Rabu, 24 April 2013

LOVATOUR [1]


PROLOG

STUDIO Lovatour tampak ramai. Hari ini pencabutan undian dua nama yang akan mengikuti Lovatour. Dua orang beruntung yang akan mengikuti tour romantis. Lovatour adalah sebuah acara unggulah di salah satu stasiun televisi. Dengan tagline Find Your Love With a Tour!” telah mempertemukan banyak pasangan lewat tour romantis di beberapa negara selama dua bulan lebih. Acara Lovatour di-sponsori oleh banyak sponsor. Mulai dari brand ternama sampai pengusaha-pengusaha waralaba terkenal. Itu membuat acara ini menjadi acara terspektakuler sepanjang dua tahun belakangan ini.
Kamera sudah stand-by tinggal menunggu aba-aba. Seorang host sudah berdiri di atas  panggung bersama seorang notaris dan beberapa kru Lovatour bersama saksi-saksi. Dua buah kotak yang berisi nama-nama calon peserta Lovatour. Kotak-kotak itu telah disegel, hanya sebuah lubang kecil di atasnya, tempat seorang kru akan mengambil dua buah nama yang beruntung di dalamnya.
Camera rolling, action!” Sang sutradara memberi aba-aba untung sang host memulai.
Sebelum memulai sang host memperbaiki tatanan rambutnya dulu, “selamat malam pemirsa, kembali lagi dengan saya Raissa Arif dalam program acara terspektakuler Lovatour find your love with a tour. Pasti pemirsa sudah nggak sabar kan menanti siapa saja dua orang yang beruntung pada Lovatour kita kali ini. Nah! Malam ini adalah malam pencabutan dua nama yang beruntung itu. Live! Oleh Pak Candraguna sebagai sponsor terbesar acara ini,” kata Acha sambil memperkenalkan Candraguna.
Candraguna adalah pengusaha sukses yang mempunyai beberapa perusahaan waralaba di Indonesia. Serta mempunyai beberapa hotel dan resort di beberapa negara, tempat menginap para peserta nantinya.
Well, pasti semua orang yang mendaftar sudah sangat menanti. Acha bakalan memperkenalkan juga notaris yang akan mengesahkan nama yang terpilih. Selamat malam Pak Agung Budyanto, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, notaris di Jakarta,” sapa Acha pada seorang pria berjas hitam sambil membawa sebuah stempel.
“Selamat malam,” balasnya.
“Saksi satu dari kru Pak Derry, dari saksi dua dari pihak On Top TV Bu Amara,” kata Acha kemudian memperkenalkan dua orang saksi itu.
“Nggak usah lama-lama kita langsung saja dengan pencabutan undiannya. Di hadapan kita semua ini sudah ada dua buah kotak undian dengan segel,” kata Acha sambil menunjukan kotak-kotak undian di hadapannya, “nanti Pak Candraguna akan mencabut dua nama yang akan langsung di berikan pada saksi dan kita akan membukanya bersama-sama,” Acha menjelaskan.
Candraguna bersiap-siap di samping kiri kotak-kotak tersebut. Sedangkan notaris dan saksi-saksi menyaksikan dari samping kanan kotak-kotak. Acha berada di belakang kotak-kotak di tengah-tengah mereka semuanya.
“Biar lebih dramatis kita pasang jingle-nya Lovatour sambil Pak Candraguna mengambil dua nama di dalamnya, yuk musik!” Acha memberi aba-aba.
Jingle Lovatour-pun di putar. Candraguna segera memasukan tangannya ke dalam kotak lewat lubang seukuran tangan yang ada di bagian atas kotak. Pertama ia mengambil sebuah kertas berwarna hijau yang digulung silinder lalu diserahkan kepada saksi pertama. Kemudian ia berjalan ke arah kotak yang satunya lalu mengambil sebuah kertas berwarna merah muda yang digulung silinder juga lalu menyerahkannya pada saksi kedua.
“Yeay. Kita telah mendapat dua nama yang sedang berada di tangan para saksi yang akan menjadi calon peserta Lovatour. Pasti semua udah nggak sabar kan? Baiklah! Nggak usah berlama-lama kita akan buka secara bersama-sama. Bapak dan Ibu silakan dibuka pada aba-aba yang ketiga ya,” kata Acha.
Dua orang itu mengangguk mengerti.
“Kita hitung bersama-sama pemirsa! Tiga... dua... satu!” aba-aba Acha, “tunjukin ke kamera Pak, Bu,” suruh Acha.
Dua orang itu segera menunjukan dua buah kertas yang telah terukir nama di atasnya ke arah kamera. Nama tersebut adalah...
“Cakka Nuraga dan Oik Ramadlani! Selamat!” kata Acha, “gimana dari pihak notaris? Sah?” tanya Acha.
“Sah!” kata sang notaris sambil memberi stempel pada dua nama tersebut.
Welcome to Lovatour!

