(Sekuel Coming Home)
M |
atahari berada ditepat diatas kepala. Berdiri kokoh sebuah rumah type modern diantara jejeran-jejeran rumah mewah lainnya. Didalam tampak seorang pria mondar-mandir, bolak-balik, hilir-mudik mencari sesuatu, namun sepertinya belum ditemukannya. Diapun berjalan menuju kesebuah pintu, di daun pintu terpampang gambar boneka barbie dengan tulisan ‘Clara’ dipegangnya gagang pintu lalu diputarnya sehingga pintu itu terbuvka.
“Sayang… kamu li….” Kata Cakka masuk kedalam kamar Clara untuk namun kata-katanya terhenti ketika melihat Clara dan Oik –Isterinya– tidur bersama dikamar tersebut. Senyum mengulum dibibir Cakka. Perlahan dia mendekati kedua makhluk indah ciptaan Tuhan itu. Diambilnya selimut lalu ditutupinya tubuh mereka dengan selimut itu. Cakka mendekati Clara membelai rambutnya lalu mengecup kening. Setelah itu berjalan keseberang bagian kiri tempat tidur tepat disamping Oik. Ditatapnya setiap lekuk wajah cantik Oik. Benar-benar anugerah yang diberikan Tuhan untuknya. Bodoh dia pernah menyia-nyiakan anugerah indah dihadapannya itu. Oik terlihat begitu tenang. Cakka mendekatkan kepalanya kekepala Oik menempelkan bibirnya ke bibir pink wanita itu lalu mengecupnya dengan halus namun hangat.
“Love you Ik…” Kata Cakka setelahnya.
“Ssssstttt… Jangan brisik… Claranya lagi bobo…” Kata Oik meletakan jari telunjuknya dibibir Cakka, lalu mendorong kepala Cakka agak menjauh dari kepalanya.
“Aku terbangun karena suara berisikmu… Jangan sampai Clara terbangun juga…” Kata Oik kemudian mengubah posisinya menjadi duduk.
“Halah… bilang aja kebangun karena ciuman pangeran…” Kata Cakka sambil beranjak lalu berdiri tepat disamping tempat tidur.
“Kayak dogeng yang tadi aku baca buat Clara dong…” Kata Oik ikut berdiri disamping Cakka.
Mereka berdua memandangi putri kecil yang tertidur pulas dihadapan mereka.
“Clara cantik ya Kka… Seperti Acha…” Ujar Oik.
“Udahlah jangan mulai ngukit masa lalu lagi deh Ik…”
“Gak kok… aku kan bicara sejujurnya… gak bermaksud untuk itu…”
“Seperti kamu juga lah… Kamu kan Cantik juga Ikong sayang…”
“Dasar Cakong gombal…”
“Biaring bleee…”
“Sssttttttt……………………………..” Ujar Oik sambil meletakan jari telunjuk dibibir Cakka. Clara sedikit melakukan gerakan kecil. Mungkin terganggu dengan suara Cakka yang agak keras.
Oik mengajak Cakka keluar perlahan dari kamar Clara. Lalu keduanya menuju keruang keluarga dan duduk disebuah sofa.
“By the way Ik, semenjak aku kembali kerumah kita belum berbulan madu lagi loh… Kan harus ada bulan madu kedua kalau begini ceritanya…” Ujar Cakka.
Oik menatap Cakka geli. Cakka menaik turunkan alisnya. Kemudian Oik mencubit hidung Cakka tanpa ampun sehingga menjadi merah seperti tomat.
“Kejar aku dulu… Kalau gak bisa dapat berarti bulan madu keduanya gak jadi…” Kata Oik kemudian berlari.
“Kalau dapat bulan madunya ekstra yah… tiap hari selama sebulan…” Teriak Cakka yang langsung berusaha mengejar Oik. Terjadilah kejar-kejaran antara kedua orang dewasa itu, bagaikan anak kecil kejar-kejaran itu berlangsung seru mengelilingi rumah mereka. Sampai tiba dikamar mereka Oik tak tau lagi harus lari kemana. Dan hap! Ditangkap Cakka dirinya yang tak seimbang karena panik akhirnya jatuh keatas ranjang diikuti Cakka diatasnya. Cakka tersenyum nakal. Oik menatapnya dengan tatapan polos.
“Ekstra yah Ik…” Cakka menggoda Oik.
