Sabtu, 29 Oktober 2011

A new life - One Shoot (sekuel)

(Sekuel Coming Home)

M
atahari berada ditepat diatas kepala. Berdiri kokoh sebuah rumah type modern diantara jejeran-jejeran rumah mewah lainnya. Didalam tampak seorang pria mondar-mandir, bolak-balik, hilir-mudik mencari sesuatu, namun sepertinya belum ditemukannya. Diapun berjalan menuju kesebuah pintu, di daun pintu terpampang gambar boneka barbie dengan tulisan ‘Clara’ dipegangnya gagang pintu lalu diputarnya sehingga pintu itu terbuvka.

“Sayang… kamu li….” Kata Cakka masuk kedalam kamar Clara untuk namun kata-katanya terhenti ketika melihat Clara dan Oik –Isterinya– tidur bersama dikamar tersebut. Senyum mengulum dibibir Cakka. Perlahan dia mendekati kedua makhluk indah ciptaan Tuhan itu. Diambilnya selimut lalu ditutupinya tubuh mereka dengan selimut itu. Cakka mendekati Clara membelai rambutnya lalu mengecup kening. Setelah itu berjalan keseberang bagian kiri tempat tidur tepat disamping Oik. Ditatapnya setiap lekuk wajah cantik Oik. Benar-benar anugerah yang diberikan Tuhan untuknya. Bodoh dia pernah menyia-nyiakan anugerah indah dihadapannya itu. Oik terlihat begitu tenang. Cakka mendekatkan kepalanya kekepala Oik menempelkan bibirnya ke bibir pink wanita itu lalu mengecupnya dengan halus namun hangat.

Love you Ik…” Kata Cakka setelahnya.

“Ssssstttt… Jangan brisik… Claranya lagi bobo…” Kata Oik meletakan jari telunjuknya dibibir Cakka, lalu mendorong kepala Cakka agak menjauh dari kepalanya.

“Aku terbangun karena suara berisikmu… Jangan sampai Clara terbangun juga…” Kata Oik kemudian mengubah posisinya menjadi duduk.

“Halah… bilang aja kebangun karena ciuman pangeran…” Kata Cakka sambil beranjak lalu berdiri tepat disamping tempat tidur.

“Kayak dogeng yang tadi aku baca buat Clara dong…” Kata Oik ikut berdiri disamping Cakka.

Mereka berdua memandangi putri kecil yang tertidur pulas dihadapan mereka.

“Clara cantik ya Kka… Seperti Acha…” Ujar Oik.

“Udahlah jangan mulai ngukit masa lalu lagi deh Ik…”

“Gak kok… aku kan bicara sejujurnya… gak bermaksud untuk itu…”

“Seperti kamu juga lah… Kamu kan Cantik juga Ikong sayang…”

“Dasar Cakong gombal…”

“Biaring bleee…”

“Sssttttttt……………………………..” Ujar Oik sambil meletakan jari telunjuk dibibir Cakka. Clara sedikit melakukan gerakan kecil. Mungkin terganggu dengan suara Cakka yang agak keras.

Oik mengajak Cakka keluar perlahan dari kamar Clara. Lalu keduanya menuju keruang keluarga dan duduk disebuah sofa.

By the way Ik, semenjak aku kembali kerumah kita belum berbulan madu lagi loh… Kan harus ada bulan madu kedua kalau begini ceritanya…” Ujar Cakka.

Oik menatap Cakka geli. Cakka menaik turunkan alisnya. Kemudian Oik mencubit hidung Cakka tanpa ampun sehingga menjadi merah seperti tomat.

“Kejar aku dulu… Kalau gak bisa dapat berarti bulan madu keduanya gak jadi…” Kata Oik kemudian berlari.

“Kalau dapat bulan madunya ekstra yah… tiap hari selama sebulan…” Teriak Cakka yang langsung berusaha mengejar Oik. Terjadilah kejar-kejaran antara kedua orang dewasa itu, bagaikan anak kecil kejar-kejaran itu berlangsung seru mengelilingi rumah mereka. Sampai tiba dikamar mereka Oik tak tau lagi harus lari kemana. Dan hap! Ditangkap Cakka dirinya yang tak seimbang karena panik akhirnya jatuh keatas ranjang diikuti Cakka diatasnya. Cakka tersenyum nakal. Oik menatapnya dengan tatapan polos.

“Ekstra yah Ik…” Cakka menggoda Oik.

“Ih apaan deh ekstra…”

“Yah kan udah janji…”

“Kapan aku janji…?”

“Tadi…”

Kan aku gak jawab…”

“Gak jawab berarti iyaaaaa….”

“Aturan darimana tuh?”

“Dari presiden Cakka…”

Hening sejenak. Keduanya tidak bergeming dari posisi itu. Angin sepoi-sepoi berhembus terasa disekitar mereka karena kebetulan jendelanya belum dikunci hanya tirai yang bergoyang-goyang karna hembusan angin. Cakka mulai membelai rambut Oik tangannya sejengkal demi sejengkal menjelajahi leher, bahu, tangan, jemari, pinggul, dan….

‘Ting nong ting nong…’ Bunyi bel rumah mereka mengganggu acara dua-duaanya Cakka dan Oik.

“Siapa sih ganggu orang lagi asik aja…” Ujar Cakka.

“Yaudah sana buka dulu Kka… Siapa tahu penting… Nanti lanjut entar aja…” Kata Oik

“Bener yah… awas kabur loh…” Kata Cakka kemudian beranjak pergi membukakan pintu.

Pizzanya mas…”

“Loh? Saya gak pesan pizza…”

“Tap alamatnya dirumah ini mas…”

“Tunggu bentar deh yah…. Ikooooooooooooonggggg….” Teriak Cakka.

Oik datang menghampiri Cakka.

“Duh, brisik Cakong… ada apa sih?”

“Kamu pesan pizza gak?”

“Gak kok… Mas salah alamat kali…”

“Tapi ini bener alamat disini…” Sang pengantar pizza ngotot.

“Coba saya lihat….” Pengantar pizza itu secarik kertas kepada Cakka.

“Yeh mas ini mah nomornya salah… wong rumah ini nomor 69 bukan 96… Makanya liat baik-baik…”

“Oh iya mas,mbak maaf… makasih sebelumnya…” Tukang pizza nyasar itupun pergi dari hadapan Cakka dan Oik.

“Helah… Tukang pizza nyasar ganggu acara kita aja…” Keluh Cakka.

“Yaudah… lanjut yuk…” Kata Cakka lalu mengangkat tubuh Oik. Sementara yang diangkat terkekeh geli.

“Kka… Turuni aku deh… aku kan bukan anak kecil lagi…”

Cakka tak menghiraukannya dia terus melangkah kembali kekamarnya. Meletakan Oik diranjang, lalu menutup bingkai jendela yang sedari tadi terbuka.

“Oke deh… aman kan…” Kata Cakka kemudian tidur disamping Oik.

“Aman…aman apanya…”

“Kamu tuh ya Ik, dari dulu gak ada mesra-mesranya… Kita kan udah lama nikah masa panggilannya Kka, Ik, Cakong, Ikong sayang… Kayak suami isteri normal lainnya…”

“Maksud kamu kita gak waras gitu?”

“Emang…”

“Terus maunya dipanggil apa?...” Tanya Oik kemudian memeluk Cakka bak guling. Cakka membelai rambut Oik.

“Mama - Papa kek, Mommy - Daddy kek, Mother - Father, Ayah - Bunda, Mimi - Pipi,  Kanda - Dinda kek…”

“Hahahahaha…” Oik terkekeh.

“Kenapa? Ada yang lucu?...” Kata Cakka yang mulai sensi karena pembahasan yang tadi dianggap Oik sebuah Candaan.

Oik mengecup halus bibir Cakka.