***

SATU

RAY menatap sahabatnya itu frustasi. Sudah sebulan belakangan ini sahabatnya itu terlihat tidak bertenaga. Hanya karena patah hati. Oh c’mon! Mereka laki-laki tidak harusnya patah hati berlebihan seperti ini. Cakka sahabatnya, baru saja patah hati karena gadis yang dicintainya lebih memilih karier-nya sebagai penyanyi daripada dirinya. Tidak hanya itu! Sekarang ia mendengar desas-desus mantannya itu akan segera bertunangan dengan seorang pengusaha yang merupakan rivalnya. Skandal apa itu? Padahal Cakka baru putus dari mantannya itu sebulan lalu.
Saat ini mereka sedang berada di kamarnya Cakka terdiam. Cakka hanya berada di tempat tidurnya sambil memainkan gadget-nya. Sedangkan Ray duduk di hadapan meja komputer secara terbalik menghadap Cakka.
“Sampai kapan sih lo harus kayak gitu Kka? Mana Cakka yang dulu? Masa cuma gara-gara perempuan sialan itu lo kayak gini,” kata Ray.
Cakka meletakkan gadget-nya di samping tempat tidurnya. Lalu menghadap ke arah Ray. Menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang lemah, “trus gue harus gimana Ray? Lo tahu kan gue sayang banget sama dia,” kata Cakka.
“Lo harus cari kesibukan apa kek gitu, atau cari cewek lain kek yang bisa buat lo jatuh cinta lagi,” kata Ray.
“Emang ada gitu cara instan yang buat gue bisa jatuh cinta sama orang?” tanya Cakka mengernyit, “mana ada Ray!” lanjut Cakka.
Pikiran Ray melayang. Ia mencoba berpikir. Apa ya yang bisa membuat sahabatnya ini jatuh cinta secara cepat dan langsung move-on dari encim-encim itu? Ehm. Ia mencoba memutar otaknya. Mengikutkan Cakka dalam biro jodoh kafe serasinya Mak Erot? Kayaknya nggak mungkin. Cakka bukan orang dengan tampang pas-pasan. Tampangnya mungkin bisa dibuat untuk menggait selebriti tercantik sekalipun. Ia juga seorang eligible bachelor yang menjadi most wanted buat para wanita. Apalagi kalau mereka tahu ia telah single seperti ini. Mengikutkan Cakka dalam blind date? Tidak! Blind date itu kan sama dengan biro jodoh dengan bahasa keren. Argh! Apa dong?
Cakka punya tampang. Check. Cakka punya uang. Check. Cakka punya tahta. Check. Siapa sih wanita yang nggak mau sama dia? Tapi sayangnya, Cakka tipe orang yang memilih mempunyai cinta dulu untuk bisa menjalin hubungan dengan seseorang. Hupfh.
Tiba-tiba ia teringat pada sebuah acara yang sedang heboh-hebohnya di televisi. Lovatour! Kalau Ray mengikutkan Cakka dalam Lovatour kemungkinan Cakka bakalan jatuh cinta dengan pasangan Lovatour-nya itu ada! Kadang cinta datang seiring kebersamaan bukan? Semakin intens kalian bertemu dengan seseorang. Kemungkinan untuk jatuh cinta itu semakin besar! Ahaaaa! Ray menjentikan jarinya.
“ADA!” katanya antusias.
“Apa?” tanya Cakka malas-malasan.
“Lo ikut Lovatour aja! Lo tahu Lovatour kan?” tanya Ray.
“Lovatour? Acara yang dibicarain semua karyawan kantor gue?” tanya Cakka memastikan. Ray mengangguk, “nggak gue nggak tahu. Acara apa sih itu? Kok heboh banget,” kata Cakka.
“Itu acara kerenlah pokoknya dan bakalan buat lo dengan instan mencintai seorang gadis,” kata Ray.
“Bukan blind date kan?” tanya Cakka.
“Sepertinya semacam itu, hehehe,” Ray nyengir.
“Nggak gue nggak mau,” kata Cakka.
“Eh bentar dulu Kka, ini bukan kayak blind date biasa. Lo bakalan dipasangin sama seseorang keliling dunia kalau lo lolos. Emang lo nggak mau keliling dunia?”
“Gue bisa keliling dunia pake uang gue sendiri,” kata Cakka, “kalau gue dipasangin sama orang yang nggak masuk kriteria gue kan berabe urusannya,” lanjutnya.
“Sok kaya lo. Tenang aja, setahu gue sistemnya disaring dulu. Kan nanti tiap peserta memasukan foto-fotonya dulu. Sejauh ini kan yang terpilih yang tampang-tampangnya oke kok. Trus nanti biasanya dua puluh lima nama dengan alasan terbaik yang dipilih buat ikut undian,” kata Ray.
“Lo holic ya sama acara itu? Sampe segitunya lo tahu sama acara itu,” kata Cakka menatap Ray sambil mengernyit.
“Gue Lovatourium emang. Tapi bukan gara-gara acaranya sih. Gue suka sama host-nya,” kata Ray malu-malu.
Cakka menepuk jidatnya, “jangan bilang lo suruh ikut gue ini biar lo bisa ketemu sama host-nya juga,” tuduh Cakka.
“Salah satunya. Ah! Tapi tetap tujuan utamanya supaya lo bisa move-on dari encim-encim itu,” kata Ray.
“Dijamin gue bisa move-on kalau sampe gue ikut tapi hasilnya lo berani taruhan apa?” tanya Cakka menantang.
“Saham gue deh di perusahaan di Bali gue jual sama lo!” kata Ray.
Mendengar tawaran yang menggiurkan itu Cakka jadi berpikir dua kali. Setahu Cakka perusahaan di Bali yang Ray tanamkan sahamnya mempunyai untung yang sangat besar. Kalau Cakka bisa membeli saham dari Ray. Bisa membuat karier-nya sebagai pengusaha menanjak, “oke gue terima!” kata Cakka.
Deal ya?” Ray mengulurkan tangannya pada Cakka.
Deal,” kata Cakka menyalami Ray.
“Selanjutnya biar gue yang atur pendaftaran Lovatour lo.”

***

Peraturan ‘awal’ yang harus disepakati antara lain:
  1. Mengisi formulir pendaftaran berserta kelengkapan sebagai berikut: menyertakan foto paling menarik close-up dan seluruh badan, menyertakan pas foto untuk keperluan passport, visa dan lain sebagainya, berserta scan KTP.
  2. Menyertakan satu paragraf cerita/alasan anda mengikuti Lovatour. Bisa berupa cerita penyebab kegagalan cinta yang terakhir atau pengalaman pahit cinta anda (cerita harus semenarik mungkin).
  3. Bersedia mengikuti tour selama dua bulan lebih bersama Lovatour.
  4. Bersedia dipasangkan dengan siapa saja dalam tour. Suka atau tidak suka secara random oleh pihak Lovatour (akan diundi pada malam pengundian).
  5. Setelah mengikuti tour anda berhak mengikuti final decision dan di situ anda akan menentukan pilihannya. Eit… tunggu dulu tentu saja anda akan digoda dengan sejumlah uang. Sehingga anda harus memilih antara cinta atau uang yang ditawarkan.
  6. Jika peserta memilih cinta. Maka mereka sama-sama berhak merayakan kemenangan cinta mereka di salah satu kota yang termasuk dalam Lovatour.
  7. Jika peserta memilih uang maka peserta akan mendapatkan uang masing-masing. Dan tentu saja tidak akan mendapatkan cinta mereka jika keduanya memiliki uang (uang yang ditawarkan antara Rp. 100.000.000,-).
  8. Jika salah satu memilih cinta dan salah satunya memilih uang. Maka yang memilih cinta tidak akan mendapat apa-apa. Dan yang memilih uang tetap akan mendapatkan uangnya tapi hanya sebesar Rp. 50.000.000,- (ditambah harus bersedia hijrah ke salah satu kota yang dipilih dari Lovatour tanpa sepengetahuan yang memilih cinta).
  9. Register tak dipungut biaya.
Are you ready to find your love? Let’s sign up.