“Ih apaan deh ekstra…”
“Yah kan udah janji…”
“Kapan aku janji…?”
“Tadi…”
“Kan aku gak jawab…”
“Gak jawab berarti iyaaaaa….”
“Aturan darimana tuh?”
“Dari presiden Cakka…”
Hening sejenak. Keduanya tidak bergeming dari posisi itu. Angin sepoi-sepoi berhembus terasa disekitar mereka karena kebetulan jendelanya belum dikunci hanya tirai yang bergoyang-goyang karna hembusan angin. Cakka mulai membelai rambut Oik tangannya sejengkal demi sejengkal menjelajahi leher, bahu, tangan, jemari, pinggul, dan….
‘Ting nong ting nong…’ Bunyi bel rumah mereka mengganggu acara dua-duaanya Cakka dan Oik.
“Siapa sih ganggu orang lagi asik aja…” Ujar Cakka.
“Yaudah sana buka dulu Kka… Siapa tahu penting… Nanti lanjut entar aja…” Kata Oik
“Bener yah… awas kabur loh…” Kata Cakka kemudian beranjak pergi membukakan pintu.
“Pizzanya mas…”
“Loh? Saya gak pesan pizza…”
“Tap alamatnya dirumah ini mas…”
“Tunggu bentar deh yah…. Ikooooooooooooonggggg….” Teriak Cakka.
Oik datang menghampiri Cakka.
“Duh, brisik Cakong… ada apa sih?”
“Kamu pesan pizza gak?”
“Gak kok… Mas salah alamat kali…”
“Tapi ini bener alamat disini…” Sang pengantar pizza ngotot.
“Coba saya lihat….” Pengantar pizza itu secarik kertas kepada Cakka.
“Yeh mas ini mah nomornya salah… wong rumah ini nomor 69 bukan 96… Makanya liat baik-baik…”
“Oh iya mas,mbak maaf… makasih sebelumnya…” Tukang pizza nyasar itupun pergi dari hadapan Cakka dan Oik.
“Helah… Tukang pizza nyasar ganggu acara kita aja…” Keluh Cakka.
“Yaudah… lanjut yuk…” Kata Cakka lalu mengangkat tubuh Oik. Sementara yang diangkat terkekeh geli.
“Kka… Turuni aku deh… aku kan bukan anak kecil lagi…”
Cakka tak menghiraukannya dia terus melangkah kembali kekamarnya. Meletakan Oik diranjang, lalu menutup bingkai jendela yang sedari tadi terbuka.
“Oke deh… aman kan …” Kata Cakka kemudian tidur disamping Oik.
“Aman…aman apanya…”
“Kamu tuh ya Ik, dari dulu gak ada mesra-mesranya… Kita kan udah lama nikah masa panggilannya Kka, Ik, Cakong, Ikong sayang… Kayak suami isteri normal lainnya…”
“Maksud kamu kita gak waras gitu?”
“Emang…”
“Terus maunya dipanggil apa?...” Tanya Oik kemudian memeluk Cakka bak guling. Cakka membelai rambut Oik.
“Mama - Papa kek, Mommy - Daddy kek, Mother - Father, Ayah - Bunda, Mimi - Pipi, Kanda - Dinda kek…”
“Hahahahaha…” Oik terkekeh.
“Kenapa? Ada yang lucu?...” Kata Cakka yang mulai sensi karena pembahasan yang tadi dianggap Oik sebuah Candaan.
Oik mengecup halus bibir Cakka.
“Yah, jangan ngambek dong Pap…” Oik agak geli mengucapkan kalimat terakhir tadi.
“Gak ngambek kok… Asal…”
“Asal apa?...”
“Ekstra…” Ujar Cakka sambil menggelitik Oik. Oik tertawa terkekeh-kekeh sampai terbatuk-batuk tapi Cakka tak menghiraukannya, dia terus menggelitiki Oik tanpa ampun. Ditengah keasyikan itu. Tiba… Tiba….
“DADDYYYYYYYYYYYYY, MOMMYYYYYYYYYYYY…” Teriakan seorang anak kecil yang sepertinya terganggu dari tidurnya.
“CLARAA!!!…” Cakka dan Oik kaget segera melompat dari tempat tidur mengetahui Clara terbangun dan segera berlari menuju ke kamar Clara.