“Yah, jangan ngambek dong Pap…” Oik agak geli mengucapkan kalimat terakhir tadi.

“Gak ngambek kok… Asal…”

“Asal apa?...”

“Ekstra…” Ujar Cakka sambil menggelitik Oik. Oik tertawa terkekeh-kekeh sampai terbatuk-batuk tapi Cakka tak menghiraukannya, dia terus menggelitiki Oik tanpa ampun. Ditengah keasyikan itu. Tiba… Tiba….

“DADDYYYYYYYYYYYYY, MOMMYYYYYYYYYYYY…” Teriakan seorang anak kecil yang sepertinya terganggu dari tidurnya.

“CLARAA!!!…” Cakka dan Oik kaget segera melompat dari tempat tidur mengetahui Clara terbangun dan segera berlari menuju ke kamar Clara.

* * * *

Oik terbangun dari tidurnya, matahari sudah tampak jam menunjukan pukul 10.00, kesiangan. Oik cuti dari kantor sudah semenjak 1 minggu yang lalu. Badannya belakangan ini terasa tidak enak. Dia segera mengaduk-ngaduk makanan dikulkas, dilihatnya tidak ada yang menarik seleranya. Jam segini Cakka juga sudah berangkat ke restorant, Clara juga sudah berangkat kesekolahnya sejak pagi. Jadilah Oik sendiri dirumah, semenjak kembalinya Cakka kerumah Oik tak lagi menyewa pembantu. Hidup baru berarti cara hidup harus baru pula. Oik juga sudah mengurangi aktivitasnya dikantor dan lebih banyak dirumah untuk mengurus segala keperluan rumah tangga mereka. Tadi pagi dia sempat bangun memasakan makanan untuk sarapan keluarga, membereskan rumah namun ia tidur kembali karena badannya terasa ingin patah. Mungkin karena belum terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti itu. Oik bingung apa yang harus dia lakukan sekarang, semua pekerjaan rumah telah ia lakukan tadi pagi. Dia malas untuk memutar tv karena acara di tv sekarang jarang ada yang menarik. Ia kembali membuka kulkasnya, mengaduk-ngaduk kembali. Dibukanya bagian Frezer kulkas tersebut hanya ada es batu didalamnya. Diambilnya es batu itu lalu diserut diletakan digelas dan tanpa campuran apapun Oik meminum serpihan-serpihan es batu yang Ia serut tadi. Setelah tenggorokannya terasa segar Oik segera menuju kamar mandi dan bersiap-siap menjemput Clara di sekolahnya.

* * * *

“Bro…” Seseorang menepuk pundak Cakka.  Cakka membalikan badannya kearah orang yang menepuk pundaknya.

“Eh kamu Biet… Apa kabar bro…?” Kata Cakka melihat Obiet bersama Keke –Isterinya– berdiri dihadapannya.

“Baik… baik… Kamu?”

“Yah seperti yang kamu lihat sekarang…”

“Hebat kamu sekarang bro… udah sukses sama usaha sendiri… salut deh! Padahal kan dulu kamu paling gak bisa kerja… hahahaha…”

“Jangan buka aib bisa kali… ada isterimu kan malu…”

“Hahaha… nyantai aja Kka…”

“Oh ya Biet silahkan duduk… mau pesan apa…?” Kata Cakka mempersilahkan mereka duduk lalu menjentikan jarinya memanggil pegawainya.

“Ini bro… Isteriku kan lagi hamil, trus minta makan gudeg… dari semalam Cuma akunya baru ada waktu sekarang, aku ingat juga kan kamu punya restorant khusus makanan khas Yogyakarta… jadi aku kemari…”

“Wah selamat kalau gitu… yang mau jadi ayah dan ibu sebentar lagi…” Kata Cakka sambil menyalami Obiet dan Keke.

“Kamu kapan nambahnya bro…?”

“Hahaha… Tunggu waktunya Tuhan sajalah Biet…”

* * * *

Oik yang baru selesai menjemput Clara disekolahnya membawa Clara kesebuah taman bermain untuk refreshing sebentar sekaligus lebih mengakrabkan dirinya dengan Clara. Diujung taman bermain ada sebuah warung kecil yang khusus menjual permen dari berbagai bentuk dan rasa.

Mommy, Clara mau dong beli permen…” Kata Clara menarik-narik Oik menuju ke warung tersebut. Oikpun mengikutinya.

Tiba diwarung terserbut Clara menyuruh Oik membelikan sebuah permen bulat warna-warni besar yang memakai tangkai. Setelah dibelikan permen itu, Clara tampak senang segera membuka bungkus permen itu lalu menjilatnya. Nikmat. Oik menahan ludah melihat Clara yang menikmati permennya. Oik jadi ingin juga.

“Clara tunggu disini dulu yah… Mommy, mau balik beli permen yang buaanyaaak trus kita makan bersama-sama…” Kata Oik.

“Oke mommy...” Kata Clara sambil merapatkan jari telunjuk dengan ibu jari dan menyisakan 3 jari berdiri sedang kedua jari itu membentuk huruf ‘O’

Oik kembali ke warung permen tadi.

“Mas permen yang tadi lagi dong…?”

“Berapa banyak?”

“Itu yang tersisa berapa?”

“20 permen…”

“Yaudah semuanya aja….” Kata Oik

Oikpun membawa kantong plastik yang isinya permen semua kembali ketempat Clara tadi.

“Clara… Ayo pulang… Kita pesta permen dirumah…”

“Ayooooo…..” Clara bersemangat.

“Let’s goooo…”

* * * *

Cakka turun dari mobilnya, setelah menguncinya dia masuk kedalam rumah. Diputarnya gagang pintu rumahnya lalu berjalan memasuki ruang demi ruang dirumahnya. Mencari kedua bidadarinya, disaat-saat lelah seperti ini merupakan saat yang tepat untuk menghibur diri bersama kedua bidadarinya. Cakka terkejut ketika menginjakan kakinya diruang nonton. Suara kartun di tv terdengar lumayan keras. Plastik-plastik permen berserakan dimana-mana. Didepan tv, Clara tertidur dipangkuan Oik yang tertidur juga dengan tangkai permen masih dimulut keduanya.

Cakka menggeleng-gelengkan kepalanya, disisi lain dia senang karena Oik dan Clara semakin hari semakin akrab. Tapi disisi lain ada perasaan kesal, kenapa Oik membiarkan Clara memakan permen sebanyak ini? Permen kan tidak baik untuk anak kecil seperti Clara. Apalagi Oik ikut memakannya. Namun Cakka segera mengubah pikiran negatifnya itu, mungkin itu adalah salah satu cara agar Oik bisa akrab dengan Clara, dengan ikut kedalam dunia Clara agar bisa menyayanginya seperti anaknya sendiri. Cakka tahu itu sulit apabila menengok ke masa lalu. Tapi Cakka yakin Oik isteri yang baik, tapi yang dia takutkan Oik terlalu memaksakan dirinya dan terlalu terjun kedalam dunia Clara.

Ponsel Cakka tiba-tiba berdering, di sreen muncul tulisan ‘Bunda’ yang artinya itu panggilan dari ibu mertuanya. Segera diangkat ponselnya.

“Halloo, iya bunda…”

“Halloo, nak bisa datang kerumah bunda sekarang…” Terdengar suara keibuan dari seberang.

“Bisa sih bunda, Cuma Oiknya lagi bobo bareng Clara…”

“Gak… gak usah ajak Oik, bunda perlunya sama kamu aja… datang sendiri gak usah ajak Oik…”

“Oke kalau begitu… Tunggu bunda, Cakka segera meluncur kesana…”

“Bunda tunggu…”

Cakka segera mematikan ponselnya. Lalu melepaskan tangkai permen dimulut Oik dan Clara, menuju kamarnya dan ganti baju. Tak beberapa lama kemudian bergegas menuju garasi mobil lalu berangkat kerumah bunda Oik.