Seorang gadis yang duduk di hadapan laptopnya dari tadi resah. Ia menimbang-nimbang. Apa susahnya sih mengarahkan pointer-nya pada kata ‘sign up’? Tentu saja susah. Tombol sign-up bakalan mengubah hidupnya selama dua bulan belakangan nanti (kalau seandainya terpilih)―dan bagaimanapun caranya ia harus terpilih. Di dada kanannya ada sebuah papan nama. Oik Ramadlani. Itu namanya. Ia adalah seorang waitress yang bekerja di sebuah restoran ternama di Jakarta. Restoran yang digemari kaum-kaum konglomerat. Makanya waitress di restoran itu berpakaian bak pramugari dengan kemeja seragam, rok pendek, papan nama, stocking bahkan higheels.
Kalau saja bukan karena ia sedang membutuhkan uang ia tak akan pernah mengikuti acara seperti ini. Cinta bukan bahan obralan yang mampu ditukar dengan uang bukan? Tapi karena keadaan mengharuskan ia mengikuti acara tersebut. Orang tuanya terlilit hutang. Dengan gajinya yang pas-pasan sebagai waitress tentu saja tak mampu menutupi utang orang tuanya. Dan ia butuh uang secepatnya! Sang rentenir hanya memberikan waktu sampai tiga bulan ke depan kalau tidak rumahnya akan disita. Sudah berbagai cara Oik lakukan tapi hasilnya nihil. Tetap belum cukup menutup hutang orang tuanya. Cara satu-satunya untuk mendapatkan uang ya dengan cara ini. Keuntungannya Oik bisa keliling dunia juga.
Sebelum mengarahkan pointer ke arah sign up. Oik berdoa dulu. Semoga gue terpilih jadi salah satu peserta Lovatour. Semoga pasangan gue di acara itu jelek. Supaya kalau pasangan gue jelek gue nggak jatuh cinta Tuhan sama orang itu. Kalau pasangan gue cakep keraskanlah hati ini agar nggak jatuh cinta padanya. Semoga akhirnya dia nggak jatuh cinta sama gue biar gue dapet seratus juta. Amin…
Oik segera masuk ke halaman formulir. Ia pun segera mengisi data dirinya yang dibutuhkan lalu mengunggah berkas-berkas yang diperlukan. Setelah selesai, mengisi kolom cerita penyebab dia mengikuti acara Lovatour. Tadi di halaman depan katanya harus dibuat semenarik mungkin. Dengan kata menarik di-undeline. Artinya menarik itu menjadi sebuah pertimbangan. Sangat tidak mungkin Oik menceritakan kalau motivasinya mengikuti acara ini bukan untuk cinta tapi untuk uang. Sedangkan tagline dari acara tersebut find your love bukan find your money. Oik memutar otaknya. Sepertinya ia harus membuat cerita rekayasa yang dramatis. Ia pun segera mengetikkan cerita (karangan)-nya pada kolom yang tersedia.
Alasan gue mengikuti acara ini. Karena gue trauma sama almarhum pacar gue yang tewas di tangan gue sendiri. Bukan gue yang bunuh tapi ya. Dia sakit ginjal. Trus pas gue lagi jaga dia di rumah sakit dia minta gue anterin keluar mau lihat bintang katanya. Pas gue turunin dia dari tempat tidur, dia malah jatuh. Gue kira dia cuma pingsan tahunya dia udah meninggal di tangan gue. Dari situ gue trauma banget buat pacaran. Bayangan almarhum pacar gue masih melekat di benak gue. Gue disaranin teman gue buat ikut acara ini. Biar gue bisa move-on dari pacar gue. Tapi gue nggak tahu sih. Sampe sekarang aja gue masih trauma. Semoga aja gue bisa ngatasin trauma gue.
Keren kan? Drama banget kan? Oik tersenyum puas melihat tulisannya itu. Biasanya acara-acara seperti ini butuh seorang drama queen. Dari ceritanya itu tentu saja drama banget. Sebelas dua belas dengan telenovela, sinetron, dorama, k-drama dan semacamnya. Oke mungkin terlalu berlebihan, tapi Oik berharap banget bisa mengikuti acara tersebut karena ia membutuhkannya.
Hai pacar khayalan, semoga lo tenang di alam sana. Tuhan ampuni gue. Engkau tahu kan kebutuhan gue sekarang apa.
Setelah mengisi kolom tersebut. Oik menekan mengarahkan pointer-nya pada tulisan agree. Setelah mengklik tulisan tersebut muncul sebuah tulisan.
Selamat! Pendaftaran anda berhasil. Nomor register anda: 1304431 klik di sini untuk print out dokumen. Digunakan untuk konfirmasi jika anda terpilih nanti.
Mesin printer di samping laptop Oik mulai bekerja. Sebuah kertas yang mencetak data Lovatour Oik keluar. Oik menghela napasnya. Akhirnya! Semoga saja ia terpilih

***

Cakka melotot melihat sebuah kertas yang diserahkan padanya oleh Ray saat ia berada di kantornya. Ia berkali-kali membaca isi kertas itu dan... kesimpulannya adalah ini semua GILA!
“RAY? LO GILA YA... WAH PARAH LO!” teriak Cakka kaget berusaha mengatur emosinya membaca kertas itu, “lo mau jatuhin pamor gue? Lo sahabat atau rival gue sih?” tanya Cakka.
“Sabar dong Kka, lo tenang dulu gue nggak maksud buat ngejatuhin pamor lo atau apa. Kan masalahnya alasannya harus menarik jadi gue pake alasan itu. Lagipula mereka nggak akan ekspos alasan lo kok ke depan publik. Diekspos sih hehehe. Tapi diakhir acara. Tapi itu juga nggak bakalan ngaruh kan kalau lo udah jatuh cinta sama cewek yang nanti jadi pasangan lo. Nggak masalah kok santai aja,” kata Ray.
“Wah tapi ini...” Cakka meremas kertas yang ada di genggamannya, “argh... lo tuh ya, tahu gitu gue nggak usah setuju,” kata Cakka kembali duduk di kursinya.
“Kalau gue ngasih alasan lo patah hati gara-gara seorang cewek dan lo belum bisa move-on sampe sekarang ini itu biasa banget. Nggak bakal deh terpilih alasan lo buat diundi,” kata Ray.
“Tapi nggak pake alasan kayak gitu juga kali,” protes Cakka.
“Udah dong bro nggak usah dipikiran nanti lo makin banyak pikiran have fun aja ya yang penting lo bisa ikutan Lovatour. Gue bisa kenalan sama Acha, hahahahaha,” tawa Ray.
“Ck, bisnis lagi,” keluh Cakka.
“Kan seperti kata lo. Sama lo, selalu bisnis,” kata Ray sambil mengedipkan matanya. Cakka bergidik ngeri membayangkan yang dituliskan Ray benar-benar terjadi.
“Ya sudah terserah deh,” kata Cakka berusaha mengabaikannya. Semoga ini tidak akan menimbulkan masalah baru.
That’s my boy,” kata Ray kemudian tertawa terbahak-bahak.
Lagi-lagi Cakka bergidik ngeri. Dia tidak habis pikir kenapa sahabatnya yang gila ini memberikan alasan seperti itu! Err.
Alasan gue mengikuti Lovatour karena gue ini seorang gay. Dan gue baru patah hati. Pasangan gay gue namanya Ray tiba-tiba jadi straight. Dia putusin gue karena dia suka sama seorang cewek dan rencananya mau nembak dia. Gue ditinggalin begitu aja. Tentu aja gue nggak mau kalah. Gue juga mau dong jadi straight. Siapa tahu kan dengan mengikuti Lovatour gue bisa jadi straight dan bisa menemukan cinta sejati gue.

***

Rabu, 03 April 2013

BELIEVE―FIVE―[YELLOW RAINCOAT]

FIVE―YELLOW RAINCOAT
“―When the wind blows, and the sun goes away
And the sand fall, stormy day, it's a destroyer, this is for you
―”

