SEVEN—RUNAWAY
LOVE
“―I won’t stop until
Ifind
my runaway love―”
my runaway love―”
Club
Vie.
OIK
membaca sebuah papan nama. Saat Cakka menghentikan langkah kakinya tepat di
depan bangunan itu. Itu sebuah club. Oik menaikkan kedua alisnya. Sambil
dahinya berkerut. Sebenarnya ia enggan mengeluarkan suara. Semenjak kejadian di
dalam lift tadi. Selama perjalanan mereka tadi. Yang hanya berjalan kaki
.Karena Rotterdam saat itu penuh dengan manusia di jalan-jalan. Sebagian
manusia yang berjalan-jalan itu menggunakan pakaian berwarna oranye. Ia hanya
mengikuti Cakka saja. Entah kemana Cakka akan membawanya. Dan ia berhenti tepat
di depan Club Vie itu.
Club
Vie terletak
tidak begitu jauh dengan apartemen mereka. Lebih tepatnya di Maasboulevard 300.
Sepanjang sungai Nieuwe Maas dekat area pelabuhan lama. Makanya mereka tidak
memakan waktu lama untuk tiba di situ.
“You
know. This is my first time to celebrate koningsnacht,” kata Cakka, “Let’s
go inside!” lanjut Cakka sambil melangkahkan kakinya.
Oik
mengernyit, “Your first time? Are you kidding me? Bukannya kamu udah
pernah di Rotterdam sebelumnya?” Oik enggan melangkahkan kakinya.
“Iyamemang.
Tapi tahun ini baru perayaan kedua koningsnacht dan koningsdag,”
kata Cakka yang kemudian menghentikan langkahnya. Kembali kepada Oik yang tetap
bergeming.
Oik
semakin tidak mengerti dengan perkataan Cakka, “Maksudnya? Perayaan koningsnacht
dan koningsdag ini perayaan baru?” tanya Oik.
“Nee,
tapi dulu namanya berbeda. Koninginnenacht, atau malam ratu dan koninginnedag
atau hari ratu. Setelah Ratu Beatrix lengser dua tahun lalu. Digantikan
oleh anaknya Raja Willem-Alexander. Perayaannya beruban nama menjadi koningsnacht
dan konigsdag atau malam raja dan hari raja. Waktu aku di sini
perayaannya setiap tanggal dua puluh sembilan April malam untuk koninginnenacht
dan tiga puluh April untuk koninginnedag.Tapi karena sekarang Raja
Willem-Alexander berulang tahun tanggal dua puluh tujuh April. Jadi perayaannya
dimajukan,” jelas Cakka.
“Jadi
tanggal tiga puluh April itu ulang tahunnya Ratu Beatrix juga?” tanya Oik.
Cakka
menggeleng, “itu ulang tahunnya Ratu Juliana. Ibunya Ratu Beatrix. Namun
perayaannya tidak berubah setelahnya,” jelas Cakka lagi.
Oik
mengangguk-angguk sebenarnya masih ada bagian yang ia kurang pahami. Namun,
setidaknya penjelasan Cakka itu memberinya secercah pengertian, “Memangnya perayaannya
apa saja? Sampai kita harus masuk ke club seperti ini. Aku nggak pernah
masuk club,” aku Oik.
“Banyak.Dance
along the night, Dj’s around, Nacht van oranje and many more. Makanya, kita
masuk ke dalam supaya kamu bisa tahu,” kata Cakka.
Oik
masih bergeming. Ia menatap pintu masuk yang ramai. Dua orang penjaga di kiri
dan di kanan pintu. Ia mengangkat kedua alisnya. Menggembungkan
pipinya.Menimbang-nimbang. Jika ia masuk itu recordpertamanya masuk ke
dalam club. Di Jakarta, ia sama sekali tidak pernah masuk ke dalam club.