* * * *
Oik terbangun dari tidurnya, matahari sudah tampak jam menunjukan pukul 10.00, kesiangan. Oik cuti dari kantor sudah semenjak 1 minggu yang lalu. Badannya belakangan ini terasa tidak enak. Dia segera mengaduk-ngaduk makanan dikulkas, dilihatnya tidak ada yang menarik seleranya. Jam segini Cakka juga sudah berangkat ke restorant, Clara juga sudah berangkat kesekolahnya sejak pagi. Jadilah Oik sendiri dirumah, semenjak kembalinya Cakka kerumah Oik tak lagi menyewa pembantu. Hidup baru berarti cara hidup harus baru pula. Oik juga sudah mengurangi aktivitasnya dikantor dan lebih banyak dirumah untuk mengurus segala keperluan rumah tangga mereka. Tadi pagi dia sempat bangun memasakan makanan untuk sarapan keluarga, membereskan rumah namun ia tidur kembali karena badannya terasa ingin patah. Mungkin karena belum terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti itu. Oik bingung apa yang harus dia lakukan sekarang, semua pekerjaan rumah telah ia lakukan tadi pagi. Dia malas untuk memutar tv karena acara di tv sekarang jarang ada yang menarik. Ia kembali membuka kulkasnya, mengaduk-ngaduk kembali. Dibukanya bagian Frezer kulkas tersebut hanya ada es batu didalamnya. Diambilnya es batu itu lalu diserut diletakan digelas dan tanpa campuran apapun Oik meminum serpihan-serpihan es batu yang Ia serut tadi. Setelah tenggorokannya terasa segar Oik segera menuju kamar mandi dan bersiap-siap menjemput Clara di sekolahnya.
* * * *
“Bro…” Seseorang menepuk pundak Cakka. Cakka membalikan badannya kearah orang yang menepuk pundaknya.
“Eh kamu Biet… Apa kabar bro…?” Kata Cakka melihat Obiet bersama Keke –Isterinya– berdiri dihadapannya.
“Baik… baik… Kamu?”
“Yah seperti yang kamu lihat sekarang…”
“Hebat kamu sekarang bro… udah sukses sama usaha sendiri… salut deh! Padahal kan dulu kamu paling gak bisa kerja… hahahaha…”
“Jangan buka aib bisa kali… ada isterimu kan malu…”
“Hahaha… nyantai aja Kka…”
“Oh ya Biet silahkan duduk… mau pesan apa…?” Kata Cakka mempersilahkan mereka duduk lalu menjentikan jarinya memanggil pegawainya.
“Ini bro… Isteriku kan lagi hamil, trus minta makan gudeg… dari semalam Cuma akunya baru ada waktu sekarang, aku ingat juga kan kamu punya restorant khusus makanan khas Yogyakarta … jadi aku kemari…”
“Wah selamat kalau gitu… yang mau jadi ayah dan ibu sebentar lagi…” Kata Cakka sambil menyalami Obiet dan Keke.
“Kamu kapan nambahnya bro…?”
“Hahaha… Tunggu waktunya Tuhan sajalah Biet…”
* * * *
Oik yang baru selesai menjemput Clara disekolahnya membawa Clara kesebuah taman bermain untuk refreshing sebentar sekaligus lebih mengakrabkan dirinya dengan Clara. Diujung taman bermain ada sebuah warung kecil yang khusus menjual permen dari berbagai bentuk dan rasa.
“Mommy, Clara mau dong beli permen…” Kata Clara menarik-narik Oik menuju ke warung tersebut. Oikpun mengikutinya.
Tiba diwarung terserbut Clara menyuruh Oik membelikan sebuah permen bulat warna-warni besar yang memakai tangkai. Setelah dibelikan permen itu, Clara tampak senang segera membuka bungkus permen itu lalu menjilatnya. Nikmat. Oik menahan ludah melihat Clara yang menikmati permennya. Oik jadi ingin juga.
“Clara tunggu disini dulu yah… Mommy, mau balik beli permen yang buaanyaaak trus kita makan bersama-sama…” Kata Oik.
“Oke mommy...” Kata Clara sambil merapatkan jari telunjuk dengan ibu jari dan menyisakan 3 jari berdiri sedang kedua jari itu membentuk huruf ‘O’
Oik kembali ke warung permen tadi.
“Mas permen yang tadi lagi dong…?”
“Berapa banyak?”
“Itu yang tersisa berapa?”