INI merupakan hari pertama Cakka kerja. Mengawasi perusahaan papanya itu. Perusahaan Papa Cakka terletak di dekat Erasmus Universiteit. Tepatnya di Burgemeester Oudlaan. Dari apartemen Cakka membutuhkan waktu sembilan sampai sebelas menit untuk tiba di sana. Lewat tiga alternatif jalan. Masboulevard, Abram van Rijckevorselweg dan lewat Blaak. Untungnya, di sini tidak macet seperti di Jakarta. Jadinya, Cakka tidak perlu tergesa-gesa untuk pergi ke kantor. Ia segera berjalan ke arah pantri di dapur. Mengambil toaster kemudian berjalan membuka kulkas mengambil keju dan parutan yang berada di samping kulkas. Ia juga mengambil roti dan memarut keju di atasnya. Setelah selesai, ia memanggang roti itu di dalam toaster.
Sambil menunggu, Cakka menyeduh teh hangat. Sekitar lima menit roti itu matang, Cakka segera mengambilnya dan meletakkan roti itu di atas piring. Lalu membawanya ke meja makan. Hidup seperti ini sudah biasa untuk Cakka. Semenjak kuliah di sini, ia sudah terbiasa dengan hidup mandiri. Hanya di Jakarta saja dia memperkerjakan pembantu gara-gara mamanya. Jangan anggap ia anak manja yang hanya tahu makan di restoran siap saji. Ia bukan tipe orang seperti itu. Hidup di Belanda membuat Cakka lebih tahu menghidangkan masakan Belanda ketimbang masakan Indonesia. Ia bisa membuat beberapa hidangan khas Belanda seperti: Stamppot, makanan yang terbuat dari kentang yang direbus dan dihancurkan dan dicampur dengan beberapa sayuran seperti wortel atau sayuran hijau lainnya seperti boerenkool. Stroopwafel, wafel yang dibuat dari adonan tepung, mentega dan susu yang dipanggang dengan disisipi karamel di tengah-tengahnya. Hutspot, yang dibuat dengan kentang, wortel, dan bawang bombay. Dan masih banyak lagi. Tapi sesungguhnya Cakka lebih suka dengan masakan Indonesia. Nasi kuning buatan mamanya lebih tak terkalahkan. Cakka hanya mencicipi makanan Indonesia semasa di Belanda ketika bulan puasa tiba. Karena di Daan Hag, Kedutaan Besar Republik Indonesia tiap Jumat mengadakan buka puasa bersama. Semua masakan yang dihidangkan adalah masakan khas Indonesia. Dan itu merupakan momen yang jarang saat ia berada di Belanda.
Cakka memakan suapan terakhir roti yang dibuatnya lalu menyesap tehnya. Segera ia mengambil serbet dan menyeka bibirnya dengan serbet. Ia pun berjalan ke arah sofa dan mengambil tas kerjanya di situ. Baru saja ia hendak beranjak pergi dari situ. Ponsel Cakka berdering. Ia melihat layar ponselnya tersebut.
Alvin Calling...
Saudara kembarnya itu apa-apaan lagi sih? Cakka melihat arlojinya. Jam di Belanda menunjukkan pukul 07.15 pagi. Perbedaan waktu Belanda dengan Indonesia sekitar tujuh jam berarti kira-kira di Indonesia sudah pukul 02.15 siang. Cakka segera memencet tombol hijau pada ponselnya.
“Kenapa lagi lo?” bukannya menyapa Cakka malah bertanya dengan sinis.
“Bisa nggak sih Kka, nggak usah gitu-gitu amat sama gue. Kita udah jauh juga,” kata Alvin.
“Ya deh, ada perlu apa? Lo nggak tahu di sini masih pagi dan gue baru mau berangkat kantor sekarang,” kata Cakka.
“Gue tahu kok. Gue kira lo belum bangun, kan biasanya lo ngebo. Atau nggak lo jetleg. Lo cerita kek sama gue pas lo nyampe di sana. Waktu itu lo malah matiin nggak jelas,” kata Alvin.
“Lo mau gue cerita apa? Pokoknya gue udah nyampe Rotterdam dengan selamat sentosa,” kata Cakka sambil kembali duduk di sofanya. Lama-lama berdiri kakinya pegal.
“Ya kejadian apa kek gitu yang menarik selama lo sampe di sana.”
“Lo pasti udah dengar cerita perkosa-perkosa itu kan dari Papa. Jadi gue nggak usah cerita lagi.”
“Lo gila ya Kka, baru aja sampe udah ada yang lo mau rape,” kata Alvin.
“Gue cuma becanda Vin, gue nggak pernah rape orang kan lo tahu itu! Se-ekstrim apa sex life gue. Gue bukan klepto.”
“Tapi tampang lo tampang orang klepto, hahahahaha,” tawa Alvin.
“Terserah deh mau bilang gue apa! Puas? Udah ah gue mau ngantor,” kata Cakka.
“Eh...eh tunggu. Gue belum selesai. Gue sebenarnya mau minta saran lo makanya gue telepon lo,” kata Alvin.
“Dari tadi kek to the point. Saran apa?”
“Gini... kan besok ulang tahun pernikahan gue sama Sivia. Gue mau minta saran sama lo surprise apa yang bagus buat Sivia.”
Surprise? Apa ya...” Cakka berpikir sejenak, “lo berdua main sub-dom aja. Nanti Sivia yang jadi dom-nya biar lo jadi sub-nya. Biar Sivia perbuat semaunya sama lo. Dijamin itu hadiah terindah,” kata Cakka ceplas-ceplos.
“Cakka... plis deh. Otak lo di beresin dikit napa. Gue minta saran yang romantis bukan erotis.”
“Bilang! Lo tadi perasaan nggak bilang minta saran yang romantis.”
“Udah buruan, lo ada ide nggak. Gue stuck nih nggak tahu mau ngasih hadiah apa.”
“Lo bawa Sivia jalan-jalan mendingan. Ke sekolah kita waktu SMA. Nostalgia sedikit sama masa-masa PDKT norak kalian. Trus lo ajak noh candle light dinner di atas genteng sekolah. Abis itu kalian nyanyi-nyanyi deh pake gitar sampe pagi di situ,” usul Cakka sebenarnya sih tetap masih ceplas-ceplos.
Alvin berpikir sejenak, “ah Kka... di atas genteng sekolah gimana ceritanya itu? Nggak ada meja, nggak ada kursi, trus nggak ada makanan, mau makan angin?”
“Plis deh IQ lo yang di atas rata-rata di pake. Ya, lo sewa orang-lah buat merubah genteng sekolah jadi restoran sementara waktu. Gue kasih saran yang erotis nggak mau. Gue kasih saran yang romantis nggak mau. Ya udah deh. Berarti lo bawa Sivia makan bakso di pinggir jalan aja sana.”
“Nah! Ide bagus itu. Makasih Cakka.”
Tit. Sambungan diputus. Ide bagus dari segi mana sih? Makan bakso dipinggir jalan tidak terlihat lebih bagus dari candle light dinner di atas genteng sekolah bukan? Entah apa yang dipikiran saudara kembarnya itu sehingga mengatakan itu ide bagus. Bilang aja mau paket hemat. Surprise romantis kok makan bakso di pinggir jalan. Ck.
Cakka segera berdiri dari tempat duduknya. Terserah Alvin deh, Cakka tidak mau ambil pusing. Ia pun melangkah keluar dari apartemennya. Kakinya menyusuri koridor apartemen kembali. Pakaian Cakka cukup rapi hari ini dengan setelan jas berwarna dark grey, kemeja putih dan monk strap. Ia berjalan menuju lift. Lift hampir tertutup otomatis, dengan segera Cakka berlari dan meletakan tangannya di antara pintu. Sehingga, pintu itu terbuka otomatis.
Di dalam hanya ada seorang gadis dengan almamater Erasmus Universiteit. Siapa lagi kalau bukan Oik. Ia mengenakan blouse, dan rok levis yang lumayan pendek mempertontonkan kaki jenjangnya yang bertumpu pada wedges. Rambutnya tergerai dengan indah. Cakka menatap Oik dari ujung rambut sampai ujung kaki saat dia masuk ke dalam lift. Mata almond-nya yang tajam membuat Oik sedikit was-was dengan tatapannya itu. Apalagi mereka hanya berdua di dalam lift.
“Lo mau ke kampus?” tanya Cakka basa-basi.
“Kelihatannya?” Oik berusaha cuek.
“Sepertinya,” kata Cakka.
“Kamu mau ke kantor?” Oik balik basa-basi.
“Nggak. Gue mau kondangan,” kata Cakka.
“Ck,” Oik berdecak. Ia salah kalau basa-basi dengan orang seperti Cakka.
Keheningan pun menyergap keduanya. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sebelum bunyi lift tanda mereka telah tiba di lantai dasar. Pintu lift terbuka secara otomatis. Keduanya bergerak keluar dari lift tersebut. Karena sama-sama terburu-buru, saat mereka melewati pintu. Tak sengaja mereka saling menyenggol. Tas Cakka sempat di tangkapnya makanya ia berhasil menyelamatkan barang-barangnya agar tidak berserakan di lantai. Berbeda dengan tas Oik yang jatuh dan terbuka menyebabkan diktat-diktat Oik berserakan di lantai depan lift. Bukan hanya diktat-diktat sih benda-benda pribadi Oik ada juga yang berserakan. Bedak, lipgloss, cermin, sisir, conditioner, pembalut. Oke, awkward sekali.
Cakka segera membantu Oik memunguti kembali benda-benda yang berserakan itu. Oik mendesah kesal. Ada satu barang yang menarik Cakka yaitu jas hujan berwarna kuning yang di lipat Oik di dalam tasnya. Hanya jas hujan itu saja yang selamat dari serakan barang-barang Oik.
“Lo bawa jas hujan ke kampus? Ada gitu fungsinya?” tanya Cakka setelah selesai membantu Oik memunguti satu per satu barang-barangnya.
“Makasih sudah mau membantuku. Kayaknya bukan urusan kamu deh,” kata Oik.
“Aneh!” komentar Cakka singkat.
Oik segera berjalan mendahului Cakka yang masih bergeming di depan lift. Cakka mengangkat kedua bahunya. Lalu berjalan menuju lapangan parkir mengambil SUV-nya. Brio Oik juga terlihat keluar dari lapangan parkir. Cakka mengekor di belakang Brio Oik melewati jalan-jalan di Schiedamsedijk. Toh mereka satu tujuan juga kan? Kalau Oik tersesat juga kan setidaknya Cakka bisa mengawasinya. Oik kan orang baru di sini. Tapi tunggu… tunggu. Kenapa Cakka jadi peduli dengan Oik?
Cakka mengangkat kedua bahunya dan terus mengikuti Oik. Brio Oik mengambil rute Blaak. Apa-apaan sih Oik? Lewat Blaak adalah rute paling lama karena harus berputar. Kenapa ia tidak mengambil Jalan Maasboulevard sih? Ah! Cakka mendesah. Sepertinya gadis itu perlu diajarkan tentang jalan-jalan di sini.