Selain karena selalu dijaga oleh orang tuanya. Ia memang samasekali tidak
berniat masuk ke dalam club.Ia jauh dari dunia malam.
“Too
long,” kata Cakka dan langsung membopong Oik. Seperti yang dilakukannya di
apartemen tadi.
“CAKKA!”
teriak Oik saat dirinya sudah berada di pundak Cakka.
Orang-orang
yang mengantri di depan pintu masuk langsung mengalihkan perhatiannya ke arah
Cakka dan Oik. Cakka tidak ambil pusing. Ia terus berjalan masuk ke dalam
antrian.
***
Suara
musik DJ menggema di seluruh ruangan. Oik menghempaskan pandangannya ke seluruh
ruangan. Ruangan itu diselimuti dengan warna magenta. Dengan lampu sorot
berwarna biru. Tidak berbeda jauh dengan yang berada di jalanan tadi. Di
ruangan itupun banyak orang dengan pakaian oranye. Mereka sedang turun
ke lantai dansa menikmati musik DJ. Seorang host menghampiri Cakka dan
Oik yang sedang berdiri. Ia menyapa dengan bahasa Belanda. Yang membuat Oik
hanya bisa mengikuti saja.
Host
itu membawa Cakka
dan Oik ke sebuah tempat. Itu executive class. Sebuah tempat yang
dikhususkan. Di situ terdapat sofa yang empuk. Beberapa minuman sudah berada di
atas meja. Dilengkapi dengan gelas-gelas kaca. Setelah berterima kasih kepada
sang host. Cakka mengajak Oik duduk di sofa.
Oik
merasa asing dengan keadaan seperti itu. Musik yang terlalu berdentum
keras.Membuat telinga Oik agak tidak nyaman. Orang-orang yang berpesta miras.
Maupun yang berdansa dengan segala gerakan. Mengikuti iring-iringan musik DJ.
Ada pula lelaki yang shirtless serta perempuan yang hanya mengenakan lingerie.
Seperti ini yang namanya koningsnacht? Ah! Tahu begitu ia tidak usah
datang. Sepertinya, otak Cakka sama seperti semua orang di sini. Dari
Twitter-nya tadi saja.... iyuhh. Oik bergidik ngeri. Beringsut duduk agak
menjauh dari Cakka.
“Kenapa?”
tanya Cakka.
“Eng...Nggak
apa-apa. Di sini cuma... agak dingin,” kata Oik berbohong.
Cakka
segera melepas jas yang dikenakannya. Menyampirkannya di bahu Oik.
Oik
tersenyum kaku, “Makasih,” kata Oik.
Kemudian
keduanya terdiam. Cakka menumpahkan vodka ke dalam gelasnya. Lalu meminum.
“Kamu
tahu nggak kenapa semua orang memakai warna oranye?” tanya Cakka.
“Yang
aku tahu oranye itu warna kerajaan Belanda. Ya, mungkin karena itu,” kata Oik.
“That’s
right! Dan malam ini temanya nacht van oranje,” kata Cakka.
“Cakka...”
panggil Oik.
“Hm...”
jawab Cakka sambil meminum kembali gelas vodka-nya.
“Jadi
perayaan koningsnacht itu...” belum sempat Oik menyelesaikan
perkataannya.
Cakka
malah berteriak, “Godverdomme, welnu! Laten we dansen(*).”
Diikuti
antusiasme orang-orang yang sama dengan Cakka. Instrumen yang sangat up-beat
diputar sang DJ. Orang-orang sudah dengan semangat bergoyang sambil
berteriak-teriak.
“Shall
we dance?” Cakka menaikkan alisnya sambil mengulurkan tangannya ke arah Oik.
Bukan malah menyambut tangannya. Oik malah menatap heran. Cakka yang gemes
melihat Oik yang selalu lambat memberi respon. Ia mengambil kembali jas yang ia
berikan pada Oik tadi. Melemparkan sembarangan ke sofa. Dan untuk yang ketiga
kalinya segera membopong Oik dari sofa empuk. Ketiga kalinya Oik memberontak.