* * * *

Oik kaget melihat jarum yang ditunjukan oleh alat penimbang berat badan, dirinya naik 3 kg. Apa alat penimbang berat badan ini yang rusak? Berat badan Oik tak pernah naik sebanyak ini. 1 kg itu wajar. Ini apa maksudnya 3 kg? Tiba-tiba sepasang tangan melingkar dipinggulnya ketika ia masih berada diatas timbangan.

“Cakong….”

“Kenapa Ikong, naik yah… Ohh kasian gemuk…” Cakka meledek.

“Ish… ngeledek deh nih… lepasin tangan kamu dulu aku mau turun dari sini…” Kata Oik.

“Gak mau… kamu pakai kata-kata yang mesra dulu baru aku lepasin…”

“Aneh deh…”

“Yaudah, sampe pagi juga gak bakal aku lepas…”

Keduanya berdiam satu dengan yang lain, Kaki Oik sudah capek berdiri seperti ini. Untuk berusaha melepaskan pelukan Cakka ia tahu sangat sulit bagaimanapun dia pria, tenaganya sudah pasti lebih kuat dari Oik.

“Papa Cakka, lepasin tangan papa dong… Mama capek berdiri terus dari tadi… Gimana? Udah kan?...” Kata Oik akhirnya mengalah dan mulai membujuk.

“Gak mau, gak tulus…”

“Udah diturutin,  malah gak mau … apa sih maumu?” Kata Oik.

Oik tampak berpikir sejenak untuk melepaskan dirinya dari dekapan Cakka,  bukannya ia tak suka berada didekapan suaminya itu. Namun, kakinya sudah tak mau berkompromi dengan hal tersebut. Oik setengah meronta, tubuhnya yang tadinya didekap Cakka dari belakang, kini berpindah posisi. Dirinya berhadapan dengan Cakka namun Cakka tak melepaskan sedikitpun dekapannya. Dari posisi tercium jelas wangi Hugo Boss. Wangi yang sudah akrab di indera penciuman Oik. Oik menjinjit agar kepalanya sejajar dengan Cakka, memiringkan kepalanya dan melumat bibir Cakka sebentar.

“Lepasin ya… Kakiku sakit sayang…” Kata Oik kemudian. Perlahan dekapan Cakka melonggar hingga Oik terlepas. Cakka menyunggingkan senyumnya, sedangkan Oik berjalan ke sofa dan berbaring disitu. Cakka mengekor, diangkatnya kaki Oik lalu duduk, dan meletakan kaki Oik diatas pangkuannya.

“Sakit ya, sini aku pijit…” Kata Cakka sambil menekan-nekan bagian betis kaki Oik.

“Tadi siang kamu kerumah bunda yah?” Tanya Cakka kemudian.

“Iya sebelum jemput Clara aku kerumah bunda. Tiba-tiba kangen masakan bunda. Jadinya aku makan siang disana.” Kata Oik.

“Cuma makan siang?...”

“Gak sih tadi sempat buat manisan mangga juga, soalnya aku lihat pohon mangga didepan rumah bunda udah banyak buahnya jadi pengen makan…”

“Ohh… trus ada gak yang kamu pengen makan sekarang…?” Tanya Cakka sambil terus memijit kaki Oik.

“Hmm… apa yah? Gak ada sih…”

“Kalau ada bilang yah… nanti pasti kubelikan…”

“Tumben… ada apa nih?...”

“Gak ada apa-apa… Cuma lagi pengen jadi suami yang baik aja buat isteriku tercinta…”

* * * *

Oik berjalan-jalan disebuah pusat perbelanjaan. Hari ini badannya tiba-tiba terasa enak tidak seperti yang kemarin-kemarin. Maka dari itu dia ingin berjalan-jalan sebentar. Dia memasuki stand demi stand  tapi tak ada yang menarik hatinya.

“Oik…” Sebuah suara memanggil Oik. Oik menoleh kearah sumber suara tersebut.

“Eh… Alvin…” Pria berwajah oriental itu datang mendekat kearah Oik. Semenjak Oik menolak lamaran Alvin dan rujuk dengan Cakka dia tak pernah lagi melihat Alvin dihadapannya. Baru kali ini lagi.

“Ngapain disini? Gak kerja?”

“Cuti Vin… kamu ngapain?”

“Gak ngapa-ngapain lagi suka jalan aja… Boleh aku temanin kamu kan…?”

“Hm… Boleh-boleh aja…”

“Okelah… Kamu mau kemana nih Ik?”

“Mau beli ice cream deh diatas…”

“Yaudah yuk…”

Oik dan Alvinpun berputar-putar di pusat perbelanjaan tersebut, Setelah berputar-putar dan membeli berbagai macam makanan dan minuman, mulai dari ice cream, pizza, spaghetti, Lemon tea dan lain sebagainya. Oik meminta Alvin untuk menemaninya makan disebuah restorant jepang sambil berbincang-bincang.

“Oik… Oik… makan kamu tambah banyak yah… dan kayaknya kamu agak gemukan…” Komentar Alvin.

“Iya nih Vin… Gak tau kenapa padahal aku kan belakangan ini sakit…”

“Ya jelas aja… Kamu sakit tapi kalau kerjaanmu makan kayak tadi yah pasti naik… Oh ya Ik, kudengar-dengar kamu udah rujuk yah sama Cakka?...”

“Hehehe… Iya Vin…”

“Selamat yah…”

“Makasih Vin, trus kamu kapan?…”

“Entahlah, mungkin aku ditakdirkan sendiri…”

“Jangan gitu Vin… Semangat dong mencari pendamping hidup… aku doakan selalu yang terbaik untukmu… Tapi aku saranin ya Vin… Kamu rujuk lagi deh sama mantan isterimu…”

“Gak mungkin lah Ik… Dia udah berkeluarga lagi…”

“Oh gitu yah… Keep spirit Vin…”

“Makasih Oik…”

* * * *

Pagi ini badan Oik terasa lebih tidak mengenakan dari kemarin-kemarin, padahal baru kemarin dia merasa sehat, eh hari ini sakit lagi. Ditariknya selimut menutupi seluruh tubuhnya. Cakka membuka kembali selimut yang menutupi tubuh Oik.

“Bangun isteriku sayang, sudah pagi…”

“Duh… Aku lagi gak enak badan lagi Kka…” Kata Oik berusaha merampas selimut yang ditarik Cakka.

“Yaudah… bangun kita periksa ke dokter…”

“Gak ah Kka… palingan Cuma kecapean gara-gara gak biasa kerja kayak ibu rumah tangga…”

“Eitzz… isteri yang baik gak boleh malas… ayo… nanti kalau kamu sakit aku ikut sakit Ik… aku kan gak mau lihat kamu sakit… ayolah, gak bangun aku cium…”

“Cium aja…. Kamu kan suamiku…”

Cup, Cakka mendaratkan kecupan dikelopak mata Oik yang terpejam. Sontak dia kaget dan membuka matanya.

“Cakkonggggggggg…. Ciumnya kok dimata?... Ih… aneh….” Kata Oik mengelap kelopak matanya yang agak sedikit basah.

“Yah biar kamu melek… sekarang udah melek kan… ayo bangun kita ke dokter…”

Dengan langkah gontai, Oik terpaksa beranjak dari tempat tidurnya menuruti perintah suaminya itu, walau badannya sebenarnya menolak.

* * * *

Cakka dan Oik berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit. Kemudian Cakka menyuruh Oik menunggu diruang tunggu sedangkan Cakka pergi ke loket pendaftaran untuk mendaftarkan Oik sebagai pasien. Setelah selesai Cakka mengajak Oik untuk beranjak dari situ menuju keruang dokter yang akan memeriksa Oik. Anehnya, Poli umum sudah dilewati mereka. Cakka hanya cuek dengan keheranan Oik.  Oik membaca sebuah tulisan tepat diruangan yang akan mereka masuki ‘Dokter Kandungan’. Cakka menggandeng Oik untuk masuk kedalam ruangan tersebut untuk melakukan pemeriksaan. Setelah melakukan pemeriksaan sambil menunggu hasil Cakka dan Oik berbincang-bincang dengan dokter.

