SIX—STUCK IN THE MOMENT
“―And I know you
can’t love me, hey
I wish we had another time―”
I wish we had another time―”
JEMBATAN Erasmus terbentang. Salah
satu jembatan termegah di dunia itu tampak kokoh berdiri. Lambang kejayaan
Rotterdam itu menyeberangi sungai Nieuwe Maas. Lalu-lalang manusia yang
berjalan kaki, bersepada, berkendaraan bermotor bahkan beberapa trem
didekatnya. Menghiasi sore hari yang cukup dingin itu. Cakka memarkirkan
SUV-nya di sebuah area pinggir sungai Nieuwe Maas yang terletak di
Noordereiland. Ia kemudian turun dari dalam SUV-nya dan langsung membukakan
pintu untuk Oik.
Oik mengernyit bingung. Untuk apa
Cakka membawanya kemari? Ia cukup diantar pulang saja. Bukan dibawa jalan-jalan
seperti ini.
“Aku minta dibawa pulang. Bukan
malah dibawa ke sini,”protes Oik.
“Gue... eh, aku mau nunjukin sesuatu
sama kamu. Just follow me, you’ll be fine,” kata Cakka.
Oik mendengus kesal. Sebelum
akhirnya turun dari dalam SUV Cakka.
Saat turun Oik menghempaskan
pandangan ke arah sekelilingnya. Benar-benar area yang bagus untuk memandangi
keindahan jembatan Erasmus. Cakka mengambil langkahnya terlebih dulu. Sedangkan
Oik mengekor dibelakangnya. Ia memandangi ke kiri dan ke kanan, memindai satu
per satu orang-orang yang ada di sekitarnya. Cakka membawa Oik untuk duduk di
salah satu bangku panjang. Dari bangku tersebut, selain dapat memandangi
keindahan jembatan Erasmus. Mereka juga dapat melihat bendera Indonesia.
Berkibar dengan gagahnya di langit Rotterdam. Berdampingan dengan
bendera-bendera di berbagai belahan dunia. Ya, museum bendera. Oik tersenyum
melihatnya. Tiba-tiba saja ia kangen Indonesia. Kangen mamanya, kangen papanya,
kangen Ify dan kangen... Ob—ah nggak boleh. Oik menggeleng-gelengkan
kepalanya.
Cakka heran melihat tingkah Oik itu.
Ia mengernyitkan dahinya sambil menatap Oik, “Kenapa?”
Oik gelagapan, “eh, nggak apa-apa.
Aku... cuma... lihat bendera Indonesia di sana jadi kangen Mama dan Papa,”
katanya.
“Tapi kok geleng-geleng kepala?”
tanya Cakka.
“Eh... nggak apa-apa kok. Bukan
apa-apa,” kata Oik sambil tersenyum kaku.
“Ingat pacar ya?” tebak Cakka.
Oik menggeleng, “perasaan waktu di
kantor kamu. Aku udah bilang kalau aku nggak punya pacar,” kata Oik.
“Trus?” Cakka masih tetap kepo,
“atau ingat calon suami yang ninggalin kamu itu?”
Seketika wajah Oik berubah. That’s
right!
“Jangan kepo deh,” jawab Oik sambil
menatap ke arahyang berlawanan. Agar ekspresinya tidak dilihat oleh Cakka.
“Aku juga ditinggal tunangan sebulan
sebelum pernikahan. Dan sekarang dia udah nikah sama orang lain,” kata Cakka.
Ia mencoba merogoh sakunya. Menemukan rokok di sana. Tapi, ia ingat kalau Oik
tidak boleh mencium asap rokok. Makanya ia mengurungkan niat
merokoknya.Padahal, pada saat membicarakan Shilla seperti ini. Ia sangat
membutuhkan rokok untuk merelaksasikan pikirannya.
Oik berbalik ke arah Cakka dengan
ekspresi kaget,“Serius? Orang seperti kamu?” Oik tak percaya.