Tapi tetap tak pernah dihiraukanoleh Cakka. Orang-orang begitu sibuk dengan
goyangannya masing-masing. Teriakan Oik pun tertutup oleh musik DJ. Sehingga
tak ada yang memperhatikan Cakka yang sedang membopong Oik dibahunya turun ke
lantai dansa.
Oik
kebingungan saat dirinya sudah berada di lantai dansa. Dengan segala euforia
yang ada. Oh... ini bukan lantai dansa ballroom dengan iring-iringan
musik waltz. Kalian pasti tahu bagaimana keadaan club. Orang-orang
yang mengangkat-angkat tangannya sambil bergoyang apalagi ketika sang DJ
mengatakan ‘put your hands up’. Riuh teriakan orang seakan sama
kencangnya dengan musik yang diputar DJ.
“Kayaknya
kamu harus belajar cepat dalam mengambil keputusan,” bisik Cakka di telinga
Oik. Sebenarnya bukan sebuah bisikan. Cakka berbicara dengan suara normalnya.
Namun karena musik DJ yang sangat keras terdengar seperti bisikan.
Oikmasih
bergeming.
“Oh
c’mon. Take off your good girl. Move yourbody. Let’s dance!” Cakka masih
tetap tidak menjauh dari telinga Oik.
Melihat
gadis itu sama sekali tidak bereaksi. Cakka kembali berbisik, “Close your
eyes. Follow the music. And let your body move,” katanya.
Cakka
menunggu reaksi Oik kembali. Gadis itu mulai menutup matanya. Merasakan
dentuman musik DJ. Ketukannya, iramanya. Tiba-tiba saja tubuhnya mulai
bergerak. Satu gerakan. Dua gerakan. Pinggulnya, bahunya, badannya seakan
mencoba mengikuti ketukan musik. Cakka tersenyum. Not bad!
Oik
membayangkan ia sedang menjadi Babi dalam Tres Metros Sobre El Cielo.
Film roman Spanish kesukaanya. Saat H mengajak Babi ke sebuah club untuk
pertama kalinya. Dan ia mulai melakukan gerakan. Seperti Oik saat ini. Ternyata
bergerak seperti ini tidak buruk. Ia malah seperti merasakan sebuah kebebasan.
Tiba-tiba
saja dalam gerakannya ia merasakan sebuah sentuhan membelai wajahnya.
Membuatnya bergerak semakin cepat dan liar. Membelai lengannya, tangannya.
Sampai sentuhan itu berubah menjadi sebuah tangan yang melingkar di pinggang
Oik.
Oikmembuka
matanya dan mendongak ke atas. Menemukan Cakka yang sedang tersenyum kearahnya.
“Let’s
change the music,” bisik Cakka.
Cakka
membawa Oik bergerak. Tapi dengan gerakan yang pelan. Satu langkah ke kanan.
Satu langkah ke kiri. Mereka melakukan slowdance. Di tengah riuh orang
yang bergoyang dengan musik up-beat. Cakka membawa Oik menghadapnya.
Kemudian melingkarkan tangan gadis itu ke leher Cakka.
“You’re
crazy, pretty lame,” komentar Oik.
“Yeah,
sexy nerd,” balas Cakka.
Oik
tertawa kecil menyindir. Cakka malah tersenyum nakal. Oik menggeleng-gelengkan
kepalanya sambil menunduk. Ia benar-benar lupa sedang berhadapan dengan siapa.
Cakka terus membawanya bergerak perlahan.
Oik
menutup matanya kembali sambil bersenandung. Kali ini ia bergerak mengikuti senandungnya.