“Jadi apa yang anda rasakan belakangan ini?...” Tanya Dokter kepada Oik.

“Badan saya terasa kurang enak dok…”

“Sering mual..?”

“Gak sih dok, pernah Cuma sekali dirumah bunda…”

“Itu juga dok, dia jadi sering ngemil… makannya yang aneh-aneh…” Sambung Cakka.

Dokter tersenyum mengangguk-anggukan kepalanya. Tak beberapa lama kemudian suster membawakan hasil pemeriksaan Oik. Dokter membuka amplop hasil pemeriksaan Oik.

“Selamat pak, isteri anda dinyatakan positif…” Kata sang dokter.

“Maksudnya Dok aku…?” Oik kelihatannya surprise.

Dokter membalas dengan sebuah anggukan. Oik tercengang, sedangkan Cakka santai karena memang sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Kemari hanya untuk memastikan saja.

* * * *

Kepala Oik sedang berada dipangkuan Cakka diatas sofa ruang tamu rumah mereka.

“Sayang… Kok kamu tahu kalau aku ....” Kalimat Oik menggantung.

“Hamil? Tahu dong… sebagai suami yang baik harus tahu keadaan isterinya sebelum isterinya sendiri mengetahuinya…”

“Ah… gak mungkin… jujur deh sama aku…”

“Hehehe… iya sih, bunda yang ngasih tahu… katanya waktu kamu kerumahnya gelagat kamu aneh… kayak orang lagi ngidam… makan masakan bunda tapi pakai diminta buatkan es jeruk nipis… setelah itu kamu nyuruh ambilin mangga dipohon depan rumah bunda tapi mangganya masih muda… jadi bunda nebaknya kamu lagi isi… Aku pikir benar juga soalnya pas aku pulang kamu dan Clara lagi makan permen, dan aku tanya Clara kalau kamu yang makan lebih banyak dari dia…” Kata Cakka

“Hehehehe… iya juga yah… iyaaa….”

“Makanya waktu itu aku bilang kalau butuh sesuatu bilang aja… pasti ku cari… sekarang lagi pengen apa?...”

“Bener yah dicari? Aku pengen makan jeruk bali tapi langsung dipetik dari pohonnya…” Kata Oik.

“Buseett… cari dimana tuh…? Susah… apalagi udah malam kayak gini…”

“Jadi gak mau nih… katanya suami yang baik … mana? Jadi mau nih anaknya lahir ileran… jadi mau nih aku ngambek…”

“Eh iya..iya isteriku sayang… akan ku cari walau ke ujung dunia…”

* * * *

“Nih…” Oik menyerahkan secarik kertas dihadapan Cakka ketika ia baru tiba di restorant milik Cakka. Apa ini? Sampai-sampai Oik rela datang ke restorant untuk membawa secarik kertas ini? Cakka membuka secarik kertas itu kemudian membacanya.

Daftar menu makanan Oik yang harus dicari Cakka hari ini:
-          Bubur Tinutuan
-          Rujak Pakoba
-          Klapertart
-          Manisan Pala
-          Es Papaya Tono
-          Kacang Goyang
-          Bagea kenari

Cakka melihat aneh dengan daftar makanan tersebut. Terasa asing.

“Ini makanan apa Ik…”

“Makanan Khas manado…”

“Hah?...” Cakka kaget.

“Iya… jadi tadi di tv ada acara kuliner makanan khas manado, aku yang nonton jadi ngiler… Jadi aku datang kemari deh… kan suami yang baik harus menuruti perintah isterinya apalagi isterinya sedang mengandung anaknya iya kan?...”

“Iya deh… iya…” Kata Cakka walaupun setengah pusing mencari makanan-makanan itu dimana. Dasar ini lagi ngidam atau doyan sih.

* * * *

8 bulan kemudian

Perut Oik sudah membesar. Usia kandungannya sudah memasuki bulan ke 9. Cakka juga semakin ketat mengawasi isterinya tersebut. Disatu kesempatan Cakka dan Oik sedang berbincang-bincang diatas masterbed mereka.

“Kka… padahal sebentar lagi mau brojol nih… masa kita belum nyiapin nama untuk anak kita nanti…”

Cakka menepuk jidatnya.

“Itu sih sampai lupa, gara-gara kamu ngidamnya yang aneh-aneh…”

“Yaudah gak usah nyalahin aku bisa kali...”

“Iya deh sayangku… hmm, kalau laki-laki aku mau namain Anugrah Eka Putra Nuraga…” Kata Cakka.

“Berarti kalau cewek Karunia Dwi Putri Nuraga yah…”

“Bagus juga… karena anak ini anugrah dan karunia yang berasal dari Tuhan…”

“Auuuhhhh…” Rintih Oik.

“Kamu kenapa Ik?...”

“Anaknya nendang-nendang… kayaknya… auuu… pengen keluar…”

“Maksud kamu..? Kamu mau lahiran Ik?...” Cakka jadi panik, Ia segera menelpon mertuanya. Tanpa sapa dan salam ia menyosor.

“Bundaaaa… cepat kemari… Oik mau lahiraaan…”

* * * *

Cakka yang menggendong Clara bergegas menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang persalinan. Didepan tampak Ibunda Oik menunggu.

“Bunda gimana keadaan Oik?...”

“Dia didalam… Kamu masuk aja Kka untuk nguatin Oik” Kata Bunda Oik.

“Titip Clara yah Bun…” Kata Cakka sambil menyerahkan Clara ke gendongan bundanya. Kemudian Cakka masuk kedalam ruang persalinan. Didalam Cakka berusaha menguatkan Oik.

30 menit kemudian

“Huuueeeeekkkk…. hueeeekkk…” Suara tangisan bayi memecah keheningan subuh itu. Nyawa baru lahir kedunia.

“Selamat anak atas kelahiran putra anda…”

“Anugrah Eka Putra Nuraga…”

Cakka dan Oik tersenyum bahagia. Lembar kehidupan baru mereka diwarnai oleh lahirnya seorang putra. Ternyata Tuhan selalu membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Tuhan tahu waktu-waktu yang tepat dan Tuhan selalu tahu apa yang diinginkan umatnya. Meski harus melewati berbagai macam tantangan dan cobaan. Lika-liku kehidupan berumah tangga. Tuhan membuat segalanya baru. Ini bukan akhir tetapi awal. There’s a new life, with a new baby.

A new life: End

Kamis, 27 Oktober 2011

Coming Home - One Shoot

S
enja kini berganti malam, hiruk pikuk kota tampak mulai renggang, disalah satu sudut kota, tampak seorang pria bersama seorang gadis kecil duduk disebuah warung kecil sambil meneguk secangkir kopi dan segelas teh hangat. Tampak letih dan lesu membungkus wajah mereka. Perjalanan panjang yang cukup melelahkan membuat keduanya. Tak beberapa lama kemudian gadis kecil itu tertidur dipangkuan sang pria. Sang pria membelai halus rambut gadis kecilnya yang tertidur pulas bak malaikat. Polos dan tak berdosa. Sang pria menerawang keatas langit yang sudah berselimutkan hitam pekat sedikit bertabur diamond-diamond yang menerangi setiap jengkall hitam pekat. Kenapa kamu harus ikut terjebak dalam situasi ini nak…! Kamu tak bersalah… Daddy yang berdosa… seharusnya kamu tidak ikut terjebak dalam situasi seperti ini… Pria itu tampang membendung rasa bersalah dalam dirinya. Begitu dalam. Terlalu dalam. Kesalahan masa lalu yang merusak kehidupannya, rumah tangganya, keluarganya, bahkan seorang gadis kecil tak berdosa ini. Penyesalan tiadalah guna.