“20 permen…”
“Yaudah semuanya aja….” Kata Oik
Oikpun membawa kantong plastik yang isinya permen semua kembali ketempat Clara tadi.
“Clara… Ayo pulang… Kita pesta permen dirumah…”
“Ayooooo…..” Clara bersemangat.
“Let’s goooo…”
* * * *
Cakka turun dari mobilnya, setelah menguncinya dia masuk kedalam rumah. Diputarnya gagang pintu rumahnya lalu berjalan memasuki ruang demi ruang dirumahnya. Mencari kedua bidadarinya, disaat-saat lelah seperti ini merupakan saat yang tepat untuk menghibur diri bersama kedua bidadarinya. Cakka terkejut ketika menginjakan kakinya diruang nonton. Suara kartun di tv terdengar lumayan keras. Plastik-plastik permen berserakan dimana-mana. Didepan tv, Clara tertidur dipangkuan Oik yang tertidur juga dengan tangkai permen masih dimulut keduanya.
Cakka menggeleng-gelengkan kepalanya, disisi lain dia senang karena Oik dan Clara semakin hari semakin akrab. Tapi disisi lain ada perasaan kesal, kenapa Oik membiarkan Clara memakan permen sebanyak ini? Permen kan tidak baik untuk anak kecil seperti Clara. Apalagi Oik ikut memakannya. Namun Cakka segera mengubah pikiran negatifnya itu, mungkin itu adalah salah satu cara agar Oik bisa akrab dengan Clara, dengan ikut kedalam dunia Clara agar bisa menyayanginya seperti anaknya sendiri. Cakka tahu itu sulit apabila menengok ke masa lalu. Tapi Cakka yakin Oik isteri yang baik, tapi yang dia takutkan Oik terlalu memaksakan dirinya dan terlalu terjun kedalam dunia Clara.
Ponsel Cakka tiba-tiba berdering, di sreen muncul tulisan ‘Bunda’ yang artinya itu panggilan dari ibu mertuanya. Segera diangkat ponselnya.
“Halloo, iya bunda…”
“Halloo, nak bisa datang kerumah bunda sekarang…” Terdengar suara keibuan dari seberang.
“Bisa sih bunda, Cuma Oiknya lagi bobo bareng Clara…”
“Gak… gak usah ajak Oik, bunda perlunya sama kamu aja… datang sendiri gak usah ajak Oik…”
“Oke kalau begitu… Tunggu bunda, Cakka segera meluncur kesana…”
“Bunda tunggu…”
Cakka segera mematikan ponselnya. Lalu melepaskan tangkai permen dimulut Oik dan Clara, menuju kamarnya dan ganti baju. Tak beberapa lama kemudian bergegas menuju garasi mobil lalu berangkat kerumah bunda Oik.
* * * *
Oik kaget melihat jarum yang ditunjukan oleh alat penimbang berat badan, dirinya naik 3 kg. Apa alat penimbang berat badan ini yang rusak? Berat badan Oik tak pernah naik sebanyak ini. 1 kg itu wajar. Ini apa maksudnya 3 kg? Tiba-tiba sepasang tangan melingkar dipinggulnya ketika ia masih berada diatas timbangan.
“Cakong….”
“Kenapa Ikong, naik yah… Ohh kasian gemuk…” Cakka meledek.
“Ish… ngeledek deh nih… lepasin tangan kamu dulu aku mau turun dari sini…” Kata Oik.
“Gak mau… kamu pakai kata-kata yang mesra dulu baru aku lepasin…”
“Aneh deh…”
“Yaudah, sampe pagi juga gak bakal aku lepas…”
Keduanya berdiam satu dengan yang lain, Kaki Oik sudah capek berdiri seperti ini. Untuk berusaha melepaskan pelukan Cakka ia tahu sangat sulit bagaimanapun dia pria, tenaganya sudah pasti lebih kuat dari Oik.
“Papa Cakka, lepasin tangan papa dong… Mama capek berdiri terus dari tadi… Gimana? Udah kan ?...” Kata Oik akhirnya mengalah dan mulai membujuk.
“Gak mau, gak tulus…”
“Udah diturutin, malah gak mau … apa sih maumu?” Kata Oik.