Dan pada saat ia sedang benar-benar menikmatinya. Sebuah tekanan yang lembut
mendarat di bibirnya. Oik kaget. Belum sempat ia berpikir, tekanan itu malah
berubah menjadi lumatan. Sebuah desiran dirasakan Oik. Seiring kakinya yang
tiba-tiba saja serasa melemah ketika menerima lumatan-lumatan itu.
Oi
kkemudian tersentak menyadari sesuatu. Ia membuka matanya dan melepaskan ciuman
tersebut. Ia mengatur napasnya yang sudah tidak beraturan. Lalu menatap Cakka
yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tajamnya.
3...
2...
1...
PLAK!
Sebuah tamparan
mulus mendarat di pipi Cakka. Seiring Oik meninggalkan Cakka. Menerobos
keramaian orang yang sibuk bergoyang. Sambil menangis dan memegang bibirnya.
***
Oik
berlari sekuat tenaga. Menjauhi Club Vie. Menyusuri jalan Maasboulevard
yang penuh dengan pejalan kaki juga. Ia berlarimenerobos mereka semua.
Pikirannya masih blank dengan apa yang terjadi tadi.
BRUK!
Oik
menabrak seseorang.
“Awh,”
Oik memekik karena dirinya terjatuh.
Ibu-ibu
yang ia tabrak juga jatuh.
“I’m
sorry, Mam. My mistake. Are you okay?” tanya Oik yang berusaha berdiri.
Kemudian membantu Ibu itu.
“Ik
begrijp het niet. Wat zeg je?,” tanya Ibu itu.
Aku
tidak mengerti. Apa yang kamu katakan?
Oik
kebingungan. Apa yang Ibu ini katakan?
“Zij
spijt. Zij vragen over uw conditie,” kata sebuah suara dari belakang Oik.
Dia
menyesal. Dia menanyakan keadaanmu.
“Ik
ben orde,” jawab Ibu itu sambil kembali berdiri dan meninggalkan Oik.
Aku
baik-baik saja.
“Lo
nggak bisa lari kemana-mana, Oik Santika,” kata suara itu yang diiringi sebuah
cengkraman yang erat.
Oik
berusaha membalikan badannya. Hendak melihat orang yang mencengkramnya itu.
Betapa kagetnya Oik ketika melihat...
“Remember
me? I’m the boy you used to hate when we’re thirteen,” katanya.
“Riko...”
“Long
time no see,” katanya semakin mencengkram Oik lebih kencang.
“Lepasin!”
kata Oik.
Riko
menggeleng, “Masih ingat the bald Barbie? Gue buat lo kayak gitu
dulu baru gue lepasin. Ikut gue!” pintah Riko.
“Nggak!
Gue nggak mau!” teriak Oik yang sudah di seret Riko.
“Nggak
nyangka lo datang sendiri ke kandang gue,” kata Riko.
Oik
yang panik segera menginjak kaki Riko dengan platform-nya. Membuat Riko
merintih kesakitan. Cengkramannya melemah. Oik segera memanfaatkan kesempatan
itu untuk lari.
Ia
berlari secepat yang ia bisa. Double nightmare.
***
Tadi
Cakka mencari Oik di apartemennya. Tapi, apartemennya itu masih terkunci. Tak
ada tanda-tanda ada Oik di dalam. Cakka sudah bertanya pada resepsionis
dibawah. Kata mereka Oik belum pulang. Ia pun kembali ke Club Vie dengan
membawa sepeda. Siapa tahu Oik kembali ke sana.
Cakka
mendengus kesal. Baru kali ini ia ditampar setelah mencium seorang gadis. Tapi,
itu malah membuat Cakka penasaran pada Oik.
Tak
beberapa lama kemudian, Cakka tiba di depan Club Vie. Ia segera
memarkirkan sepedanya. Ia berjalan ke arah pintu masuk. Belum sempat tiba di
pintu masuk, punggung Cakka di tabrak oleh sesuatu. Cakka segera berbalik.
Ia
mendapati seorang gadis berambut ikal terurai dan bergaun oranye di belakangnya
menunduk. Ia kelihatan ketakutan. Itu... Oik.