* * * *

‘Plak…..’ Sebuah tamparan mendarat mulus tepat dipipi Cakka.

“Aku gak nyangka Kka… kamu bisa berbuat begitu kepadaku… apa salahku Kka? Tega-teganya kamu… Hiks…” Kata Oik diakhiri dengan tangisan. Sedangkan Cakka hanya diam tak bergeming. tak menjawab. Hening adalah pilihannya untuk tidak memperkeruh suasana. Tapi tidak seperti itu, itu akan lebih memperburuk masalah.

“Sekarang, kamu pilih aku atau selingkuhanmu itu… ? Jawab sekarang Kka… Aku butuh jawabanmu…” Kata Oik airmatanya terus mengalir bak mata air yang tak pernah kering dengan sedikit isakan diujung tangis semakin memperjelas bahwa hatinya terluka. Sangat terluka.

“Namanya Acha…” Kata Cakka menyebut nama selingkuhannya dengan setengah tertunduk.

“Persetan dengan namanya aku tak peduli… Kamu tinggal memillih dia atau aku?...”

“Aku gak bisa milih Ik…”

“Gak bisa memilih? Kka… Kamu tahu yang aku rasakan? Sakit Kka… Sakit… 2 tahun jadi isteri kamu… inikah balasanmu Kka…” Oik semakin menjadi-jadi sedangkan Cakka memilih untuk diam kembali.

“Sekali lagi aku Tanya, Kamu pilih Aku atau selingkuhanmu itu? Jawab Kka… Kalau kamu gak bisa jawab berarti kamu memilih selingkuhanmu itu…” Amarah Oik semakin membuncah, meluap-luap bagaikan merapi yang sementara mengalami erupsi dan sebentar lagi akan meledak.

Cakka tetap teguh memilih diam.

Oik segera melangkahkan kakinya dari hadapan Cakka, masuk kedalam sebuah kamar. Lalu keluar dengan koper dan melemparkan koper itu tepat didepan Cakka.

“Pergilah… Silahkan nikmati hari indahmu bersama selingkuhanmu itu…” Kata-kata Oik bersifat menyindir.

Tak disangka Cakka segera mengambil koper dihadapannya itu, lalu beranjak dari hadapan Oik, secepat kilat dia membuka pintu. Sekejap mata dia hilang dibalik pintu. Benar-benar Cakka lebih memilih selingkuhannya dibandingkan dengan isterinya.

Oik menyandarkan tubuhnya didinding lalu jatuh perlahan kelantai. Sakitnya bukan main ketika mengetahui suaminya main hati dengan wanita lain. Tak pernah terbayangkan oleh Oik. Oik memang sudah mencium gelagat aneh dari suaminya semenjak 3 bulan lalu. Banyak gossip miring tentang suaminya itu yang hanya dia pendam seorang diri. Karena bagaimanapun dia harus percaya kepada suaminya dibanding gossip-gossip yang tak jelas diluaran sana. Kepercayaan itu hancur lebur bahkan puing-puing ataupun serpihan-serpihannya tak bersisa ketika Oik melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Oik yang baru saja selesai bekerja, bahkan sisa keringat lelah bekerja belum sempat ia seka. Ia menyempatkan diri untuk pergi kesebuah taman yang dia anggap bisa menenangkan jiwanya yang sedang galau, masalah dalam hidupnya bercampur-baur. 2 tahun membina rumah tangga bersama Cakka, mereka belum diberikan momongan. Belum lagi masalah dikantornya, dan ditambah gossip tentang Cakka membuat dia semakin membutuhkan ketenangan. Tapi apa yang dia dapati? Bukan ketenangan, tetapi sebaliknya. Kehancuran. Ketika melihat seorang pria sosok yang Ia kenali, itu Cakka bergandengan mesra dengan seorang wanita. Mereka menyusuri taman. Oik mengikutinya dari belakang. Mereka duduk dibawah sebuah pohon yang rindang. Sang wanita mendekap erat tubuh Cakka. Sebelum akhirnya sebuah adegan yang membuat Oik hancur sejadi-jadinya. Dan cukup membuktikan bahwa kabar yang ia dengar tentang Cakka bukan hanya isapan jempol semata, melainkan fakta yang nyata yang kini benar-benar ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Cakka mengecup manis dahi wanita itu sebelum akhirnya melumat dengan mesra bibir merah jambu milik wanita itu. Cukup lama. Sampai Oik tak tahan melihat pengkhianatan itu terjadi di depannya. Dan ia segera berlari meninggalkan Cakka.

Memori tentang hal itu membuat Oik semakin lemah dan tak berdaya bahkan sampai dirinya tergolek lemah dilantai.

* * * *

Sepeninggal Cakka yang lebih memilih Acha dibanding Oik. Oik terlihat frustasi tapi dia tetap melanjutkan tugasnya sebagai wanita karir seperti yang selama ini dia tekuni. Mungkin inilah yang membuat Cakka jenuh terhadapnya lebih mengutamakan pekerjaan diatas segala-galanya. workaholic. sehingga meski nafkah lahiriah rumah tangga mereka terpenuhi tapi tidak dengan batiniah. Begitulah Oik, dari dulu dirawat dan dibesarkan dikeluarga yang mengutamakan pekerjaan membuatnya sudah terbiasa dengan itu semua. Tapi mungkin tidak dengan Cakka, yang terlahir dikeluarga yang santai. Dalam rumah tangga mereka Oik sebagai pencari nafkah utama sedangkan Cakka nafkah sampingan dengan membuka sebuah distro. Itupun dengan modal Oik. Jadi bisa dibilang Cakka takkan ada apa-apanya tanpa Oik. Tapi hal itu tidak membuat Cakka keukeh mempertahankan Oik melainkan hal itulah yang mungkin membuat Cakka semakin menjauh.

Sedangkan Cakka, dia memilih untuk pulang kedaerah asalnya Yogyakarta dan hidup bersama-sama dengan Acha disana. Meski tanpa ikatan suami isteri karena takkan mungkin Cakka belum bercerai dengan Oik. Acha seorang wanita yang seusia dengan Cakka dan Oik, Dia belum pernah menikah dan Dia adalah masa lalu Cakka yang datang kembali, Pacar Cakka semasa SMP. Cinta Pertamanya.
Cakka membuat sebuah usaha baru dengan modal yang diberikan ayahnya. Cakka memilih usaha bengkel kecil-kecilan lagipula waktu SMK, Cakka mengambil jurusan teknik mesin. Cakka dan Acha hidup sederhana namun berkecukupan. Kebahagiaan mereka bertambah ketika tahu bahwa Acha sedang mengandung. Hal yang selama ini dinantikan Cakka, menjadi seorang ayah. Hal yang selama 2 tahun ia berumah tangga dengan Oik tak pernah terwujud.
9 bulan penantian, akhirnya Acha melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Clarissa Eka Putri Nuraga. Setelah Clarissa lahir, hidup Cakka dan Acha semakin berwarna, diwarnai dengan tangisan bayi, diwarnai dengan tertawa seorang anak, diwarnai dengan kenakalan anak kecil yang ingin mengetahui segala sesuatu.
Sampai suatu saat ketika Clarissa, berumur 5 tahun. Acha meninggal karena sebuah kecelakaan naas. Hidup Cakkapun berubah. Dia bingung dengan apa yang akan dia lakukan sepeninggal Acha. Apalagi usaha bengkelnya sedang mengalami kebangkrutan. Dengan mengikuti sarannya. Cakka kembali ke Jakarta. Bukan untuk kembali kepada Oik melainkan untuk mengadu nasib demi kelangsungan hidupnya dan juga putrinya.