Cakka mengangguk, “Tapi udahlah,
orang-orang kayak mereka nggak perlu disesalin kan? Mending melanjutkan hidup,”
kata Cakka.
Oik tersenyum mengangguk, “Ya... aku
tahu itu. Dan aku percaya suatu saat akan ada orang yang menatapku dengan
cinta. Hanya kita saja yang belum menemukannya. Kita perlu beberapa moment sebelum
kita stuck dengansebuah moment yang mengantarkan kitapada destiny
kita masing-masing,”kata Oik sambil pandangannya menelusuri Jembatan
Erasmus.
“Kalau gu—aku sih. Udahlah cinta itu
bullshit. Nggak mau mikirin soal itu lagi,” kata Cakka acuh tak acuh.
“Lho? Kenapa?” tanya Oik.
Cakka sengaja tidak mau menjawab
pertanyaan Oik. Ia menatap arloji yang terlingkar dipergelangan tangannya, “Ah
ini saatnya. Kamu perhatikan di sana,” kata Cakka menunjuk sebuah kapal besar
yang sedang mengarah ke jembatan Erasmus.
Oik panik. Kapal itu bahkan lebih
tinggi dari dasar jembatan Erasmus. Kalau kapal itu mau melewati jembatan
Erasmus. Pasti bagian atas kapalnya tertumbuk pada jembatan Erasmus.
“Aaaa... Cakka itu nanti jembatan
sama kapalnya tabrakan,” kata Oik sambil mengigit bibirnya panik.
Cakka malah tersenyum, “Perhatikan
saja, it will be fine,” kata Cakka.
Oik mencoba tenang. Dan mengamati
perjalanan kapal besar itu. Sesekali ia menengok ke arah jembatan Erasmus. Yang
sudah sepi dari kendaraan bermotor.
“Welnu!(*),” kata Cakka
sambil menatap arlojinya.
Seiringan dengan jembatan Erasmus
yang membuka. Memberikan kesempatan pada kapal besar untuk lewat. Bersama itu
pula, matahari mulai masuk ke tempat peristirahatannya. Oik terkagum-kagum.
Matanya membesar. Mulutnya membulat seperti hendak mengatakan ‘O’. Ini biasanya
hanya dilihat di-film-film. Dan sekarang ia benar-benar menyaksikannya.
“It’s cool,” komentar Oik.
Ternyata ada beberapa kapal besar
yang menyusul datang melewati jembatan Erasmus yang membuka itu.
“Biasanya adegan kayak gini terjadi
setiap jam enam sore. Kegiatan lalu-lintas di jembatan Erasmus akan ditutup
selama kurang lebih empat puluh lima menit. Sampai kapal-kapal besar lewat
semuanya,” jelas Cakka.
Oik mengangguk-angguk, “Itu sebabnya
ya, tagline Rotterdam itu world city, world port. Sesuailah. Hidup
di kota yang dialiri oleh sungai di tiap sudut kota. Serasa hidup di atas
airsaja,” kata Oik.
“Ya, Rotterdam kan dulu kota
pelabuhan terbesar didunia. Sebelum direbut oleh Shanghai. But,
Rotterdam still my favorite one,”kata Cakka. Ia kemudian beringsut
sebelum berdiri tepat di hadapan Oik, “let’s go home!” ajak Cakka sambil
mengulurkan tangannya.
Oik memohon, “I wanna stay here
for a view minutes, please,” mohon Oik.
Cakka tertawa kecil, “Just a view
minutes,” kata Cakka sebelum duduk kembali di sebelah Oik.
***
Pagi-pagi Oik sudah bersiap-siap.
Hari ini lumayan dingin. Ia segera memakai sweater panjang berwarna
coklat. Saat ia baru saja hendak mengambil ankle boots-nya. Ponselnya
berdering. Ia melihat layarnya. Sebuah nomor yang tidak dikenal. Tapi dari kode
negara di depan nomornya. Sepertinya bukan dari Indonesia. Dengan segera Oik
mengangkat panggilan di ponselnya itu.