Oik tampak berpikir sejenak untuk melepaskan dirinya dari dekapan Cakka, bukannya ia tak suka berada didekapan suaminya itu. Namun, kakinya sudah tak mau berkompromi dengan hal tersebut. Oik setengah meronta, tubuhnya yang tadinya didekap Cakka dari belakang, kini berpindah posisi. Dirinya berhadapan dengan Cakka namun Cakka tak melepaskan sedikitpun dekapannya. Dari posisi tercium jelas wangi Hugo Boss. Wangi yang sudah akrab di indera penciuman Oik. Oik menjinjit agar kepalanya sejajar dengan Cakka, memiringkan kepalanya dan melumat bibir Cakka sebentar.
“Lepasin ya… Kakiku sakit sayang…” Kata Oik kemudian. Perlahan dekapan Cakka melonggar hingga Oik terlepas. Cakka menyunggingkan senyumnya, sedangkan Oik berjalan ke sofa dan berbaring disitu. Cakka mengekor, diangkatnya kaki Oik lalu duduk, dan meletakan kaki Oik diatas pangkuannya.
“Sakit ya, sini aku pijit…” Kata Cakka sambil menekan-nekan bagian betis kaki Oik.
“Tadi siang kamu kerumah bunda yah?” Tanya Cakka kemudian.
“Iya sebelum jemput Clara aku kerumah bunda. Tiba-tiba kangen masakan bunda. Jadinya aku makan siang disana.” Kata Oik.
“Cuma makan siang?...”
“Gak sih tadi sempat buat manisan mangga juga, soalnya aku lihat pohon mangga didepan rumah bunda udah banyak buahnya jadi pengen makan…”
“Ohh… trus ada gak yang kamu pengen makan sekarang…?” Tanya Cakka sambil terus memijit kaki Oik.
“Hmm… apa yah? Gak ada sih…”
“Kalau ada bilang yah… nanti pasti kubelikan…”
“Tumben… ada apa nih?...”
“Gak ada apa-apa… Cuma lagi pengen jadi suami yang baik aja buat isteriku tercinta…”
* * * *
Oik berjalan-jalan disebuah pusat perbelanjaan. Hari ini badannya tiba-tiba terasa enak tidak seperti yang kemarin-kemarin. Maka dari itu dia ingin berjalan-jalan sebentar. Dia memasuki stand demi stand tapi tak ada yang menarik hatinya.
“Oik…” Sebuah suara memanggil Oik. Oik menoleh kearah sumber suara tersebut.
“Eh… Alvin …” Pria berwajah oriental itu datang mendekat kearah Oik. Semenjak Oik menolak lamaran Alvin dan rujuk dengan Cakka dia tak pernah lagi melihat Alvin dihadapannya. Baru kali ini lagi.
“Ngapain disini? Gak kerja?”
“Cuti Vin… kamu ngapain?”
“Gak ngapa-ngapain lagi suka jalan aja… Boleh aku temanin kamu kan …?”
“Hm… Boleh-boleh aja…”
“Okelah… Kamu mau kemana nih Ik?”
“Mau beli ice cream deh diatas…”
“Yaudah yuk…”
Oik dan Alvinpun berputar-putar di pusat perbelanjaan tersebut, Setelah berputar-putar dan membeli berbagai macam makanan dan minuman, mulai dari ice cream, pizza, spaghetti, Lemon tea dan lain sebagainya. Oik meminta Alvin untuk menemaninya makan disebuah restorant jepang sambil berbincang-bincang.
“Oik… Oik… makan kamu tambah banyak yah… dan kayaknya kamu agak gemukan…” Komentar Alvin.
“Iya nih Vin… Gak tau kenapa padahal aku kan belakangan ini sakit…”
“Ya jelas aja… Kamu sakit tapi kalau kerjaanmu makan kayak tadi yah pasti naik… Oh ya Ik, kudengar-dengar kamu udah rujuk yah sama Cakka?...”
“Hehehe… Iya Vin…”
“Selamat yah…”
“Makasih Vin, trus kamu kapan?…”
“Entahlah, mungkin aku ditakdirkan sendiri…”
“Jangan gitu Vin… Semangat dong mencari pendamping hidup… aku doakan selalu yang terbaik untukmu… Tapi aku saranin ya Vin… Kamu rujuk lagi deh sama mantan isterimu…”
“Gak mungkin lah Ik… Dia udah berkeluarga lagi…”
“Oh gitu yah… Keep spirit Vin…”
“Makasih Oik…”
* * * *
Pagi ini badan Oik terasa lebih tidak mengenakan dari kemarin-kemarin, padahal baru kemarin dia merasa sehat, eh hari ini sakit lagi. Ditariknya selimut menutupi seluruh tubuhnya. Cakka membuka kembali selimut yang menutupi tubuh Oik.