* * * *

Oik terlihat sedang tergesa-gesa memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Hari ini dia akan mengadakan meeting dengan kliennya disalah satu restoran yang ada dipusat perbelanjaan itu. Wajahnya sudah tak seperti pertama kali Cakka meninggalkan dia. Ada rona yang sedikit membuatnya terlihat ceria. Tapi matanya tak bisa berbohong bahwa dia masih menyimpan luka. Cukup lama dia meeting dengan klien sebelum akhirnya berjabat tangan tanda telah ada kesepakatan diantara mereka berdua. Setelah itu Oik dengan tergesa-gesa keluar dari pusat perbelanjaan tersebut. Dia segera menaiki sebuah mobil yang didalamnya menunggu seorang pria dengan wajah oriental.

“Abis ini kita kemana Ik?...” Tanya Alvin –Pria itu–

“Balik ke kantor Vin… masih banyak pekerjaanku disana…”

“Oik… oik… sampai kapan sih kamu berhenti memikirkan soal pekerjaan?...”

Tak ada jawaban dari Oik. Ia terdiam sambil meneguk sebotol air mineral dengan sedotan.

Alvin menyalakan mobil pergi dari situ.

Alvin, adalah sosok lelaki yang sedang dekat dengan Oik 3 Tahun ini. Alvin pernah menyatakan Cinta kepada Oik. Tapi Oik tak menjawab. Ia menggantungkannya. Sama seperti hubungannya dengan Cakka saat ini. Gantung. Alvin seorang duda yang bercerai dengan isterinya 5 tahun lalu. Dia adalah rekan bisnis Oik. Makanya mereka sering intens bertemu. Diam-diam Oik mempunyai secuil rasa untuknya. Takkan berkembang karena luka yang disebabkan Cakka tempo hari. Dia takut menjalin hubungan dengan pria dan akan berakhir luka seperti Cakka. Dan dia butuh kepastian hubungannya dengan Cakka.

* * * *

Daddy, Clara kedinginan…” Kata Clara –Clarissa– gadis kecil Cakka. Cakka segera mengambilkan selimut dan menyelimuti gadis kecilnya itu. Mengecup keningnya lalu hendak beranjak dari situ. Namun…

Daddy, Clara kangen Mommy…” Ucap gadis kecil itu lirih.

Cakka membelai halus rambut gadis kecilnya itu lalu memeluknya bermaksud menenangkannya.

Mommy juga pasti kangen Clara… Makanya Clara jangan nakal yah…”

I Love you, Daddy…”

Love you too…

Pintu rumah Cakka diketuk. Cakka segera beranjak dari situ dan membukakan pintu. Ada seseorang membawakan undangan pernikahan. Diundangan itu tertulis nama

Y. B. Obiet Panggrahito
&
G. A. Thalita Pangemanan

Itu undangan pernikahan Obiet, sahabatnya semasa sekolah –SD sampai SMK–. Akhirnya sahabatnya yang satu ini menikah juga. Cakka tersenyum kecil namun sedikit heran. Bagaimana Obiet bisa tahu kalau dia tinggal disitu. Diakan baru 4 hari berada di Jakata dan baru 3 hari tinggal disebuah rumah petakan kecil itu bersama gadis kecilnya. Cakka membaca undangan tersebut. Ternyata hari pernikahannya besok, Cakka sangat ingin pergi tapi tidaklah mungkin dia meninggalkan gadis kecilnya itu seorang diri. Mungkin dia akan pergi dengan membawa Clara ke pesta sahabatnya itu.

* * * *

Oik melempar sembarangan tas kerjanya. Hari ini begitu lelah bagi dirinya. Tanpa mengganti baju, bahkan melepas sepatunya dia berbaring di masterbed miliknya. Semenjak kepergian Cakka, masterbed yang cukup besar itu hanya dihuni oleh dirinya seorang diri. Dia melihat sebuah undangan tergeletak diatas meja disamping masterbednya. Oik segera mengambil undangan tersebut lalu membacanya.

“Undangan Obiet? Dia akan menikah? wah aku harus pergi dong…” Kata Oik ketika selesai membaca undangan tersebut.

Setelah itu dia meletakan undangannya kembali dan menarik selimut lalu tertidur pulas.

* * * *

Sepasang pengantin terlihat bahagia diatas podium. Para undanganpun turut berbahagia dengan kebahagian pengantin. Oik baru tiba diacara pernikahan tersebut karena baru menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Oik mencari tempat duduk yang agak dekat dengan pintu masuk agar tidak mencolok kalau dirinya baru tiba. Dia duduk dengan seorang lelaki yang dia tidak lihat wajahnya karena sedang menunduk seperti mengambil sesuatu.

“Boleh saya duduk disini?...” Tanya Oik.

“Silahkan…” Kata pria itu masih dalam keadaan seperti tadi.

Oikpun memperbaiki letak tempat duduknya lalu fokus dengan acara pernikahan tersebut. Sang pria yang sedari tadi menunduk sepertinya telah berhasil menemukan apa yang dia cari. Dia segera duduk seperti sediakala. Oik menoleh kearah pria yang duduk berdampingan dengannya itu. Betapa kagetnya dia melihat seseorang yang ada dihadapannya itu. Luka lama tergores kembali. Luka lama yang dipendam terkuak lagi. Bagaikan disambar petir ketika Oik melihat lagi dia. Cakka.

“Oik…”

“Cakka…” Keduanya tampak kaget setengah mati. Takdir mempertemukan mereka kembali. Disini.

Hening sejenak.

“Hmm… Gimana kabarmu?...” Tanya Cakka mendahului perbincangan.

“Baik… kamu?...”

“Baik juga…”

Hening kembali. Oik heran dengan dirinya. Bukankah ia harusnya tidak mempedulikan Cakka, bukankan ia seharusnya marah terhadap Cakka. Tapi kenapa dia tak berdaya. Dia seakan terhipnotis kembali dengan pesona Cakka sebelum ia menyakitinya. Tak mampu berkutik.

“Bisnismu lancar…?”

“Lancar… kamu? Acha mana? kenapa tak datang…?” Tanya Oik meski sebenarnya hatinya teriris-iris.

“Acha… Meninggal Ik…” Oik kaget dengan berita yang dibawa Cakka.

“Turut berduka cita yah…” Kata Oik akhirnya.

Hening kembali. Lama. Ketika sang MC mengatakan bahwa saat itu adalah saat yang ditunggu-tunggu para jomblowan dan jomblowati karena sang pengantin akan melemparkan bunga.

“Kamu gak maju Ik?...” Canda Cakka

“Hah? Gak lah… kamu kali yang mau maju Kka…” Balas Oik.

“Eh ya Ik… Kamu ingat gak waktu pernikahan kita… Waktu acara lempar bunga pengantin… yang dapat kan Obiet…”

“Hahaha… iya ingat banget… Obietkan dulu culun yah… waktu dia yang dapat aku ketawa loh Kka…”

“Hahahaha… Iya… iya lucu mukanya Obiet polos banget… tapi terbukti juga kan dia akhirnya ke pelaminan juga Ik… walaupun 8 tahun kemudian…”

“Iya lucu juga… kamu juga ingat gak pas kamu ijab Kabul sampe keringat berlebihan… keringat kamu mengalir kayak air… Lucu”

“Kamu juga pas aku mau nyium tampang kamu bloon kayak badut…”

“Lagian mana ada pengantin ciumnya dibibir… biasanya di dahi tahu… Ini kamu beda sendiri…”

“Lha? gak apa-apakan aku gak mau pernikahanku yang biasa-biasa saja… aku mau yang beda… lagi pula kayak gak pernah dicium aku aja…”

“Lah bedalah Cakong… Ini dipublik…”

Kan anggap aja gak ada orang Ikong…”

“Gak bisa akunyaaaa…” Oik manja.

“Dibisain ajaaaa…” Cakka tak kalah.

