggak pake kan sangat tidak lucu, “Karena...lipstick yang gue biasa pake itu hilang entah kemana, gue mau beli lagi tapi nggak punya waktu,”
“Nggak usah dibeli lagi yah...gue lebih suka lo kayak gini, alami...kalau pake lipstick lo kayak encim-encim,”
“Oh...jadi gue mirip encim-encim yah?,”
“Nggak kok, lo cantik, manis lagi, cuma ya...lucu aja kalau lo pake lipstick...hehehe,”
“Ihhhh... Cakkaaaaaaaa,” Aku mencubit lengannya, bukan meringis tapi dia malah tertawa, err. Aku cemberut dan dia malah mencubit hidungku dengan tangannya yang besar itu.
“Udah dong, cemberutnya,”
“Ya...ya...ya, tapi gue masih heran sama lo, lo kan dulu cupu kok bisa berubah keren kayak gini?,”
“Gue keren yah? Wow, thanks,”
Tidak Cakka, kamu tidak hanya keren tapi charming, awesome, kewl, kind-hearted and amazing.
“Ya, bisa dibilang begitu,”
“Ya mungkin karena adaptasi terhadap habitat gue yang baru di Eropa sana makanya jadi begini,”
“Owh...,”
Kami terdiam lagi, menikmati kesunyian ini. Menikmati gradasi jingga yang mulai nampak di garis cakrawala. Hingga mentari benar-benar terbit. Terdiam. Sampai orang-orang mulai ramai memadati pantai itu, membuat Cakka mengulurkan tangannya dan menggandengku pergi dari situ.

***

”Cakka... Kita mau kemana lagi sih? Kaki gue udah pegel banget, belum cukup juga yah ini penampilan kita sudah kayak gembel, hanya pake sanda jepit tadi jalan keliling kota Bali?,” Tanyaku sambil menyadarkan tubuhku, di tembok sebuah bangunan di pusat kota.
“Lo capek? Ya udah ayo balik, udah mau siang juga, kita balik ke hotel, makan siang trus siap-siap lagi, gue mau ngajak lo ke sebuah tempat yang pasti nggak bakal bikin lo capek kayak gini,”
Cakka memberhentikan sebuah taksi, dan taksi itu membawa kami ke hotel tempat penginapan kami. Setelah itu, Cakka segera menggandengku menuju restoran hotel, makan siang disana. Selesai makan siang, dia menyuruhku mandi dan bersiap-siap. Akupun mengikuti kemauannya, sabar...sabar. Setelah mandi, aku segera mengganti pakaian dan hendak menemui Cakka. Namun, ternyata Cakka sudah bersiap lebih dulu menungguku diluar. Dia mengenakan sweater V-Neck dari bahan wol, serta syal purple melingkar di lehernya, dan celana skinny jeans dark grey, dia juga sangat wangi.
“Cakka kita mau kemana sih?,”
“Tenang saja Oi'oi, nanti juga lo bakal tahu dan bakal suka,”
“Yakin banget lo!,”
“Yakin dong,” Katanya dengan senyumannya lagi. Omaygat! Sudah berapa kali kubilang, plis jangan senyum, itu membunuhku!
Akupun terdiam menikmati perjalanan sunyi ini, hingga tiba di sebuah gedung yang lumayan besar. Cakka membukakan pintu untukku turun. Sebelum aku bertanya, aku sudah tahu dia membawaku kemana setelah membaca papan besar yang terpampang di atas gedung 'TheNRG's Library'.
Cakka menggandengku masuk ke dalam, pegawai-pegawai di perpustakaan yang besar --untuk ukuran perpustakaan-- itu tampak mengenali Cakka, mereka mengucapkan salam pada Cakka dan menuntun masuk ke dalam.
“Cakka...ini perpustakaan punya lo yah?,” Tanyaku.
“He-eh,” Jawab Cakka.
“Kok buatnya di Bali, kenapa nggak di Jakarta atau di Yogyakarta,”
“Suka-suka gue dong mau buat dimana, di samping rumah lo juga kalau gue mau,”
“Err, gue nanya serius,”
“Gue dua rius malah,”
Baru saja aku ingin membalas pernyataan Cakka itu, aku dibuat kaget melihat isi dari dalam gedung perpustakaan itu.
Ini heaven! Pikirku.
Wow, banget! Di dalamnya isinya buku semua, dinding-dinding dipenuhi rak buku bertingkat sampai menyentuh langit-langit gedung. Mantap banget. Ada jeda yang membatasi antara genre buku. Buku pelajaran, buku ilmu pengetahuan, kamus, ensiklopedia, chicken-soup, novel, majalah dan masih banyak lagi. Aku segera melangkahkan kakiku menuju rak tinggi yang bertuliskan novel. Itu dibagi sesuai genre. Harlequinn, Literature, Historical, Paranormal, Young-Adult, Metropop, Fantasy, Christian, Science-Fiction, Contemporer, dan masih banyak lagi! Gue segera menuju rak yang bertuliskan historical. Ternyata novelnya, diurutkan sesuai abjad berdasarkan penulisnya. Novel-novel Jane Austen yang jadi boronganku. Aku juga sedang mencari novel yang berjudul Reedeming Love, yang akhirnya ku temukan juga. Banyak yang ku ambil, sampai Cakka bertanya apakah aku yakin akan membacanya semua? Aku juga tidak yakin. Tapi kemudian Cakka tersenyum (lagi) dan menyuruhku boleh mengambil semua dan membawa pulang. Itu yang membuat aku berteriak kegirangan segera memeluknya, dan mencium pipinya. Yang tanpa kusadari telah membuat kegaduhan ditengah konsentrasi beberapa orang yang tengah asyik membaca di dalam ruangan tersebut. Mereka malah menyaksikan adegan kami tadi. Haduh! Sori kesalahan teknis aduuuuh. Aku menggaruk kepalaku dan menunduk malu. Cakka merangkulku dan membawaku ke sebuah meja.