Oik
segera memeluk Cakka, “Bawa aku pergi dari sini, please,” mohon Oik pada
Cakka.
Cakka
agak sedikit kaget dengan perlakuan Oik itu. Tadi gadis itu menamparnya karena
ciumannya. Sekarang, gadis itu malah memeluknya dan menyuruh membawanya pergi.
Aneh.
Di
tengah pertanyaan Cakka yang masih bergelut dalam benaknya. Cakka tidak mau
melewatkan kesempatan ini. Ia segera melingkarkan tangan kanannya di pinggang Oik.
Sedangkan tangan kirinya memegang puncak kepala Oik. Menuntunnya ke sepeda
yangia parkir tadi.
Ia
segera naik di atas sepedanya. Oik duduk menyamping diboncengan. Dan tanpa
diperintah Cakka gadis itu segera melingkarkan tangannya di pinggang Cakka. Ia
menenggelamkan kepalanya di punggung Cakka.
Cakka
segera mengayuh sepedanya meninggalkan Club Vie.
***
Cakka
dan Oik sedang duduk di sebuah bangku di luar restoran De Tuin. Restoran yang
terletak di tepi danau Kralingse itu tampak sejuk dengan alunan suara
musikjazz. Caro Emerald sedang melantunkanlagu A Night Like This.
Keduanya menatap Danau Kralingse yang begitu tenang dihadapan mereka. Keduanya
sama sekali tidak mengeluarkan suara.
Cakka
sengaja tidak bertanya. Membiarkan Oik benar-benar tenang. Sepertinya gadis itu
benar-benar ketakutan.
“...I
have never dreamed it
Have
you ever dreamed a night like this
I
cannot believe it
I
may never see a night like this
When
everything you think is incomplete
Starts
happening when you are cheek to cheek
Could
you ever dream it
I
have never dreamed, dreamed a night like this...”
“Kalau
Indonesia dulu berhasil direbut Belanda. Berarti Indonesia juga merayakan koningsnacht
ataupun koningsdag juga ya,” kata Oik tiba-tiba.
Cakkamengernyit
heran. Kenapa pembicaraannya jadi seperti ini? Tapi tidak apa, yang penting Oik
sudah mau meng eluarkan suaranya.
“He-eh.Kita
mempunyai gubernur jenderal orang Indonesia. Tapi kepala negara kita
Willem-Alexander. Lucu juga,” kata Cakka.
“Nggak
akan ada perayaan tujuh belasan,” kata Oik matanya sama sekali tidak mau
menatap Cakka, “Tapi, aku ngebayanginnya ngeri. Di Indonesia kalau ada perayaan
kayak gini. Nggak bakal ada upacara. Nggak bakal ada panjat pinang. Yang ada
hanya acara di club, restoran dan lain sebagainya. Dipenuhi DJ dan
penyanyi-penyanyi. Berdansa sana-sini,”lanjutnya.
“Tunggu
besok aja di koningsdag. Kamu pasti bakalan merubah pandangan kamu. Ini
bukan hanya sekadar perayaan hura-hura kok,” kata Cakka.
Oik
tidak menjawab Cakka. Ia sibuk dengan pikirannya yang sedari tadi menyelubungi.
“Tadi...kamu
jangan pikiran yang macam-macam ya. Aku tadi dikejar Riko,” kata Oik.
“Riko?”
Cakka mengernyit.
“Si
psycho yang aku ceritain waktu itu,”kata Oik.
“Trus?”
tanya Cakka penasaran.
“Ya...gitu
deh. Udahlah. Aku lagi pusing malam ini,” kata Oik.
Cakka
tidak mencoba bertanya lebih banyak lagi. Ia membiarkan Oik tenang lagi.
“Bawa
aku jalan-jalan keliling tempat ini!” pinta Oik.