Daddy..” Panggil Clara dan menyadarkan Cakka dan Oik akan apa yang mereka perbincangkan tadi. Keduanya seperti shock setengah mati setelah menyadari apa yang mereka perbincangkan tadi.

Kilas balik masa lalu mereka. Kisah manis ketika pernikahan mereka. Bahkan sempat memanggil nama panggilan kesayangan mereka –Cakong dan Ikong– sewaktu mereka masih pacaran dan mengecap manisnya awal pernikahan. Luka Oik seakan musnah ketika pembicaraan yang mengalir begitu saja tadi. Tapi luka itu kembali dalam sekejap dan bertambah dalamnya ketika seorang gadis mungil memanggil Cakka dengan sebutan Daddy yang artinya Ayah. Dengan ragu dan suara sedikit gemetar Oik bertanya.

“Putrimu?...”

Cakka mengangguk.

“Namanya Clarissa… Panggil saja Clara… Salam buat mommy Oik…” Kata Cakka menyuruh Clara menyalami Oik.

Oik menatap Clara. Gadis kecil ini begitu mirip dengan Acha. Bagaikan pinang dibelah dua. Apalagi bibir merah jambunya yang membuat luka itu terpatri kembali. Clara menyalami Oik. Lalu bertanya kepada Daddynya.

“Mommy?...” Gadis kecil itu terlihat heran.

Cakka tak bisa menjawab pertanyaan singkat yang ditanyakan putrinya itu. Karena kalimat tadi meluncur begitu saja keluar dari mulut Cakka. Tak ada maksud. Tapi hati berkata lain.

“Ehm… Cakka… aku duluan ada urusan dikantor…” Kata Oik cepat-cepat berlalu dari Cakka dan Clara untuk lebih dahulu naik ke podium menyalami pengantin sebelum akhirnya pulang dengan rasa galau semenjak pertemuannya dengan Cakka tadi.

* * * *

Oik pergi kerumah bundanya dengan hati yang kacau. Setibanya disana Ia segera menangis didalam pelukan sang Bunda. Sang Bunda heran dengan apa yang terjadi pada Oik. Dia hanya bisa menenangkan anaknya tersebut dengan pelukannya. Semoga anaknya bisa tenang dan bisa segera menceritakan masalah yang dihadapinya.
Setelah Oik sudah tenang sang Bundapun bertanya.

“Apa yang membuatmu menangis, anakku?”

“Cakka bunda…”

“Cakka?...” Bunda mengernyitkan keningnya.

“Iya bunda… tadi Oik ketemu Cakka dipesta pernikahannya Obiet, waktu bertemu dengannya kan seharusnya Oik marah kan bun… Seharusnya Oik gak mau ngomong sama dia kan bun… Tapi ini gak bun… kami malah mengobrol asyik tentang moment-moment konyol seputar pernikahan kami… Oik gak tahu kenapa bun bisa larut didalamnya bun… Oik gak tahu kenapa, luka Oik tiba-tiba menghilang gitu aja…”

“Acha?” Tanya Bunda.

“Sudah meninggal Bun…”

“Berarti itu awal yang bagus buat memperbaiki rumah tanggamu dengan Cakka… Bunda tahu kok jauh dilubuk hati Oik… Oik masih sayang sama Cakka… Oik masih mengharapkan Cakka kembali pulang… tapi tertutup oleh luka itu… dan luka itu akan menjadi benalu untuk hubungan kalian… Acha sudah tak ada… berarti tinggal luka itu…”

“Tapi bun… gak Cuma luka itu… Acha memang pergi tapi dia meninggalkan copy-annya…”

“Maksud kamu?”

“Anak… Cakka punya seorang putri dengan Acha…”

Bunda tersenyum.

“Itu anugerah…” Oik heran dengan kata-kata bundanya.

“Kamu dan Cakka sudah bertahun-tahun menikah… tapi belum dikaruniai anak… Lewat jalan ini kalian kan bisa merasakan jadi ayah dan ibu bukan?...”

“Tapi akan beda bun… Dia gak lahir dari rahim Oik…”

“Belajarlah menyayanginya… Sebelum Tuhan memberi apa yang kamu minta…”

“Itu sulit bunda…”

“Belajarlah… Kamu tak boleh bercerai dengan Cakka, kalian terikat janji dihadapan Tuhan… Meski ada pengkhianatan… Karena apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak dapat dicerai beraikan oleh manusia…”

* * * *

Oik baru pulang dari tempat kerjanya. Ketika dia melewati sebuah taman kanak-kanak.  Dia melihat Clara berdiri didepan gerbang bersama seorang security , Oik segera menepikan mobilnya ketaman kanak-kanak tersebut lalu pergi menghampiri Clara.

“Clara…”

Clara menengok kearah Oik.

Mommy Oik…” Kata Clara.

Oik kaget dengan panggilan Clara terhadapnya. Tidak penting itu. Yang terpenting menanyakan kenapa jam seperti itu Clara masih berada disekolahnya.

“Pak kenapa Clara sudah jam segini belum pulang…”

“Iya bu… Dia biasa dijemput ayahnya… tapi tadi ayahnya telepon saya katanya dia belum bisa jemput Clara jadinya dititipkan dulu sama saya sampai ayahnya menjemputnya…”

“Yasudah pak… Biar saya yang bawa Clara pulang… bapak percaya sama saya… Saya kenal dengan Ayahnya,.. Clara juga kenal dengan saya…”

“Yasudah bu… nama ibu siapa? biar kalau ayahnya telpon saya bisa beritahu…”

“Bilang saja… Oik…”

Oikpun membawa Clara pulang kerumahnya. Didalam perjalanan pulang Clara menanyakan berbagai pertanyaan pada Oik.

Mommy Oik siapanya Daddy sih…?”

“hmm… hm…. Te..man…” Oik terlihat gugup.

“Tapi… tau gak… kata Daddy nih… Aku harus manggil Mommy Oik dengan panggilan Mommy soalnya kata Daddy… Mommy Oik bakal jadi Mommy buat Clara…”

Perkataan Clara membuat Oik kaget.  Benarkah Cakka berkata begitu? Tapi anak kecil biasanya polos, jujur dan apa adanya.

Sesuai petunjuk Clara, Oik membawa pulang Clara. Betapa terkejutnya Oik melihat tempat tinggal Cakka sekarang disebuah petakan kecil nan sempit. Clara mengajak Oik masuk kedalam. Didalam Cuma ada ruang sempit dan satu kamar tidur. Diruang sempit itu Oik melihat beberapa barang yang Ia kenali. Seperti jam weker pemberian Oik agar Cakka tak bangun kesiangan. Sepatu pemberian terakhir Oik kepadanya kala rumah tangga mereka sudah mulai terdengar kabar yang tak sedap. Ternyata Cakka masih menyimpannya.

Cukup lama Oik berada dirumah itu, kemudian Cakka datang dengan tergesa-gesa dan kaget mendapati Oik berada dirumahnya.

“Gak usah kaget aku hanya mengantar Clara… Tadi aku lewat taman kanak-kanaknya kulihat sudah sore dia belum pulang… jadi kuantar kemari… tak apa kan?”

“Makasih ya Ik… Maaf kamu datang ketempat kecil dan sempit seperti ini…”

“Tak apa…”

Padahal Oik ingin sekali berkata Kka, Daripada tinggal disini pintu rumahku selalu terbuka untukmu kembali pulang tapi dia takut.

“Yaudah aku pulang dulu…” Kata Oik beranjak.

Baru saja Oik melangkah satu kali. Cakka memegang tangannya. Kehangatan tangannya masih seperti dulu ketika memegang tangan Oik. Oik berbalik, matanya tepat bertautan dengan Cakka. Mata sendu milik Cakka ketenangannya masih terasa hingga sekarang.