***

Tadi siang, aku sangat-sangat puas membaca. Sampai tak terasa aku dan Cakka pulang matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Tapi, tasku jadi sedikit lebih berat karena membawa buku-buku yang ku comot dari perpustakaan Cakka tadi. Cakka menyuruhku, siap-siap kembali. Karena malam ini ada acara di ballroom hotel. Dia telah membelikanku gaun flanel yang dipakai untuk acara sebentar malam. Sepenting apakah acara itu sampai aku harus mengenakan 'gaun'? Ah, yang benar saja.
Tepat pukul 19.00, Cakka sudah menjemputku. Dia melingkarkan tangannya di pinggangku, lalu membawaku ke ballroom hotel. Disini, sudah sangat ramai, banyak bule-bule yang lalu lalang, hanya sebagian kecil orang dengan rambut hitam sepertiku disini.
“Jangan minum apapun, kalau lo nggak terbiasa,” Bisik Cakka.
Aku melihat minuman-minuman yang berjejer di meja panjang.
“Emang itu apa Cakka? Kok gue nggak boleh minum?,”
“Martini, nggak boleh lah, minuman keras,”
“Kalau gue nggak boleh, lo boleh gitu?,”
“Ya, gue udah biasa...,”
“Jadi lo pikir gue nggak biasa?,”
“Emang! Udah nggak usah banyak cingcong, lo cukup temanin gue disini, jangan sentuh apapun, okay,” Kata Cakka meraih pinggulku lalu menuntun melewati orang-orang yang ada di sekitar situ.
Cakka membawaku ke sebuah meja yang berisi sepasang bule. Dia berjabat tangan dengan mereka, kemudian kami duduk dihadapan mereka.
Cakka berbicara dengan mereka menggunakan logat british sepertinya. Karena aku agak sedikit kurang paham dengan percakapan mereka. Aku sekedar tahu bahasa inggris dan bisa melakukan conversation dalam keseharianku, juga untuk membaca buku yang berbahasa inggris aku mengerti. Tapi, untuk berbicara dengan bule asli, aku kadang tidak paham karena mereka berbicara seperti air tanpa ada pemenggalan kata. Jadilah aku hanya memandangi keadaan disekitarku itu.
Cukup lama Cakka berbicara dengan mereka, dan sepertinya mereka akan pamit. Aku berdiri dari tempat dudukku, mengikuti Cakka yang sudah berdiri duluan. Menyalami mereka.
“Cakka...,” Panggil wanita bule itu.
“Ya,”
Is she your girlfriend or your fiancee?,” Cakka tertawa singkat mendengar pertanyaan itu.
Not yet... She is my...friend,” Kata Cakka kemudian.
“Hm, but I think you both...est milleur paire,” Wanita itu tertawa kecil setelah mengucapkan kalimat tadi. Cakka ikut tertawa kecil sebelum sepasang bule itu berlalu.
Aku masih bingung Cakka memakai kata 'Not yet' yang artinya belum. Maksudnya apa coba? Tapi yang membuat aku bingung juga kalimat terakhir yang diucapkan wanita itu est milleuir paire entah bahasa dari planet mana.
“Cakka, itu tadi yang terakhir bahasa apa coba?,” Tanyaku.
“Yang mana?,”
“Yang es teler eh bukan es ngiler, hm nggak yang es miler apa gitu,”
“Oh itu, bahasa france, tadi wanita itu ada keturunan france-nya,”
“Oh, trus artinya apa?,” Tanyaku ingin tahu.
“Mau tahu artinya?,” Tanyanya menatapku dengan mata hazelnya lagi dan selalu membuatku was-was.
“Tunggu disini, gue ke toilet dulu, jangan kemana-mana, balik dari toilet gue janji bakalan kasih tahu lo,” Katanya berdiri, mengecup ubun-ubun kepalaku lalu melangkah pergi.
Aku ditinggal sendiri di meja ini, tidak boleh menyentuh apapun. Sangat terdengar konyol. Aku seperti orang bodoh disini. Tiba-tiba seorang bule dengan rambut blonde dan mata birunya duduk dihadapanku. Dia memberiku sebuah gelas.
Do you wanna drink?,” Tawarnya.
No thanks,” Jawabku.
It's delicious, try it,” Katanya.
No!,” Aku tetap berkeras.
A little,” Bujuknya lagi.