“Hallo,” jawab Oik.
“Hallo, Ik. Ini aku, Ify,” kata
suara tersebut.
Seketika Oik langsung terlonjak
kaget, “Ify, ah apa kabar kamu? Aku kangen banget. Baru sekarang kita kontakan
lagi. Aaaa sumpah deh,” teriak Oik.
“Hahaha. Iya, Ik. Aku juga kangen
kamu. Eh, tapi kita lewat Skype aja biar lebih bebas. Aku nelpon kamu cuma mau
nyuruh kamu aktivin Skype kamu,” kata Ify.
“Oke, Ify. See ya in Skype,”
kata Oik.
“See ya,” jawab Ify.
Kemudian ia segera mengakhiri
panggilan di ponselnya itu. Ia mengambil Macbook-nya. Lalu duduk di atas sofa
ruang tamunya. Sambil memangku Mackbook tersebut. Dengan segera mereka
menghubungkan Skype-nya dengan Skype milik Ify.
Tak beberapa lama kemudian. Di layar
Macbook-nya,muncul wajah seorang gadis. Gadis manis berwajah tirus dengan
rambut sebahu yang diwarnai dengan warna brunette. Gadis itu bersorak
kegirangan saat koneksinya sudah terhubung.
“Oiiiiik, kangen banget,” kata Ify
sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya sendiri. Tanda ingin memeluk
Oik.
“Sama. Kangen juga, Fy,” kata Oik
melakukan hal yang sama.
“Eh... gimana? Gimana di Rotterdam?
Asyik nggak?” tanya Ify.
“Ya, asyik juga. Kotanya aku suka. Bersih.
Trus berasa hidup di atas air. Abis dimana-mana sungai,” kata Oik.
“Trus di Erasmus gimana?” tanya Ify
lagi, “Sekarang giliran kamu yang cerita, Ik. Waktu dulu kan aku cerita tentang
kehidupanku di Irvine. Sekarang kehidupan kamu di Rotterdam. Kampus kamu, di
sana gimana pokoknya aku tagih sekarang titik,” lanjut Ify.
Oik tertawa kecil, “Oke fine.
Mau mulai darimana?” tanya Oik.
“Darimana aja boleh,” kata Ify.
“Ya, aku suka kehidupan di Rotterdam
pokoknya deh Fy. Walaupun ini salah satu kota besar di Belanda. Tapi nggak
polusi kayak di Jakarta. Jadi enak. Paling enak juga nggak macet. Karena di
sini lebih banyak yang berjalan kaki daripada naik kendaraan. Trus punya
jalur-jalur sendiri.Yang bawa mobil jalurnya beda sama yang jalan kaki. Beda
juga sama yang bawa sepeda. Erasmus juga bagus. Sistem ngajarnya juga pake international
language. Kayaknya Papa memang jago dalam memilih universitas. Kampusnya
juga luas enak. Tapi...” kata Oik.
Ia teringat tentang kejadian yellow
raincoat kemarin.
“Kenapa, Ik?” tanya Ify penasaran.
Oik mencoba meraih white coffee yang
ada di atas meja yang sudah sedari tadi disediakannya. Sebelum ia menjawab
pertanyaan Ify. Sedangkan Ify menunggu dengan was-was.
“Riko ada di sini, Fy,” kata Oik
berusaha tenang.
“Riko? Yang psycho itu?” Ify
melotot.
“Yap.”
“Oh my God, Ik.Ngapain dia di
sana? You must be careful,” kata Ify.
“Aku nggak tahu, Fy. Makanya waktu
itu aku berusaha sembunyi dari dia. Untungnya ada Cakka yang nolong aku,” kata
Oik.
“You say who? Caka? Who is?”
tanya Ify.
“C-A-K-K-A for Cakka,”eja
Oik.
“Who is Cakka?”tanya Ify
penasaran.
“Udah nggak usah bahas dia nggak
penting. Cumate tangga...” belum selesai Oik menjelaskan pada Ify.