“Bangun isteriku sayang, sudah pagi…”
“Duh… Aku lagi gak enak badan lagi Kka…” Kata Oik berusaha merampas selimut yang ditarik Cakka.
“Yaudah… bangun kita periksa ke dokter…”
“Gak ah Kka… palingan Cuma kecapean gara-gara gak biasa kerja kayak ibu rumah tangga…”
“Eitzz… isteri yang baik gak boleh malas… ayo… nanti kalau kamu sakit aku ikut sakit Ik… aku kan gak mau lihat kamu sakit… ayolah, gak bangun aku cium…”
“Cium aja…. Kamu kan suamiku…”
Cup, Cakka mendaratkan kecupan dikelopak mata Oik yang terpejam. Sontak dia kaget dan membuka matanya.
“Cakkonggggggggg…. Ciumnya kok dimata?... Ih… aneh….” Kata Oik mengelap kelopak matanya yang agak sedikit basah.
“Yah biar kamu melek… sekarang udah melek kan … ayo bangun kita ke dokter…”
Dengan langkah gontai, Oik terpaksa beranjak dari tempat tidurnya menuruti perintah suaminya itu, walau badannya sebenarnya menolak.
* * * *
Cakka dan Oik berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit. Kemudian Cakka menyuruh Oik menunggu diruang tunggu sedangkan Cakka pergi ke loket pendaftaran untuk mendaftarkan Oik sebagai pasien. Setelah selesai Cakka mengajak Oik untuk beranjak dari situ menuju keruang dokter yang akan memeriksa Oik. Anehnya, Poli umum sudah dilewati mereka. Cakka hanya cuek dengan keheranan Oik. Oik membaca sebuah tulisan tepat diruangan yang akan mereka masuki ‘Dokter Kandungan’. Cakka menggandeng Oik untuk masuk kedalam ruangan tersebut untuk melakukan pemeriksaan. Setelah melakukan pemeriksaan sambil menunggu hasil Cakka dan Oik berbincang-bincang dengan dokter.
“Jadi apa yang anda rasakan belakangan ini?...” Tanya Dokter kepada Oik.
“Badan saya terasa kurang enak dok…”
“Sering mual..?”
“Gak sih dok, pernah Cuma sekali dirumah bunda…”
“Itu juga dok, dia jadi sering ngemil… makannya yang aneh-aneh…” Sambung Cakka.
Dokter tersenyum mengangguk-anggukan kepalanya. Tak beberapa lama kemudian suster membawakan hasil pemeriksaan Oik. Dokter membuka amplop hasil pemeriksaan Oik.
“Selamat pak, isteri anda dinyatakan positif…” Kata sang dokter.
“Maksudnya Dok aku…?” Oik kelihatannya surprise.
Dokter membalas dengan sebuah anggukan. Oik tercengang, sedangkan Cakka santai karena memang sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Kemari hanya untuk memastikan saja.
* * * *
Kepala Oik sedang berada dipangkuan Cakka diatas sofa ruang tamu rumah mereka.
“Sayang… Kok kamu tahu kalau aku ....” Kalimat Oik menggantung.
“Hamil? Tahu dong… sebagai suami yang baik harus tahu keadaan isterinya sebelum isterinya sendiri mengetahuinya…”
“Ah… gak mungkin… jujur deh sama aku…”
“Hehehe… iya sih, bunda yang ngasih tahu… katanya waktu kamu kerumahnya gelagat kamu aneh… kayak orang lagi ngidam… makan masakan bunda tapi pakai diminta buatkan es jeruk nipis… setelah itu kamu nyuruh ambilin mangga dipohon depan rumah bunda tapi mangganya masih muda… jadi bunda nebaknya kamu lagi isi… Aku pikir benar juga soalnya pas aku pulang kamu dan Clara lagi makan permen, dan aku tanya Clara kalau kamu yang makan lebih banyak dari dia…” Kata Cakka
“Hehehehe… iya juga yah… iyaaa….”
“Makanya waktu itu aku bilang kalau butuh sesuatu bilang aja… pasti ku cari… sekarang lagi pengen apa?...”