Sebenarnya tenggorokanku sudah kering. Aku memang sedang butuh 'sedikit' minuman. Apa salahnya ku coba? Akupun mengambil gelas yang disodorkan pria bule itu. Lalu meminumnya, saat minuman itu menyentuh tenggorokanku, seperti ada sesuatu yang membakar di tubuhku. Sekitarku jadi panas, tapi aneh aku malah ketagihan untuk meminumnya. Kepalaku sedikit pusing, sebelum benar-benar pusing aku dengar suara Cakka berteriak.
Heeeeii Bitch! What do you do with my wife?,” Teriakan Cakka itu disertai hantaman tangannya kepada pria bule itu.
Calm down men, I just gave her a little martini, she needed to drink I think,”
Don't disturb my wife okay! Stay away!,” Bentak Cakka yang membuat pria bule itu angkat tangan lalu pergi.
Aku menarik Cakka mendekat ke arahku.
“Cakka... Ini enak lho, mau coba?,” Tanyaku.
“Hei Oik, sadar...sesuatu yang terlalu nikmat pastilah tidak benar,”
“Hahaha... Cakka, lo mengutip kalimat di the naked duke yah?,”
“Gue nggak lagi main-main Oik, kayaknya kita harus balik sekarang deh,” Kata Cakka sambil membopongku.
Aku sudah berbicara tak karuan, aku tak tahu apa yang aku bicarakan dengan Cakka menuju kamarku. Yang aku sadari kini Cakka sudah membuka pintu kamarku mendudukanku di kursi sofa. Setelah itu dia beranjak pergi, tapi aku tarik dia dan aku memeluknya. Ini lebih nyaman dari Buyung.
“Lo tau nggak Cakka...lo tuh lebih nyaman dari Buyung,”
“Buyung itu siapa?,” Tanya Cakka.
“Bantal guling gue, gue namain Buyung,”
Terdengar tawa Cakka.
“Serius gue Cakka, gue kira nggak ada yang lebih nyaman dari Buyung kalau gue peluk, ternyata lo lebih nyaman, boleh nggak gue tidur meluk lo?,”
“Ya,” Kata singkat itu yang aku dengar sebelum kesadaranku hilang sepenuhnya.

***

Sesuatu seperti membangunkanku. Tapi aku tidak mau bangun, terlalu nyaman berada di posisi ini. Aku seperti diselimuti sesuatu yang besar dan hangat. Dengan wangi vanila-musk yang membuatku lebih betah berada diposisi ini. Aku akhirnya mengalah dan mengerjapkan mataku. Aku masih memakai gaun flanelku. Namun, sesuatu yang berat seperti menekan kepalaku. Tanganku sepertinya sedang memeluk sesuatu. Bukan Buyung! Kepalaku juga sepertinya tenggelam didalam pelukan itu. Aku mengangkat kepalaku yang berat karena ada kepala diatas kepalaku. Dan terpekik kaget dalam hati, ketika menyadari bahwa tubuh hangat yang menyelimutiku ini adalah Cakka!
Aku panik, apa yang ku lakukan dengan Cakka semalam di... sofa ini? Perlahan ingatanku mulai kembali, aku sepertinya sedikit mabuk tadi malam. Pembicaraan gila dengan Cakka kembali terngiang ditelingaku.
Segera kulepaskan pelukanku dari Cakka. Itu membuat Cakka terbangun dari tidurnya.
“Hei Oi'oi... Sudah bangun?,”
“Lo nggak ngapa-ngapain gue kan semalaman?,” Tanyaku was-was.
“Gue? Nggak kok...malah lo yang striptease di depan gue,”
“Cakka!!! Gue lagi nggak main-main!,”
“Gak, gue nggak ngapa-ngapain lo, lo yang minta di apa-apain sama gue,” Katanya.
Tadi malam, memang dalam kemabukanku, aku yang meminta tidur sambil memeluknya. Aaaaaaaaaa!!! Ini karena Cakka memang lebih nyaman dari Buyung. Coba aku bisa meluk Cakka setiap hari, pasti....aaaaaa kenapa pikiranku seperti ini coba?
“Oke Oi'oi... Mending lo siap-siap, gue juga mau siap-siap, kita check-out dari hotel jam 07.00, ini sudah jam 06.15 dan kita check-in di bandara jam 07.25, lo mandi beres-beres...kalau udah selesai gue tunggu lo di lobby hotel,” Kata Cakka lalu berjalan keluar dari kamar hotelku.
Aku terdiam sebentar. Semenit untuk menyegarkan pikiranku. Lalu mengambil langkah untuk bersiap-siap pulang ke Jakarta.