Tiba-tiba pintu apartemen Oik dibuka
dengan kasar. Dan membuat Oik serta Ify kaget akan bunyinya.
“Apa itu, Ik?” tanya Ify.
Yang kemudian diiringi oleh sebuah
suara berat, “Oik,lo—kamu maksudnya. Ngapain masih duduk di situ?” tanya Cakka
yang masuk sembarangan ke dalam apartemen Oik. Ia menatap Macbook Oik yang
menampilkan gambar seorang gadis. “Eh... lagi Skype. Sama siapa?” tanya Cakka
langsung duduk di sebelah Oik, “Hey,” sapa Cakka pada Ify.
Oik hanya bisa cengo melihat
tetangga aneh bin ajaibnya datang dan langsung SKSD dengan Ify.
“Siapa itu, Ik?” tanya Ify.
“Ini—”
“Gue Cakka Aylonso Pramanna,
tetangganya Oik. Lo?” tanya Cakka.
“Oh... jadi ini yang namanya Cakka
ya,” kata Ify tersenyum menggoda Oik.
“Dia cerita gue sama lo? Cerita apa?
Yang tentang gue mau rape dia ya?” tanya Cakka ceplas-ceplos.
“Rape?” Ify mengernyit.
“Ah, Fy. Nggak usah dipikirin. Dia
becanda. Oh ya, gue harus ngampus. Kita sambung kapan-kapan lagi ya, da,” Oik
gelagapan dan langsung memutuskan sambungannya dengan Ify dan menutup
Macbook-nya.
Ia kemudian mengembuskan napasnya.
“Kamu itu ya—Argh!” Oik frustasi dan
segera berdiri.Memasang ankle boots-nya tadi. Ia kemudian mengambil scraf-nya
dan melingkarkan di leher. Lalu mengambil tas-nya dan berjalan keluar.
Kalau saja bukan karena mobilnya
kemarin ditinggalkan di kampus! Pasti ia sama sekali tidak mau menerima tawaran
tumpangan Cakka!
***
ify_calista:Masih ngutang cerita! See
ya soon @oiksntika
ify_calista:Cakka ganteng sumpah,
Ik. Yang lama lewat@oiksntika
(N.b: Seperti biasabaca twitter
seperti linimasa aslinya bawah-keatas)
What? Apa maksud Ify sih dengan
menyebut ‘yang lama lewat’. Dia pikir aku pacaran sama Cakka.Oh No!
Oik bergumam dalam hati saat membuka
Twitter-nya.Twitternya itu sudah lama tidak dibukanya semenjak pindah ke
Rotterdam. Padahal, dulu Oik itu Ratu Twitter. Setiap curahan hatinya ia
tumpahkan diTwitter. Namun, semenjak kejadiannya dengan Obiet-Agni dulu. Ia
jadi mengintrospeksi dirinya sendiri. Bahwa tidak semua privasinya bisa
dicurahkan di tempat publik seperti itu.
Saat ini, Oik sedang berjalan berada
di lift bersama Cakka. Menuju basement. Tiba di basement, Oik
tidak melihat sama sekali SUV Cakka terparkir disana. Apa Cakka mempunyai mobil
lain selain SUV-nya itu?
“Tunggu di sini,” kata Cakka.
Oik berdecak seiring kepergian
Cakka. Ia kembali memperhatikan ponselnya. Melihat linimasa Twitter-nya. Tanpa
memperhatikan Cakka lagi.
“Jangan sibuk sama ponsel terus. Ayo
naik!” kata Cakka yang sudah berada tepat di depannya dengan comfortbike-nya
Schwinn.
Oik melotot, “Mobil kamu mana?”
“Lagi di auto-salon,” jawab Cakka
sekenanya.
“Jadi kita naik ini?” tanya Oik
sambil menunjuk ke arah sepeda Cakka.
Cakka mengangguk, “Yap,” jawabnya.
“Aku naiknya?” tanya Oik.
Cakka menepuk boncengan yang ada di
belakang.