“Bener yah dicari? Aku pengen makan jeruk bali tapi langsung dipetik dari pohonnya…” Kata Oik.
“Buseett… cari dimana tuh…? Susah … apalagi udah malam kayak gini…”
“Jadi gak mau nih… katanya suami yang baik … mana? Jadi mau nih anaknya lahir ileran… jadi mau nih aku ngambek…”
“Eh iya..iya isteriku sayang… akan ku cari walau ke ujung dunia…”
* * * *
“Nih…” Oik menyerahkan secarik kertas dihadapan Cakka ketika ia baru tiba di restorant milik Cakka. Apa ini? Sampai-sampai Oik rela datang ke restorant untuk membawa secarik kertas ini? Cakka membuka secarik kertas itu kemudian membacanya.
Daftar menu makanan Oik yang harus dicari Cakka hari ini:
- Bubur Tinutuan
- Rujak Pakoba
- Klapertart
- Manisan Pala
- Es Papaya Tono
- Kacang Goyang
- Bagea kenari
Cakka melihat aneh dengan daftar makanan tersebut. Terasa asing.
“Ini makanan apa Ik…”
“Makanan Khas manado …”
“Hah?...” Cakka kaget.
“Iya… jadi tadi di tv ada acara kuliner makanan khas manado , aku yang nonton jadi ngiler… Jadi aku datang kemari deh… kan suami yang baik harus menuruti perintah isterinya apalagi isterinya sedang mengandung anaknya iya kan ?...”
“Iya deh… iya…” Kata Cakka walaupun setengah pusing mencari makanan-makanan itu dimana. Dasar ini lagi ngidam atau doyan sih.
* * * *
8 bulan kemudian
Perut Oik sudah membesar. Usia kandungannya sudah memasuki bulan ke 9. Cakka juga semakin ketat mengawasi isterinya tersebut. Disatu kesempatan Cakka dan Oik sedang berbincang-bincang diatas masterbed mereka.
“Kka… padahal sebentar lagi mau brojol nih… masa kita belum nyiapin nama untuk anak kita nanti…”
Cakka menepuk jidatnya.
“Itu sih sampai lupa, gara-gara kamu ngidamnya yang aneh-aneh…”
“Yaudah gak usah nyalahin aku bisa kali...”
“Iya deh sayangku… hmm, kalau laki-laki aku mau namain Anugrah Eka Putra Nuraga…” Kata Cakka.
“Berarti kalau cewek Karunia Dwi Putri Nuraga yah…”
“Bagus juga… karena anak ini anugrah dan karunia yang berasal dari Tuhan…”
“Auuuhhhh…” Rintih Oik.
“Kamu kenapa Ik?...”
“Anaknya nendang-nendang… kayaknya… auuu… pengen keluar…”
“Maksud kamu..? Kamu mau lahiran Ik?...” Cakka jadi panik, Ia segera menelpon mertuanya. Tanpa sapa dan salam ia menyosor.
“Bundaaaa… cepat kemari… Oik mau lahiraaan…”
* * * *
Cakka yang menggendong Clara bergegas menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang persalinan. Didepan tampak Ibunda Oik menunggu.
“Bunda gimana keadaan Oik?...”
“Dia didalam… Kamu masuk aja Kka untuk nguatin Oik” Kata Bunda Oik.
“Titip Clara yah Bun…” Kata Cakka sambil menyerahkan Clara ke gendongan bundanya. Kemudian Cakka masuk kedalam ruang persalinan. Didalam Cakka berusaha menguatkan Oik.
30 menit kemudian
“Huuueeeeekkkk…. hueeeekkk…” Suara tangisan bayi memecah keheningan subuh itu. Nyawa baru lahir kedunia.
“Selamat anak atas kelahiran putra anda…”
“Anugrah Eka Putra Nuraga…”
Cakka dan Oik tersenyum bahagia. Lembar kehidupan baru mereka diwarnai oleh lahirnya seorang putra. Ternyata Tuhan selalu membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Tuhan tahu waktu-waktu yang tepat dan Tuhan selalu tahu apa yang diinginkan umatnya. Meski harus melewati berbagai macam tantangan dan cobaan. Lika-liku kehidupan berumah tangga. Tuhan membuat segalanya baru. Ini bukan akhir tetapi awal. There’s a new life, with a new baby.
A new life: End
0 komentar:
Posting Komentar