***

Aku turun dari mobilnya Cakka. Cakka mengantarkanku untuk pulang ke rumahku. Sampai didepan pintu rumahku.
Okay, Oi'oi... Thanks for 2 days yah, after that I promise, never send you my flirting messages, hehehe,“ Katanya.
Aku sampai lupa tujuan utamaku mengikuti perjalanan Cakka selama 2 hari adalah supaya Cakka tidak mengirimkan SMS-SMSnya itu lagi. Dia mengacak rambutku sebelum melangkah.
“Cakka...,” Panggilku.
Cakka menoleh, “Hm,”
“Eh... Can I hug you?,” Aku tidak tahu kenapa pertanyaan ini yang ada di dalam benakku. Aku ingin pelukan dari Cakka. Menyadari setelah ini kedekatanku dengan Cakka mungkin akan merenggang. Sebenarnya dalam pikiranku, aku ingin membatalkan perjanjian itu. Tapi itu tidak mungkin, Cakka akan berpikiran lain tentangku.
Kulihat Cakka membuka kedua tangannya sambil berkata, “Sure,” Akupun segera menghambur kedalamnya. Melingkarkan kedua tanganku di tubuhnya. Menutup mata, merasakan sebuah energi yang masuk kedalam tubuhku di dalam pelukannya itu. Aku ingin ini tak pernah berakhir. Sekarang aku jadi bingung dengan perasaanku saat ini. Ah, ada yang bisa menjelaskannya?
Tapi, aku harus mengakhiri pelukan ini sebelum membawaku ke dalam perasaanku yang lebih dalam lagi. Akupun melepaskan pelukan itu dan tersenyum kepadanya.
I'll always remember two days with you,” Kataku kemudian berlari masuk ke dalam rumahku dan langsung naik kekamarku. Merengkuh Buyung ke dalam pelukanku. Buyung tak sehangat dulu lagi. Pelukan Cakka menutupinya.
Oh God! Am I in love with him?
Aku segera berjalan mendekati jendela, menyibak tirai. Melihat Cakka yang berjalan menutup pagar rumahku dan kemudian pergi. Aku segera mengambil origami di laci nightstandku. Berlari keluar kamar menuju danau biasanya...

Bunga itu mulai mekar...ketika sebuah kupu-kupu menyapanya...kupu-kupu tetaplah pada kelopak bunga, agar indahnya tetap terlihat, jangan pernah singgah ke bunga yang lainnya...karena bunga yang mekar akan selalu menunggumu...
Kupu-kupu...itulah Cintaku.

Kulipat kembali origami itu, seperti biasa berbentuk bebek-bebekan dan menghanyutkannya kembali di danau, dia melaju semakin menjauh, dan lebih menjauh. Menghilang. Sudah beberapa kali ada bebek-bebekan lain yang datang menemuiku setelah menghilangnya bebek-bebekanku. Apakah kali ini ada lagi?
Ternyata ada, entah kenapa kali ini aku sangat antusias melihat bebek-bebekan itu datang menghampiriku. Setelah menyentuh tepi tepat di depanku, aku segera membuka lipatan kertas itu.

Kupu-kupu...dia membantu bunga yang sedang mekar agar lebih berkembang biak, tapi jangan larang dia jika berpindah pada bunga lain karena tanpa di sadari dia membawa serbuk sari kepada kepala putik agar tumbuh benih yang baru, yang lebih indah dari sebelumnya...seperti itulah cinta.