Oik menggeleng, “Aku yang bawa!”
katanya.
Cakka menatap Oik sepersekian detik
sebelum mengangguk,“Oke,” katanya lalu turun dari sepeda.
Oik berjalan ragu ke arah sepeda
tersebut. Sebelum mengambil sepeda tersebut dari Cakka, “Kamu nggak malu pake
pakaian kantor kayak gini trus naik sepeda di bonceng lagi?”
Oik sengaja. Supaya Cakka
membatalkan acara naik sepeda ini.
“Nee, dulu waktu masih
kuliah. Aku memilih naik sepeda dibandingkan mobil. Karena disini pejalan kaki
atau yang bersepeda lebih dihormati pengguna jalan,” kata Cakka dan langsung
naik ke boncengan.
Oik mengembuskan napasnya. Ternyata
percuma. Orang seperti Cakka paling tidak bisa berkompromi. Hupfh. Oik
pun mengayuh sepedanya meninggalkan basement.
“Ingat lewat Maasboulevard, jangan
lewat Blaak,” Cakka memperingatkan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Oik.
“Iya ingat. Tapi, Cakka lepasin
tangan kamu dong. Aku risi,” kata Oik.
Cakka tidak menghiraukannya. Ia
malah sibuk menyapa setiap pejalan kaki yang berpapasan dengan mereka.
“Goedemorgen.Prettige dag!”
Itu perkataan Cakka.
Oik memang tidak tahu bahasa Belanda.
Tapi kemungkinan perkataan Cakka sama dengan ‘good morning.Have a nice day’.
Yang langsung dibalas oleh orang-orang itu dengan senyuman atau kata-kata yang
sama dengan yang diucapkan Cakka atau u ook(**).
Oik ingin menutup mukanya malu.
Kalau di Indonesia, ia seperti sedang membawa penjual keliling yang
berteriak-teriak. ‘Seribu tiga,seribu tiga.’
Semoga perjalanan ini cepat
berakhir.
***
Besok libur. Entah kenapa. Oik sama
sekali tidak mendengarkan baik-baik di kelas. Ia sedikit mengantuk, setelah
mengerjakan tugas hari ini. Yang pasti ketika ia berjalan di koridor sekolah
banyak orang-orang menyebut sesuatu. Seperti ingin mengatakan kondangan atau
konidin. Entahlah. Kalau kondangan masih masuk akal. Soalnya dikelasnya ada
yang saling bertanya sebentar malam bakalan memakai pakaian apa untuk dansa.
Ada yang mengatakan Maassilo, Thalia Lounge, Ahoy yang sama sekali tidak
dimengerti Oik. Tapi kalau konidin. Oik tidak tahu apa obat itu diproduksi
sampai ke Rotterdam atau tidak.Oke absurd.
Yang pasti besok tanggal 27 April
2015 dan di kalender nasional Indonesia bukan merupakan hari libur nasional.
Oke, tapi ia tidak tahudengan kalender nasional Belanda. Yang pasti apapun
bentuk kondangan atau konidin itu. Ia sama sekali tidak tertarik.
Oik segera mengeluarkan sebuah iPad
dari dalam tasnya. Kemudian membuka aplikasi Twitternya.
oiksntika: Kondangan atau konidin?
Ngakak aja deh.
Tulis Oik di Twitternya. Ia kemudian
memperhatikan linimasa Twitter-nya itu. Kebanyakan dari Ify dan dari beberapa
teman-temannyadi Indonesia. Salah satunya dari Dea.
Dea_Cyntia:Si kembar Karen &
Karin. Ahhhh tante Manda gemes deh {} http://pic.twitter.com/UhsSTV96XV
Seketika Oik tertarik melihat gambar
yang di-upload Dea. Kemudian ia tertohok saatmelihat dua sosok bayi
mungil berusia 6 bulan. Bayi perempuan kembar nan mungilitu... anaknya Obiet
dan Agni. Cepat-cepat Oik menutup foto tersebut dankembali ke linimasa-nya.