***

Dari tadi Cakka menghitung sudah enam kali dia menguap. Bosan dengan cuap-cuap orang kepercayaan papanya itu yang sedang menjelaskan sistem kerja perusahaan papanya selama ini dengan Bahasa Belanda. Ngomong-ngomong soal Bahasa Belanda, Cakka cukup lancar berbahasa Belanda bukan hanya karena ia kuliah di sana. Sistem kuliah di Erasmus Universiteit juga menggunakan Bahasa Inggris. Mereka diharuskan memakai Bahasa Internasional. Omanya―mama dari papanya adalah orang Belanda asli. Tapi sudah menetap di Indonesia. Jadi dulu sebelum meninggal omanya itu yang mengajarkan Cakka Bahasa Belanda. Karena Cakka tertarik dengan Negeri Kincir Angin ini. Ya... walaupun pernah menjajah Indonesia. Terkadang membuat Cakka berpikir. Indonesia merdeka tapi tidak sepenuhnya merdeka. Toh masih banyak kemiskinan dan kemelaratan. Coba saja Indonesia diambil alih Belanda dan dijadikan Negara Hindia Belanda pasti Indonesia tidak akan semelarat itu. Mungkin bisa jadi bakalan maju seperti Belanda saat ini. Oke, itu sangat tidak nasionalisme, Cakka tahu. Tapi itu hanya pemikirannya sih. No offense.
Cakka mulai bosan. Tidak ada satu pun penjelasan dari Mr. Fisscher ini yang masuk di kepala Cakka. Ia menghela napasnya. Biar saja, toh ia bisa minta dijelaskan lagi sama papanya. Setahu Cakka dan seingat Cakka penjelasan papanya tentang perusahaannya ini adalah perusahaannya ini bergerak dalam bidang tour yang mengemas paket perjalanan ke daerah tropis. Biasanya yang memakai jasa mereka adalah turis-turis dari Belanda yang suka berjemur di bawah pantai Kuta, Bali. Paket perjalanan pun ada beberapa macam ragam. Dan bisa di sesuaikan dengan keinginan para turis.
Karena Cakka sudah di situ, otomatis dia menjadi CEO bagi perusahaan itu atas mandat sepenuhnya dari papanya. Tapi ada tugas khusus yang diberikan papanya untuknya mengontrol keuangan juga. Karena Cakka kuliah di bidang accounting, auditing and control. Jadi setidaknya itu memang makanan Cakka. Walaupun sudah ada bagian accounting, auditing dan control di situ, tapi setidaknya untuk ilmu yang Cakka dapat, bisa dikembangkan di lapangan. Ada jeripayahnya sendiri. Bukan terima bersih dari hasil kerja keras papa dan anak buahnya.
Setelah mendengar cuap-cuap dari Mr. Fisscher itu, Cakka segera di antar oleh sekretarisnya Mr. Fisscher menuju ruangannya.
Ruangan di dalam dominan dengan warna ivory, hanya lemari dan meja yang berwarna seperti kayu mahoni. Semuanya berwarna ivory. Oke, itu memang warna kesukaan papanya. Dan saat ini ruangan ini miliknya. Jadi, ia berhak sepenuhnya atas ruangan ini. Sepertinya akan lebih cocok jika ruangan ini berwarna silver. Akan terlihat lebih mewah dan sexy. Rawr. Sepertinya Cakka harus mencari desain interior yang pas untuk ruangannya ini.
Ia segera melangkahkan kaki ke arah meja kerjanya. Banyak berkas menumpuk di depannya. Itu laporan hasil kerja mereka selama beberapa bulan belakangan ini. Biasanya, Alons datang enam bulan satu kali ke Rotterdam untuk menengok hasil kerja selama satu semester. Setelah itu kembali lagi ke Indonesia lagi. Karena ia punya bisnis yang lain di Indonesia juga. Sekarang ada Cakka, artinya Cakka yang harus memeriksa semuanya. Karena perusahaan ini sekarang jadi tanggung jawab Cakka sepenuhnya. Jadi Cakka harus mengelolah perusahaan ini sebaik mungkin. Ia pun mengangkat lalu memperhatikan satu per satu berkas di atas mejanya. Kebanyakan berkas adalah perjanjian kerjasama antara perusahaannya dengan beberapa ticketing, resort, hotel dan semacamnya. Ada juga laporan pemasukan dan pengeluaran. Cakka mendesah, sebelum meletakan kembali di atas meja semua berkasnya.
Mulai hari ini, hari-harinya akan semakin panjang dengan pekerjaan barunya ini. Ia sudah berjanji pada orang tuanya kemari bukan untuk bersenang-senang. Melainkan untuk bekerja. Cakka memang tipe orang yang keras kepala. Tapi, sekali ia berjanji terutama pada orang tuanya. Ia harus menepatinya.