***

Beberapa hari setelah kembali dari Bali, seperti permintaanku Cakka tidak mengirimkan SMS lagi. Bahkan SMS sapaanpun tak pernah. Tiap aku ke kantor penerbit untuk mengurus pembayaran fee dan percetakan ulang novelku. Cakka selalu tidak ada di tempat. Hanya sesekali dia ku lihat, tapi itupun dia tampak sibuk bersama Pricilla --kepala redaksi yang lama--. Pricilla kembali beberapa hari yang lalu dan sering jalan bersama Cakka. Oke, aku sedikit jealous, karena pernah memergoki mereka berduaan diruangan kantor, bukan cuma aku, penulis lain yang bekerja pada kantor penerbit Cakka dan juga crew disitu. Makan siang bersama beberapa hari lalu. Selanjutnya? Aku tak tahu Cakka kemana lagi. Desas-desus yang ku dengar Cakka bakal kembali lagi ke Eropa dan Pricilla akan kembali menjadi kepala redaksi. Mungkin itu yang membuat mereka dekat. Tapi, untuk apa Cakka kembali ke Eropa? Apa ada hubungan dengan pertemuannya bersama Mr. Marks dan sepasang bule itu di Bali? Padahalkan Cakka baru 2 bulan lebih menjadi kepala redaksi penerbit disini?
Cakka juga tampak dingin setiap kali berpapasan denganku. Aku kangen Cakka, aku kangen suaranya, aku kangen SMS-SMSnya. Huaaaaa, sepertinya aku kecanduan dengan flirting messages darinya itu. Aku juga heran, kenapa aku menyuruhnya berhenti jika aku menyukainya. Don't tell to me, If I'm in love with him...
Kenapa bisa begini? Cakka yang aku benci sebenci-bencinya dulu, kenapa sekarang?
Tanpa kusadari, aku yang berjalan dikoridor kantor bertabrakan dengan seseorang...
“Oi'... Kamu nggak apa-apa kan?,” Sebuah suara, dan itu suara Pricilla.
“Eh... Mbak Cilla...nggak apa-apa kok,”
“Hm, kamu menghayal yah? Ada masalah?,”
“Nggak kok Mbak,”
“Cill, gue udah selesai yuk berangkat,” Kata Cakka baru datang, dia menatapku dengan Cilla. Tatapannya, mata hazelnya, aku...kangen.
“Oi', aku dan Cakka pergi dulu yah, bilang sama crew yang lain, kalau ada yang nyari, aku dan Cakka ada urusan,” Kata Pricilla.
Pricilla dan Cakka berlalu dariku. Kulihat tangan Cakka melingkari pinggul Pricilla. Sesuatu panas membakar membuatku harus cepat-cepat pergi dari situ.

***

Apa maksud Cakka selama ini? Dia datang tiba-tiba dalam hidupku setelah lama menghilang. Dia yang kubenci berubah menjadi sosok yang perhatian padaku. Tiba-tiba memberi kejutan yang tak pernah ku kira. Menumbuhkan keberanianku. Dan yang menjadi candu bagiku dengan flirting messagesnya itu. Membuatku nyaman berada dipelukannya. Sekarang setelah aku mulai menyadari, bahwa aku jatuh cinta padanya. Dia malah meninggalkanku tanpa kepastian. Apa mungkin arti dari balasan bebek-bebekanku yang 'jangan larang dia jika berpindah pada bunga lain'. Itu artinya aku harus merelakan Cakka dengan Pricilla, agar dia menyadari bahwa akulah yang mencintainya? Oke itu sangat tidak mungkin!
Aku sekarang, ehem galau.
Oh Cakka! Tolong beriku kepastian!
Tiba-tiba ponselku meraung-raung, dalam hatiku berharap itu dari Cakka. Tapi itu tidak mungkin. Dengan malas aku mengambil ponselku dan membuka kotak masuk. Aku langsung bangkit ketika melihat itu pesan dari... Cakka.

Cakka: Oi'oi, sumpah, gue g tahan g SMS lo, gue lbh milih di neraka dri pda sehari g SMS lo! Gue g tau hrs jlsin ini bgaimna lgi. Gue hrp lo g ke ganggu sma SMS gue yg ini. Plis, bca dulu sblm lo hapus! Gue cma mau pmitan sama lo, gue brgkt 1 jam lagi ke Eropa, buku scie-fi gue diterima slh satu penerbit disna, dan bkln diterbitkan dlm wktu dekat ini, jdi gue hrs kesana, gue ksana 1 thn, tpi sblm itu ada yg gue ingin smpaikan sma lo! Plis lo dtg ya skrg ke bandara, gue tggu lo disini!