Cakka
mengangguk. “Ayo,” ia mengulurkan tangannya.
Oik
menatap ragu. Namun sebelum Cakka melakukan hal yang tidak diinginkannya. Oik
menyambut tangan Cakka. Mereka mengelilingi restoran tersebut.
Oikmenatap
ke arah bangunan kaca yang sedang dilewati mereka. Bangunan itu adalah restoran
De Tuin. Orang-orang berpasangan sedang melakukan slow dance di dalam.
Oik dapat melihatnya karena restoran itu sebagian besarnya dari kaca.
Pemandangan yang lebih enak untuk dilihat dari Club Vie tadi. Lebih
tenang dan syahdu. Kenapa Cakka tidak membawanya ke sini saja sih tadi?
Oik
masih larut dalam pikirannya. Mereka terus berjalan dengan sangat pelan.
“You
stole... my first... kiss,” kata Oik melepaskan tangannya dari genggaman
Cakka. Sambil menghentikan langkahnya didepan sebuah bangunan.
Windmill
house. Bangunan
rumah berwarna coklat. Dengan kincir angin di atap bagian depan rumah tersebut.
Cakka
melotot. Matanya yang tajam menatap Oik. Kemudian tertawa, “Hahaha, are you
kidding me? Oik, itu nggak lucu sama sekali.”
“Aku
nggak lagi becanda, Cakka. Itu—Argh!” Oik memegang kepalanya. Matanya
berkaca-kaca.
“Kamu
hampir menikah. How can you never been kissed?” Cakka heran.
“Hubungan
aku sama Obiet dulu emang nggak seperti yang dikira orang-orang. We are
couple. But, if we were two. We act like... we’re friends. He
actually hugs & kisses me. But justkissed me on cheek, eyebrow, fontanel or
forehead.” curhat Oik.
“He
didn’t love you,” komentar Cakka.
“I
know. But I love him with all my heart. And I never demand him to do
that. I just want him to love me back. I want him before he knows me
well,” kata Oik.
“Such
a jerk! Kalau begitu kenapa dia maupacaran bahkan hampir nikah sama kamu?
Maksud kamu dengan you want him before he knows you well?” tanya Cakka.
Oik
menggeleng, “Mungkin, karena Putra. Ya… looong…loooongtime ago when I was
childhood. When I didn’t know about love yet,” kata Oik.
“Putra
siapa lagi? Maksud kamu cinta masa kecil?” tanya Cakka semakin bingung.
“Kakaknya
Obiet. Tidak juga. Aku awalnya hanya penasaran. Setelah bertemu rasa itu muncul,”
jawab Oik.
“Apa
hubungannya? Aku semakin nggak ngerti,” kata Cakka.
“Dan
kamu nggak akan pernah ngerti,” kata Oik.
“Oke,
aku nggak akan pernah ngerti. Tapi, apa kamu nggak pernah coba cium dia gitu?
Jangan munafik, pasti kamu mau juga kan?”
Oikmengangguk,
“Actually. I wish my first kiss is my wedding kiss. But, you
broke that way,” katanya sambil mengembuskan napasnya.
“Berarti
Obiet itu hebat. Dia udah nyentuh hati kamu. Tanpa perlu ‘nyentuh’ kamu,” kata
Cakka. Kali ini ia benar-benar ingin merokok. Pengakuan Oik tadi membuat ia
juga ikut pusing. Sangat aneh. Di jaman sekarang masih ada yang diusia twenty-something
and never been kissed.
Oikmengulurkan
tangannya yang memegang doublemint. “Sebagai ganti rokok,” kata Oik
seakan membaca gerak-gerik Cakka.
Cakka
tertawa kecil sambil mengambil doublemint itu, “Dank u wel,” kata
Cakka.
“How
about yours?” tanya Oik.
“Me?
Kamu nggak bener-bener pengin tahukan?” Cakka malah balik bertanya.
“Aku
pengin tahu,” jawab Oik.