***

Erasmus Universiteit berdiri kokoh di hadapan Cakka. Dari jendela ruangannya yang transparan Cakka memperhatikan kampusnya dulu. Hilir-mudik mahasiswa masuk keluar di depannya. Jadi mengingat masa-masanya sewaktu kuliah dulu. Sejenak ia tersenyum. Mengingat begitu banyak kenangan yang kampus itu berikan kepadanya. Mulai dari salah masuk kelas sewaktu pertama kali masuk kampus sampai pesta perpisahan yang mengharukan. Mulai dari pacaran sama gadis nerd sampai dosen yang so sexy. Berteman dengan berbagai macam suku bangsa yang ada di kampus itu. Setidaknya memberi pengalaman tersendiri untuk Cakka.
Asyik ia memperhatikan mantan kampusnya itu. Mata Cakka tiba-tiba terantuk pada seseorang yang paling mencolok dari antara orang-orang yang baru keluar dari kampus. Seseorang dengan jas hujan berwarna kuning? Di tengah hari yang cerah seperti ini? Yang benar saja?
Tiba-tiba saja Cakka teringat pada jaket hujan kuning yang ia lihat di tas Oik tadi pagi. Apa itu Oik ya? Tunggu... tunggu. Cakka memperhatikan gerak-gerik manusia berjas hujan kuning itu. Sepertinya ia sedang mengendap-ngendap dan mengawasi kiri dan kanannya. Nah untuk apa lagi ia mengawasi kiri dan kanannya seperti itu? Tertarik, Cakka segera mengambil jas-nya yang tersampir di kursi kerjanya lalu melangkah keluar dari ruangannya. Ia tidak menghiraukan sapaan seorang karyawan padanya saat ia keluar dari ruangannya. Langkahnya dipercepat menuju pintu keluar kantornya. Cakka menggeser sliding door sebelum benar-benar keluar dari perusahaannya. Ia menyusuri trotoar sebelum menyeberang ke Erasmus Universiteit.
Tangan Cakka tersampir di bahu orang itu sebelum dengan segala kekagetannya menengok ke arah Cakka dengan mata melotot. Cakka yang dipelototi jadi ikut kaget juga.
“Oik,” sapa Cakka.
“Cakka... aku kira siapa,” katanya dengan perasaan lega lalu menghembuskan napasnya.
“Ngapain kamu pake jas hujan di saat seperti ini?” tanya Cakka heran.
“Aku... Aku...” belum sempat Oik menyelesaikan perkataannya. Ia seperti dikagetkan lagi. Ia langsung menempelkan dirinya pada Cakka. Kepalanya berada di dada bidang Cakka. Wajahnya sengaja ia sembunyikan di dada Cakka. Sambil menutup matanya erat-erat. Otomatis membuat Cakka kaget dengan perlakuan Oik itu.
“Lo kenapa?” tanya Cakka heran.
“Bawa aku dari sini plis, kamu nggak usah banyak tanya... cepetan,” kata Oik dengan suara panik.
“Tapi lo geser dulu dong dari dada gue,” kata Cakka.
Oik menggeleng, “plis... biarin aku kayak gini dulu, nanti aku jelaskan tapi nggak sekarang ya,” kata Oik agak memelankan volume suaranya.
“O... oke,” Cakka segera mencari cara bagaimana ia bisa membawa gadis ini dengan posisi tetap seperti ini?
Ia pun segera melingkarkan tangan kanannya dipinggang Oik dan tangan kirinya memegang kepala belakang Oik. Sebelum menyeret langkahnya yang diikuti Oik kembali ke kantornya. Cakka membawa Oik menyeberang sebelum sama-sama menapaki trotoar dan akhirnya tiba di kantor Cakka. Wajah Oik masih terbenam di dada Cakka saat mereka memasuki kantor Cakka. Mata Oik pun masih tertutup sehingga ia tidak menyadari beberapa pasang mata yang menatap mereka di kantor itu. Cakka segera membawa Oik ke ruangannya.
“Udah... semuanya sudah aman. Lo buka mata lo deh,” kata Cakka.
Oik segera menggeser kepalanya dari dada Cakka. Sedari tadi ia dimanjakan oleh wangi musk yang menguar dari tubuh Cakka. Sehingga ia lupa untuk membuka matanya. Cepat-cepat ia membuka matanya lalu menatap sekelilingnya.
“Kamu bawa aku dimana?” tanya Oik.
“Di kantor gue. Kantor gue kan hampir berhadapan dengan kampus lo. Sekarang gue tagih penjelasan lo,” kata Cakka.
Oik berjalan ke arah jendela transparan Cakka dan menatap gerbang depan Erasmus Universiteit. Ruangan Cakka berada di lantai dua. Sehingga lebih leluasa menatap gerbang Erasmus itu. Cakka berjalan ke samping Oik sambil mengikuti arah pandang Oik.
“Gue bukan tipe rentenir yang terus menagih hutang nasabahnya ya,” kata Cakka.
Oik mengembuskan napasnya, “aku pasti cerita. Tapi tunggu. Sumpah jantungku masih serasa mau copot. Kalau aku udah tenang ya baru aku cerita.”
“Oke, gue tunggu,” kata Cakka kemudian meninggalkan Oik sendiri bergeming di situ.
Ia berjalan ke arah sofa lalu duduk di situ. Cakka kemudian mengambil rokok dari dalam sakunya sebelum memasangnya. Cakka menyesap rokok itu kemudian mengembuskannya kembali. Asap rokok mulai memenuhi ruangan.
Pernapasan Oik tiba-tiba saja terasa sesak. Ia memalingkan pandangannya ke arah Cakka yang ada di sofa. Saat mendapati Cakka merokok tiba-tiba Oik terbatuk-batuk.
“Cakka, uhuk... matiin rokoknya plis,” kata Oik sambil terus terbatuk-batuk dan napasnya terdengar satu-satu.
“Apa hak lo? Ini ruangan gue. Terserah gue mau ngapain. Udah untung tadi gue nolongin lo,” kata Cakka tidak menghiraukannya.
Oik terlihat sangat susah bernapas, “aku... aku...” belum sempat Oik menyelesaikannya, ia malah jatuh pingsan. Sontak Cakka kaget. Ia segera menyulut api rokoknya ke dalam asbak sebelum mendekat ke arah Oik yang pingsan. Ia menepuk-nepuk pipi Oik mencoba membangunkannya.
“Woi, bangun lo. Jangan becanda kayak gitu. Nggak lucu tahu,” kata Cakka.
Cakka terus menepuk pipi Oik. Tapi gadis itu tak kunjung bangun juga. Ada ya orang yang  menghirup asap rokok trus pingsan? Baru tahu Cakka. Cepat-cepat ia membopong Oik ke sofa ruangannya. Kemudian berjalan kembali lagi mengambil tas Oik yang jatuh. Ia kembali mendekat ke arah Oik. Membuka jas hujan yang dipakainya menyisakan blouse-nya. Cakka meletakkan jas hujan itu di atas meja kemudian berlutut di samping sofa tempat ia membaringkan Oik. Cakka belum pernah menghadapi orang pingsan seperti ini. Harus dengan cara apa ia membangunkan Oik? Tadinya Cakka ingin menghubungi bagian OB untuk menyuruh membawakan air. Tapi Cakka mengurungkan niatnya. Takut mereka pikir Cakka berbuat macam-macam pada Oik. Jadi lebih baik ia berpikir cara apa yang bisa membangunkan gadis ini sebelum ada orang masuk ke dalam ruangannya dan mengira yang tidak-tidak.