SMS dari Cakka yang membuat aku kaget setengah mati! Apa Cakka berangkat sekarang dan baru memberitahuku 1 jam sebelum keberangkatannya? Yang benar saja? Aku segera membuang langkah tanpa memperhatikan diriku yang amburadul, aku tak peduli. Langsung ke cegat taksi menuju bandara. Rumahku lumayan jauh dari bandara, dan Cakka akan berangkat kurang lebih 45 menit dari sekarang.
Perjalanan ke Bandara memakan waktu 30 menit karena macet. Setelah tiba di Bandara, aku segera membayar taksi dan berlari menuju ruang keberangkatan. Mencari-cari dimana keberadaan Cakka, yang kemudian aku, menemukan Cakka bersama Pricilla dan ayahnya berdiri sekitar 3 meter dari arahku. Cakka yang melihatku, meninggalkan Pricilla dan ayahnya menemuiku. Aku ingin menangis sekarang, apa maksudnya Cakka memanggilku kemari?
“Oi'oi...,”
To the point, lo manggil gue kemari buat apa?,”
Cakka nampak menghela nafasnya sebelum memulai berbicara, “Gue mau pamit...gue pergi ke Eropa,”
“Gue udah tahu,” Mataku sudah berkaca-kaca saat ini.
“Sori tadi gue melanggar janji gue untuk nggak SMS lo, gue nggak tahan, gue nggak tahu kenapa susah banget, lo tau gue menghindar dari lo itu supaya gue nggak kepikiran untuk SMS lo lagi,”
“Dengan cara mendekati Mbak Cilla, dan jangan-jangan lo ngirim flirting messages lo ke dia juga?,”
“Ya ampun Oi'oi, lo cemburu sama Cilla?, Cilla sepupu gue nggak mungkin gue SMS kayak gitu ke dia, lagipula gue nggak pernah flirting messages sama cewek lain, cuma sama lo,”
“Jadi Cilla, sepupu lo?, trus apa maksud SMS-SMS lo itu?,”
“Iya, Cilla sepupu gue, makanya dia bisa jadi kepala redaksi,”
“Lo jawab pertanyaan gue tentang SMS itu!,”
“Ya...karena...gue cinta sama lo... Dari dulu,”
“Dari dulu?,”
“Ya, dari kita SMA, gue cinta sama lo Oi'oi... Lo aja yang nggak nyadar, dan gue juga nyadar kalau cowok cupu, nggak gaul, nggak bermodel kayak gue itu nggak cocok sama lo yang populer dan punya ratusan stock lelaki, jadi gue belagak nggak peduli sama lo, dingin sama lo, dan sering ngejatuhin lo! I'm sorry about that, tapi...pas gue pindah ke Eropa, gue belajar banyak...gue mendapat keyakinan gue suatu saat pasti gue bakal ngedapatin cinta lo, secara perlahan because love comes softly, makanya gue usaha juga buat rubah penampilan gue disana, dan luckily pas gue ke Indonesia, Cilla bilang ke gue kalau ada salah satu penulis berbakat di kantor redaksi daddy yang di kepalai oleh dia, dan ternyata itu lo...gue nggak buang kesempatan untuk dekat dengan lo makanya gue minta daddy untuk sementara waktu gue gantiin Cilla, pas juga Cilla ada urusan di luar negeri selama beberapa bulan, jadinya gue bisa dekat sama lo,” Jelas Cakka.
Ya Tuhan, Cakka mencintaiku dari dulu? Apa yang harus ku katakan sekarang?
“Gue seneng banget pas tau lo masih ingat ritual yang gue ajari, gue seneng banget pas ehm lo nyium gue itu, gue seneng banget pas lo balas-balas SMS gue, gue seneng banget pas di Bali berdua sama lo, dan gue seneng banget pas baca pesan di bebek-bebekan lo itu, lo mulai jatuh cinta sama seseorang dan gue harap itu gue,”
“Jadi? Lo baca pesan-pesan gue di bebek-bebekan itu?,”
“Ya... Tentang mentari, hujan, pelangi, rembulan, kupu-kupu, semua,”
“Jadi lo yang balas pesan-pesan itu? Yang menyuruhku memilih pelangi?,”
“Yap,”
“Trus apa maksud lo di pesan terakhir lo tentang kupu-kupu?,”
“Itu? Jangan nethink yah Oi'oi... Itu menjelaskan sebuah proses, proses jatuhnya serbuk sari ke kepala putik yang dibawa oleh kupu-kupu dan menghasilkan tumbuhan baru, begitulah cinta, cinta butuh proses, seperti yang gue bilang love comes softly,”
Aku semakin kagum dengan Cakka, lelaki yang kuakui kucinta sekarang ini. Ingin aku memeluknya seerat mungkin dan tak akan kubiarkan dia pergi kembali ke Eropa. Tapi, aku tak boleh egois. Cakka pergi untuk menggapai mimpinya. Salah satu mimpiku telah diwujudkan olehnya, akupun harus mewujudkan mimpinya.
“Oi'oi... Gue rasa, gue harus pergi sekarang, please say you love me too, supaya gue bisa pergi dengan lega dan gue pasti kembali buat lo disini,”
I love you Cakka,”
I love you more,”
I love you most,”
Good... Sekarang gue bisa pergi dengan lega, oh ya Oi'oi...jemput gue kembali, setahun lagi di tanggal yang sama, di bandara ini, gue akan datang untuk lo, gue pergi, bye,” Kata Cakka kemudian menekan bibirnya, disudut bibirku. Aku cuma bisa terdiam. Pricilla dan ayah Cakka tampak melihat apa yang terjadi tadi. Dan sepertinya mereka memaklumi.
Aku menatap punggung Cakka yang semakin menjauh dariku. Tapi kemudian langkahnya terhenti. Dan berbalik berjalan menuju kearahku lain. Aku berharap Cakka membatalkan keberangkatannya. Ya Tuhan, semoga, apakah aku tahan menggalau selama setahun? Cakka semakin dekat dan kini berada tepat di depanku.
“Oi'oi...hm, gue cuma mau bilang sebenarnya yang gue minta yang I want to be with you just in two days, gue nggak pernah berencana bawa lo ke Bali selama dua hari, tapi kebetulan lo menanggapi berbeda dan kebetulan gue memang ada urusan dua hari di Bali, dan sepertinya bukan ide yang buruk ngajak lo,”
“Trus kalau bukan itu apa maksud lo?,”
I want to be with you just in two days,” Kata Cakka sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, “toDAY,” Katanya menurunkan jari tengahnya, “and everyDAY,“ Dia kemudian menurunkan jari telunjuknya. “See, just 2 days,” Katanya dan aku tersenyum kearahnya memeluknya dengan erat. Merasakan kehangatannya. Sebagai pelukan perpisahan. Aku harap dia benar-benar kembali lagi untukku.