“Sekali lagi makasih yah Ik…” Kata Cakka

“Iya sama-sama Kka… Aku pulang dulu…” Kata Oik sambil melepaskan tangannya yang berada digenggaman Cakka.

* * * *

Hari ini Alvin mengajak Oik kesebuah taman, dan ternyata taman itu lagi. Taman yang mempertemukan dia dengan Cakka. Taman yang menghancurkan hubungannya dengan Cakka pula. Kalau Oik tahu dia akan diajak Alvin kemari. Tentu saja dia dengan tegas akan menolak. Tapi sayangnya daritadi Alvin tak memberitahu kalau dia akan mengajak Oik ketempat ini. Oik dan Alvin hanya berjalan mengelilingi taman itu. Membeli es krim, harum manis dan lain-lain. Sebelum akhirnya Oik diajak Alvin untuk menepi dibawah pohon rindang karena matahari sudah berada tepat diatas kepala mereka. Oik agak takut dengan pohon itu. Trauma tentang apa yang dilihatnya 6 tahun lalu dibawah pohon itu. Memori itu membuat luka Oik membekas lagi.

“Kamu kenapa Oik?...” Tanya Alvin

“Hmm… Aku? Tak apa…”

“Bener?...”

Oik hanya membalasnya dengan mengangguk. Kemudian Alvin mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dan didalamnya terdapat sebuah cincin berlian.

“Oik, would you marry me?” Tanya Alvin mantap.

Oik terdiam kaget. Alvin mengambil cincin itu dari dalam kotak tersebut dan hendak memasangkan dijari manis Oik.

* * * *

Rasa rindu terhadap Oik menyeruak dari dalam hati Cakka. Dia rindu disaat dirinya dan Oik merangkai kisah mereka mulai dari perkenalan disebuah taman pertemuan demi pertemuan yang terjadi sampai mereka resmi berpacaran dan memutuskan menikah masa-masa awal pernikahannya dengan Oik yang manis, sebelum akhirnya Acha datang dan merusaknya. Dia tak menyalakan Acha. Karena itu memang kebodohannya. Andai dia tak bertemu dengan Acha tentu semua akan bahagia. Pasti Acha masih ada sampai sekarang dan rumah tangganya dengan Oik pasti tak ada masalah. Namun, tetap saja dia bersyukur disisi lain dia mendapatkan seorang malaikat kecil, Clara.
Cakka berjalan menyusuri sebuah taman. Taman dimana tersimpan kenangan manis awal kisahnya dengan Oik. Ingin memutar kembali kisah mereka dulu. Dan kini Cakka sadar bahwa Oiklah yang ditakdirkan untuk bersama dirinya. Tetapi……
Cakka melihat seseorang seperti Oik dan seorang laki-laki entah siapa menepi dibawah pohon rindang. Semakin dekat semakin jelas bahwa itu memang Oik. Dirinya tak mau mengganggu. Makanya hanya memperhatikan keduanya sebelum Bom atom seperti meledak dalam dirinya ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut lelaki itu untuk Oik.

“Oik, would you marry me?

Oik tak berekspresi hanya diam. Sedangkan lelaki itu mencoba memasangkan cincinnya dijari manis Oik.

Sakit. Hati bagai diiris sembilu. Inikah yang Oik rasakan waktu itu. Inikah karma buat diriku? Ternyata karma selalu berlaku. Tuhan ampuni aku karena telah membuat seorang wanita menangis karenaku. Ternyata sakitnya seperti ini? Aku sebagai seorang pria tak sanggup menahannya. Apalagi seorang wanita seperti dia?

Cakka berlari keluar taman tak sanggup dia menahan rasa sakit karena hal itu. Karma.

* * * *

Cakka memutuskan untuk menghilang dari kehidupan Oik, Dia mencari tempat tinggal yang baru. Dia juga memindahkan Clara bersekolah ditempat lain. Agar dia dan Oik tak berhubungan lagi. Dia malu terhadap Oik karena dirinya yang terlalu membuat wanita itu sakit. Lagipula Oik juga telah menemukan pria yang tepat untuk menjadi pendampingnya yang mungkin lebih setia dan lebih bertanggung jawab terhadap Oik, pikirnya.

Cakka mencoba peruntungannya membuka usaha baru yakni usaha warung makan gudeg. Dan ternyata usaha Cakka laris-manis, sehingga hanya dalam waktu 1 tahun dia dapat mengembangkan dari yang hanya warung makan menjadi restorant. Cakka mulai membuka lapangan pekerjaan. Jadi dia tak harus terjun langsung melainkan hanya mengawasi. Clara juga kini telah menginjakan kaki dibangku sekolah dasar, mereka tak hidup dipetakan lagi melainkan dapat membeli rumah baru meski belum bisa dikatakan mewah tetapi terlalu besar jika mereka hanya hidup berdua.

* * * *

Cakka mengawasi kerja anak buahnya, sekali-kali bertanya dengan kepuasan pelanggannya. Cakka melihat seorang wanita masuk kedalam restorant miliknya. Dia ingin menyapa langsung pelanggan itu.

“Permisi, mau pesan apa bu…?” Tanya Cakka ramah.

“Saya pesan gu….. Cakka…” Wanita itu terkejut melihat orang yang ada dihadapannya ini. Cakka.

“Oik…”

“Kamu yang punya restorant ini?”

“Iya…”

“Wow… hebat… kamu kemana aja sih selama ini Kka… Aku nyariin kamu…”

“Yah seperti yang kamu lihat sekarang… Aku menghilang karena ini semua… Kalau aku tak begitu mungkin aku tak bisa seperti ini…”

“Clara?...”

“Ke sekolah…”

Hening sejenak.

“Oh ya… mana suamimu… kamu gak ajak kemari?...”

“Suami… ah ngaco kamu… suami yang mana?”

“Ituloh, yang ngelamar kamu ditaman… udah nikah kan… wah congrats ya…”

“oh… Alvin… gak ah… gila, aku gak nikah sama siapa-siapa kok…. Cuma sama kamu… Kenapa? Jangan bilang alasan kamu menghilang karena itu?” tebak Oik

“Bisa dibilang ya…”

Hening lagi.

Oik menarik nafasnya panjang-panjang.

“Kka… sebenarnya aku udah mau bilang ini lamaaaa banget tapi sayangnya kamu menghilang… Kka, aku mau memperjelas status kita… Jujur saja, aku memang terluka dengan semua yang kamu buat kepadaku… Tapi aku sadar bahwa apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh dicerai beraikan manusia… Jadi pintu rumahku selalu terbuka untukmu kembali pulang… Selalu kutunggu setiap hari dan setiap waktu… Jadi jika kamu mau kapan saja bisa kembali pulang… tak Cuma kamu tapi bersama Clara juga… Karna putrimu, putriku juga… anakmu, anakku juga… Aku bakal berusaha menyayangi dia seperti kasih ibu kepada anak…”

Cakka tersenyum.

* * * *

Clara menyeret koper ketika baru turun dari mobil. Diikuti Cakka disampingnya.

Daddy… ini rumah siapa sih?”

“Rumah kita…”

“Rumah kita…”

“Yap… Ayo masuk…” Kata Cakka sambil mengulurkan tangan hendak menggandeng putri kecilnya itu.

Coming Home…” Ucap Cakka kemudian.

Terlihat Oik berdiri mengulum senyum dibibir pintu menyambut kedatangan Cakka dan Clara.

Yap. Mulai sekarang Oik harus bisa berusaha menyayangi Clara, mulai sekarang juga dia memutuskan untuk melupakan masa lalu yang suram dan membuka lembaran kehidupannya yang baru meski bersama seseorang yang lama. Tapi Oik yakin akan lebih baik dari sebelumya. Karena mengasihi dan mengampuni adalah bagian dari hidup, yang apabila kita melakukannya niscaya hidup kita akan bahagia di dunia dan di akhirat. J
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...