“Oke…”Cakka
menghela napasnya, “Different withyour story. Aku dan Shilla melakukan
hal selayaknya pasangan. Kisses, hugs and making love.”
Seharusnya
Oik tidak perlu kaget mendengar pengakuan Cakka itu. Tapi kenapa ia malah
membesarkan matanya.
“Kita
aja ketemu dari one night stand,hahaha.”
“What?”
Teriak Oik.
Cakka
tertawa melihat ekspresi Oik. Lucu. “Biasa aja kali. Ekspresinya nggak usah
gitu juga. Ya memang seperti itulah takdir mempertemukan kita. Udahlah
akusensitif kalau berbicara tentang Shilla. Bone head for her! Dia sudah
menikah mungkin sekarang sedang hamil. I don’t know. Yang pasti
penghinaannya di cafe waktu itu aku nggak akan pernah lupa,” kali ini Cakka
yang curhat.
“Obiet
malah sudah punya anak kembar,” kata Oik dengan senyum yang dipaksakan, “Kamu
juga punya kembaran kan?”
“Darimana
kamu tahu?” tanya Cakka menyelidik.
“Twitter,”
kata Oik, “Aku nggak sengaja lihat tweet isterinya saudara kembar kamu,”
kata Oik.
“Gara-gara
mereka semua aku pindah ke sini. Menghindar dari orang tua yang suka
membanding-bandingkan aku dengan Alvin. Terdesak disuruh-suruh nikah. Aku muak
dengan itu semua,” kata Cakka sambil memamasukkan doublemint-nya ke
mulutnya.
“Karena
itu? Atau karena pelarian cinta?” tanya Oik sambil mengangkat kedua alisnya.
“Yeah.
Salah satunya,” kata Cakka.
“Nggak
usah malu mengakui. Karena akupun begitu,” kata Oik tersenyum dan mengedipkan
matanya.
Seketika
keduanya tertawa.
***
Cakka
menatap arlojinya. Sudah menunjukkan pukul 03.00 subuh. Tak terasa ia dan Oik
bercerita sambil duduk melantai sambil bersandar di dinding windmill house sampai
tertidur. Menceritakan kehidupan masing-masing. Dan sudah subuh begini.
Cakka
menatap Oik di sampingnya yang tertidur dengan kepala di bahu Cakka. Ia menepuk
pipi Oik lembut hendak membangunkan.
Oik
menggeliat. Sebelum matanya terbuka dan kaget. Cepat-cepat ia membenarkan
posisinya.
“Jam
berapa ini? Aku ketiduran ya?” tanya Oik sambil mengucek matanya.
“Tiga
subuh. Kita ketiduran,” Cakka membenarkan ucapan Oik.
“Pulang
yuk. Ngantuk berat,” ajak Oik sambil menguap.
“Oke,”
Cakka berdiri. Ia kemudian membantu Oik berdiri.
Ia
segera membuka jasnya dan menyampirkan di bahu Oik. Oik segera mengambil
langkah.
“Oik,”
panggil Cakka yang membuat Oik berhenti dan berbalik menatapnya.
Cakka
segera mendekat ke arah Oik.
“Sorry
buat yang tadi malam,” kata Cakka.
Tiba-tiba
saja pipi Oik terasa panas. Ah... kenapa Cakka mengingatkannya lagi sih?
Tepat
berada di samping Oik, Cakka berbisik, “I stole your first kiss. Before you
know that,” kata Cakka dan langsung menempelkan bibirnya ke bibir Oik.
Bibir Oik terasa dingin. Efek mint yang ditimbulkan doublemint yang
dikunyah Cakka tadi. Satu lumatan sebelum Cakka menarik Oik pergi dari situ.
Minta
maaf dan melakukannya kembali. Apa itu memang sifat semua laki-laki?
***
(*) Ayo berdansa!
-----
0 komentar:
Posting Komentar