Epilog

Satu tahun kemudian…

Aku mengawasi dengan hati-hati lalu lalang orang-orang yang ada disekitarku, terutama pada pintu kedatangan. Ku harap dia benar-benar datang hari ini. Ini tepat setahun sesuai janjinya. Well, sekarang dia jadi penulis yang dikenal oleh banyak orang lewat karyanya yang ber-genre science fiction dan tentu saja berbahasa inggris, bukunya jadi mendunia. Sekarang, siapa bookworm yang tidak kenal dengan Cakka Nuraga? Jangan mengaku bookworm kalau tidak mengetahui nama itu. Aku bangga dengannya. Sekaligus takut juga, jangan-jangan… saking sibuknya dia sekarang, dia tak ingat kepadaku lebih parahnya dia lupa janjinya padaku atau bahkan tak mengenaliku.
Aku membaca bukunya dan dibagian dedicated dia hanya menulis kalimat singkat yang membuatku bingung just for you, mine. Jujur saja, aku selalu mencari-cari namaku dibagian dedicated atau say thanks, tapi tak ada. Apa Cakka benar-benar melupakanku?
Kulihat dari dalam seseorang yang aku kenali mendorong troley dengan koper-koper diatas troley itu. Dia mengenakan kacamata hitam, jaket berwarna gelap, melangkah keluar dari ruang kedatangan. Hal yang ingin aku lakukan saat pertama kali melihatnya kini benar-benar berada dihadapanku setelah setahun pergi adalah memeluknya seerat mungkin. Tapi aku tak punya nyali untuk melakukan itu. Apalagi, setelah melihat seorang wanita cantik berjalan beriringan dengannya. Siapa wanita itu?
Cakka dan wanita itu terus berjalan… semakin dekat dan lebih dekat lagi kearahku. Tiba di depanku, dia membuka kacamatanya.
Hi Cakka,”
Who’s she dude?,” Tanya wanita itu.
Sorry I forgot your name,” Kata Cakka sambil menatapku.
Ini lelucon. Kenapa Cakka berkata seperti itu? Apa karena wanita itu? Tahu tidak seberapa sakitnya kata-kata itu? Aku sangat kecewa dengan ini. Tanpa menunggu apa yang selanjutnya dilakukan Cakka. Aku berlari meninggalkannya bersama wanita itu, terus berlari mencegat taksi dan taksi itupun membawaku kesebuah tempat.
Tiba ditempat itu aku segera melangkahkah kakiku mendekat kearah danau yang ada dihadapanku saat ini. Kenapa aku menyebutkan tempat ini tadi? Kenapa aku harus kemari lagi?
Air mataku luruh, isak tangisku pecah. Penantianku selama setahun terasa sia-sia. Bahkan mengingat namaku saja Cakka tidak ingat? Oh God, kill me know. Bangunkan dari mimpi buruk ini. Aku segera mengambil origami dari dalam saku, dan menulis sebuah kalimat.