Cara pertama: berbisik di telinganya sambil mengumbar kata-kata manis.
Biasanya mempan buat gadis-gadis yang mengambek. Tapi Oik kan pingsan bukan ngambek? Apa salahnya di coba?
Cakka mendekatkan bibirnya ke telinga Oik, “bangun sayang, kalau lo nggak bangun gue juga bakalan pingsan,” bisik Cakka.
Oke. Itu bukan manis. Tapi lebih terkesan awkward. Lagi pula mana bisa orang pingsan disamakan dengan orang yang ngambek? Berarti Cakka harus mencari cara lain agar Oik bisa bangun.
Cara kedua: belai pipinya dengan gerakan sensual. Err.
Biasanya bisa buat gadis-gadis terangsang. Siapa tahu kan Oik terangsang juga dan langsung bangun. Berikutnya urusan belakangan.
Cakka segera menyentuh pipi Oik dengan jemarinya. Pipi Oik terasa begitu lembut di kulitnya. Seperti kulit bayi. Lama-lama Cakka menikmati setiap gerakan sentuhannya di pipi Oik. Sepertinya bukan Oik yang terangsang tapi malah Cakka akan kalau terus-menerus seperti itu. Lagi pula bagaimana bisa sih orang pingsan terangsang? Adanya orang yang sadar. Dan saat itu... Cakka yang sadar. Cepat-cepat ia menghentikan aktivitasnya di pipi Oik.
Ck. Gadis ini kapan bangunnya sih?
Cakka menghela napasnya. Apa lagi yang harus dilakukannya biar gadis ini bangun?
Cara ketiga: sleeping beauty does exist! Cium.
Cakka sangat tidak menyukai cerita dongeng dan semacamnya. Dulu waktu mamanya menceritakan cerita dongeng sebelum tidur. Ia biasa menutup kupingnya dengan bantal. Meski masih bisa terdengar samar-samar saat mamanya bercerita. Sleeping beauty bercerita tentang seorang putri yang tertidur selama beberapa tahun dan terbangun karena ciuman pangeran. Siapa yang tidak bisa melek karena ciuman Cakka? Oke. Sebenarnya ini ide buruk. Tapi darurat! Apa salahnya dicoba?
Cakka segera mendekatkan wajahnya ke wajah Oik. Menatap gadis itu yang matanya sedang terkatup. Awalnya, Cakka ingin menciumnya di mata. Biar dia bisa melek. Tapi... entah mengapa ciuman itu malah mendarat di bibir Oik. Seperti ada magnet yang menarik bibirnya agar menyentuh bibir Oik juga. Tekanan bibir Oik terasa lembut seperti es krim. Membuat Cakka ingin lebih dalam lagi mencicipinya. Tapi... Oik kan pingsan err. Cakka tidak biasa mencium orang yang tidak sadarkan diri seperti itu. Satu lumatan dan Cakka langsung melepaskannya.
Benar-benar ide buruk. Oik bukannya bangun. Tapi membuat ia terlihat seperti orang bodoh saja. Coba tadi kalau ada orang yang masuk?
Tapi, baru sekarang Cakka berpikiran seperti ini. Kenapa Cakka jadi peduli dengan gadis ini? Teman bukan, saudara bukan, orang asing juga bukan. Cuma tetangga yang telah merebut apartemen kesayangannya.
Cepat-cepat Cakka berdiri dari situ. Kakinya baru terasa kram karena sejak tadi berlutut. Sepertinya menyiram dengan air adalah yang paling tepat. Dengan langkah yang masih tertatih Cakka berjalan ke arah meja kerjanya hendak menghubungi OB.
Namun, saat Cakka baru meletakan gagang telepon di telinganya Oik terlihat menggeliat. Perlahan ia membuka pejaman matanya. Cakka segera meletakan gagang telepon itu pada tempatnya lagi.
“Kamu udah matiin rokoknya kan?” tanya Oik saat kesadarannya pulih.
Ternyata sleeping beauty bekerja lebih lambat.
“Udah... lo aneh ya masa hirup asap rokok doang pingsan?”
Oik berusaha berdiri dari sofa Cakka kemudian duduk di situ. Cakka berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.
“Aku memang nggak bisa menghirup asap rokok. Kayak sesak gitu,” kata Oik.
“Lo asma?” tanya Cakka.
“Bukan, aku nggak ada penyakit asma. Lebih ke trauma sih. Waktu kecil, pernah jalan-jalan sama mama di sebuah toko trus aku ngilang gitu. Aku terjebak di sebuah ruangan yang penuh dengan asap. Dan mulai ada nyala api ruangannya sesak banget dan aku pingsan. Tahunya, pas bangun aku sudah di rumah sakit. Ternyata toko itu kebakaran dan aku masuk di gudang toko itu, jadi mulai dari situ kalau aku menghirup asap apa aja pasti terasa sesak dan nggak bisa napas. Apalagi kalau lama-lama pasti pingsan,” cerita Oik.
Cakka malah tertawa, “cuma gara-gara itu?”
“Bagi aku itu nggak cuma. Aku juga nggak suka ngeliat cowok yang merokok. Merokok nggak membuat seseorang terlihat keren tapi terlihat bajingan,” kata Oik terkesan menyindir.
“Gue memang bajingan. Jadi santai aja,” kata Cakka dengan gaya santainya dan membuat Oik menggeleng-gelengkan kepalanya.
Memang susah bicara dengan orang seperti Cakka.
“Jas hujanku mana?” tanya Oik saat menyadari ia tidak mengenakan lagi jas hujannya.
“Tuh di atas meja,” kata Cakka.
Oik segera mengambil jas hujannya itu melipatnya lalu mengambil almamaternya dari dalam tas. Memasukkan jas hujan itu ke dalam tasnya dan memakai kembali almamaternya.
Tak sengaja Oik menatap Cakka tepat di matanya. Mata tajamnya menyiratkan pertanyaan. Seketika Oik ingat akan janjinya menceritakan pada Cakka yang terjadi tadi. Ia menghembuskan napasnya panjang sebelum membuka suaranya.
“Tadi aku punya janji sama kamu ya? Buat nyeritain yang terjadi,” kata Oik.
“Nggak usah nanya kalau lo mau cerita buruan cerita,” kata Cakka.
“Tadi aku habis dikejar-kejar sama seseorang yang psycho gitu,” kata Oik.
Psycho?” tanya Cakka sambil mengernyitkan dahinya.
Oik mengangguk, “iya... itu dia teman kompleks aku dulu waktu SMP. Dulu dia pernah nembak aku tapi aku tolak. Soalnya aku nggak suka. Semenjak saat itu aku diteror terus sama dia. Dari dia ngasih kodok mati, boneka barbie yang rambutnya udah dibotakin, sampe brownies busuk di depan rumahku dan semua itu tulisannya menyeramkan,” kata Oik.