12 purnama telah ku lewati ribuan pelangi telah ku lewatkan hujan telah menyapu jejak sepanjang tahun, namun saat kupu-kupu itu datang lagi dia hinggap di bunga lain, bahkan tak menoleh sedikitpun kepada bunga yang setia menunggunya

Aku melipat kertas origami itu lagi, menghanyutkannya diiringi isak tangis. Melihat kepergiannya. Aku tak berharap lagi ada sebuah bebek-bebekan yang membawa pesan menghampiriku lagi. Tak akan pernah ada lagi. Aku masih hanyut dalam isak tangisku sebelum mendengar sebuah suara…
“Kau disini rupanya,” Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Dan ternyata itu Cakka. Aku menghapus air mataku, berusaha terlihat tegar dihadapannya.
“Kenapa lo kemari? Bukannya lo udah lupa sama gue?,”
Cakka tertawa kecil, lalu menghampiriku berusaha menyentuh pipiku dan hendak menghapus air mataku, tapi aku menghindar.
“Kau marah dengan yang tadi?,”
“Gue nggak marah! Cuma kecewa… lo nggak inget nama gue!,”
“Ya… aku kan belum melanjutkan kalimatku tadi kamu sudah pergi,” Kata Cakka.
“Udah deh… lo mau lanjutin kalimat lo tadi mau memperkenalkan wanita itu sebagai pacar lo kan? Atau tunangan lo? Mungkin juga isteri lo?,”
“Ya ampun Oi’oi, kamu cemburu sama Acha? Hahaha… dia adikku,” Kata Cakka.
“Itu lo tahu nama gue! Belagak lupa lagi tadi… atau lo memang mau ngelupain gue?,”
“Sebenarnya tadi aku mau bilang… sorry I forgot your namecan I call you MINE?,” Kata Cakka sambil berlutut dihadapanku dan memegang sebuah kotak beludru yang terbuka. Didalamnya ada sebuah cincin berlian bening yang berbias pelangi, cincin itu tampak indah. Aku sekarang speechless, tak tahu mau berkata lagi. Air mata kekecewaan yang tumpah tadi hanya dalam hitungan detik berubah menjadi air mata kebahagian yang dicampur ketidak percayaan. Ini mimpi? Jika tadi aku minta dibangunkan kali ini kumohon jangan bangunkan aku. Cakka melamarku sekarang? Dia mengambil cincin itu dan mulai menyematkan di jariku. Kemudian berdiri dan memelukku. Berbisik di samping telingaku.
“Kamu belum jawab pertanyaanku… can I?,”
Aku membalas pelukannya mengeratkan pelukanku pada tubuhnya. Pelukan yang sudah lama aku rindukan, “Yes… you can…,” Balasku.

***

Terima kasih atas ritual ini…
Terima kasih telah menemani kami selama bertahun-tahun…
Terima kasih telah menjadi sebuah kelegaan…
Akan kami ajarkan ritual ini pada anak-anak kami, pada cucu-cucu kami dan pada generasi-generasi selanjutnya.
Karena ritual ini, kami bisa saling mengenal dan saling mendampingi hingga kelak ajal kami.
Mungkin ini hari terakhir kami menulis disini, selanjutnya kami janji anak kami akan kembali dengan ritual ini…

Cakka & Oik
Caraka (Hehehe… masih di dalam perut sih :p 2 bulan lagi dia akan menjadi nyawa yang artinya Cakka’Cahya Ramadlani Kawekas :) cahaya penakluk bumi yang menawan)

Aku dan Cakka memandangi bebek-bebekan kertas terakhir kami melaju menyusuri danau, kesebuah tempat yang menjadi asanya.

Big thanks to:
-          Gombalan Cakka di CeBe :*
-          Crash into you
-          Perahu Kertas
-          The Naked Duke
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...