“Memangnya tulisannya apa sih?” tanya Cakka tertarik.
“Kalau kodok mati itu ada kertas putih sama darah-darah kodok tulisannya itu kamu liat kodok ini, kalau kamu terus menerus menolakku nasibku akan seperti kodok ini. Kalau yang di boneka barbie itu tulisannya kamu nggak mau kan nasib kamu botak kayak barbie ini? Trus kalau yang brownies basi itu tulisannya tahu nggak hati kamu busuk kayak brownies ini, masih banyak lagi sih yang dia kirim-kirim ke aku dan semuanya bikin aku takut dan langsung nyuruh mama pindah rumah dan pindah sekolah. Dari situ dia udah nggak ganggu aku lagi. Tapi... nggak tahu kenapa dia ada di sini juga, aku kaget banget tadi sumpah, makanya aku langsung lari trus pake jas hujan itu biar nggak ketahuan,” kata Oik.
Mendengar perkataan Oik itu, Cakka malah tertawa sekencang-kencangnya.
“Ada yang lucu?” tanya Oik.
“Banget. Lucu banget sumpah. Lo pake jas hujan kuning itu biar nggak ketahuan tapi lo tahu nggak sih dengan lo kayak gitu malah buat lo ketahuan. Soalnya lo paling mencolok diantara teman-teman kampus lo. Gue aja lihat dari atas sini sakit mata karena kuningnya terlalu mencolok,” kata Cakka.
“Tapi itu jalan satu-satunya, aku udah nggak ada ide lagi tadi. Kamu jangan berani meledek jas hujan kuning kesayanganku ya,” kata Oik sambil memeluk jas hujannya itu.
“Kesayangan? Hadiah dari siapa? Pacar?” tanya Cakka.
“Bukan. Aku nggak punya pacar, itu hadiah dari Mama waktu aku ulang tahun yang ke tujuh belas. Aku selalu nyimpan hadiah dari Mama dari aku masih umur satu sampai dua puluh lima tahun ada semua, tapi yang jadi kesayanganku yang ini soalnya aku suka warna kuning,” kata Oik.
“Lo anak mami yah?” tanya Cakka.
“Kalau iya kenapa? Mau menghinaku sudah besar masih anak mami?”
“Sama. Gue juga anak mami kok santai,” kata Cakka santai.
“HAH?!” Oik menganga. Lelaki dihadapannya ini memang sering membuatnya terkejut. Baru kali ini Oik mendengar seorang lelaki mengatakan dengan sendirinya kalau dia anak mami. Ajaib.
“Kenapa? Nggak usah shock gitu kali. Mending gue bilang gue anak mami daripada gue bilang gue anak tetangga,” kata Cakka.
“Iya juga sih, cuma aku kaget aja. Orang kayak kamu yang tampangnya sangar anak mami,” kata Oik.
“Kalau bukan Mama gue nggak bakalan lahir ke dunia ini. Oh ya, by the way si psycho itu teman kampus lo ya? Wah gawat dong kalau dia balik lagi neror lo,” kata Cakka.
“Aku nggak tahu juga, semoga aja nggak,” kata Oik.
“Tapi heran gue dia bisa di kampus lo kalau bukan anak kampus,” kata Cakka.
“Entahlah, tapi makasih banget ya Cakka kamu udah mau nolong aku, kalau nggak ada kamu aku nggak tahu nasib aku sekarang kayak apa,” kata Oik.
“Sama-sama,” kata Cakka sambil tersenyum ke arah Oik, “by the way, gue kurang nyaman bicara dengan lo. Soalnya lo pake aku-kamu, gue pake gue-lo. Berasa janggal gitu,” kata Cakka.
“Aku nggak biasa pake gue-lo. Aku dididik Mama sama Papa pake aku-kamu jadi dari kecil memang terbiasa seperti ini,” kata Oik.
“Gue sih di rumah pake sebut nama nggak pake gue-lo, ya kecuali sama pacar gue sih baru pake aku-kamu,” kata Cakka.
“Berarti kamu yang ngalah aja, kamu kan bisa pake aku-kamu. Aku nggak biasa pake gue-lo,” kata Oik sambil merapikan tasnya dan menyampirkan tasnya di bahunya sebelum berdiri.
Cakka juga ikut berdiri, ia mengerutkan keningnya mencoba berpikir, “ya udah deh, nggak apa-apa, ngalah daripada janggal,” kata Cakka kemudian.
Sejujurnya, Cakka orang yang paling tidak bisa untuk mengalah. Tapi kenapa ia mau mengalah soal aku-kamu gue-lo dengan Oik? It’s weird, isn’t it?
“Oke deh, aku pulang dulu ya, kelas hari ini udah selesai,” kata Oik kemudian beringsut dari situ.
Cakka menahan tangan Oik dan membuat Oik berbalik, “aku antar ya,” tawar Cakka.
“Hah?” Oik kaget.
“Mobil kamu masih di kampus kan? Kalau ada dia lagi bagaimana? Jadi aku antar aja, sampe kampus. Atau kalau kamu mau sampe apartemen juga boleh. Biar mobil kamu tinggal di kampus. Besok kita berangkat bareng,” kata Cakka.
Oik berpikir sejenak. Benar juga sih. Tapi mending Cakka mengantarnya sampai ke kampus saja. Biar dia naik mobilnya sendiri sampai apartemen.
“Kamu antarnya sampe kampus aja ya. Biar aku pulang sendiri. Aku nggak apa-apa kok. Tenang aja,” kata Oik.
“Kamu apa-apa. Tadi pagi kamu ambil arah Blaak padahal lewat Maasboulevard lebih dekat. Jadi sekalian tunjukin jalan cepat dari Schiedamsedijk sampe Burgemeester Oudlaan,” kata Cakka dan langsung menarik Oik keluar dari ruangannya.
Oik hanya bisa menghembus, “you’re stalker,” katanya terpaksa mengikuti Cakka yang menariknya.
Cakka tidak menghiraukannya ia terus membawa Oik keluar dari kantornya. Diiringi tatapan bingung karyawan-karyawannya di situ. Dari samping, Oik bisa melihat raut wajah Cakka. Genggamannya yang erat dan kuat di tangan Oik membuatnya merasakan otot-otot Cakka disetiap genggaman Cakka. Bagi Oik, arti genggaman kuat Cakka itu bukannya mau berlaku kasar padanya, melainkan ingin melindunginya. Tapi apakah Cakka seperti itu? Ia baru sadar, ia baru menceritakan bagian dari dirinya pada Cakka tadi. Padahal mereka baru kenal beberapa hari lalu.
Dari ekor mata Cakka, ia bisa melihat kalau Oik memperhatikannya.
“Nggak usah liatin aku kayak gitu juga kali. Aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu kalau kamunya nggak minta diapa-apain,” katanya masih dengan gaya khasnya lalu membuka pintu SUV-nya untuk Oik masuk.
“Ck,” Oik berdecak sebelum masuk ke dalam SUV Cakka.

***
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...