Mereka mewarisi mata Obiet. Yang membuat Oik tidakkuat untuk melihatnya. Segera
ia mengatur napasnya. Menetralisir pikirannya. Iatak boleh larut dengan masalah
yang dulu kembali. Di Rotterdam, ia harusmemulai kehidupan baru.
Ia tetap melihat linimasa
Twitter-nya. Sebelum iamenemukan sesuatu lagi. Ini bukan tentang Obiet. Ini
tentang... Cakka?
Oik mengerutkan keningnya.
Memperhatikan baik avatarseseorang. Tweet orang itu baru sajadi-retweet
oleh Pricilla. Kemudiandibalas oleh Pricilla juga.
In reply to:
Sivia_SCP:Shanta Claisa Pramanna
Pricillaaa19:@Sivia_SCP Wah Mbak,
selamat ya {} baby girl-nya cantik
Pramanna? Seperti nama belakang
Cakka bukan? Avatarorang itu juga seperti ia dan... Cakka. Untuk memastikan Oik
segera membukaprofil orang tersebut. Hendak melihat dengan jelas avatar orang
itu.
Dan benar saja. Lelaki yang bersama
dengan pemilik Twitter itu seperti Cakka. Tapi... auranya berbeda. Di situ
Cakka tampangnyayang naughty hilang. Berubahpenuh....hm, susah sih
mengungkapkannya. Trus matanya... ehm lebih sipit dari biasanya. Tapi kalau
dilihat sekilas itu emang Cakka. Penasaran Oik mengembalikan kembali ke profil
orang itu.
Shanta’s Mom
Loc:Jakarta, Indonesia
Web:-
Bio:Sivia Azalia. 28th.
Shanta Claisa Pramanna’s Mom. @alfonsoalvin’swifey.
Oik segera membuka profil
@alfonsoalvin. Stalker seperti ini memang sudah biasa dilakukan Oik.
Oh... oke, jangan membahas soal yang dulu-dulu. Kalian sudah tahu semuanya.
Shanta’s Dad
Loc:Jakarta, Indonesia
Bio:Alvin Alfonso Pramanna. Blessed
Daddy.
Avatar Twitter @alfonsoalvin seorang
bayi yangsepertinya anaknya. Penasaran apa hubungan Sivia, Alvin dan Cakka ini.
Oik segera membaca linimasa Alvin.
alfonsoalvin:Cinta anak gue
alfonsoalvin:Hari ini banyak tugas. Fighting!
alfonsoalvin:Gue nggak jadi kangen
sama Cakka -_-
alfonsoalvin:Ya Tuhan jauhkan anak
gue dari lelaki seperti dia -> RT @CakkaPRMN: slm buatShanta
alfonsoalvin:gue kangen malah dimaki
:( RT @CakkaPRMN: apasih RT @alfonsoalvin: -__-“ yaTuhan ampuni adik kembar gue
:(
alfonsoalvin:-__-“ ya Tuhan ampuni
adik kembar gue :( RT @CakkaPRMN: godverdomme RT @alfonsoalvin: Missing
you CakkaPReMaN
Oh... rupanya Cakka punya kembaran
ya. Dan kembarannya itu sudah punya anak dan isteri. Masih ‘kepo’ Oik membuka
profil Twitter Cakka.
Cakka.A.Pramanna
Loc:Rotterdam, NL
Bio:[Unrated]
Oik cengo melihat bio Cakka. Kalau
dalam dunia film, unrated itu artinya tanpa sensor. Artinya semua
adegan yang dipotong ditampilkan semua. Biasanya dalam bentuk DVD yang belogo unrated.
Biasanya juga yang disensor kan itu... strong sexual content,kata-kata
kasar, atau mungkin pembunuhan yang teramat sadis. Semacam itu. Berarti Twitter
Cakka...
CakkaPRMN:Koningsnacht!
CakkaPRMN:Slm buat Shanta
@alfonsoalvin
CakkaPRMN:apasih RT @alfonsoalvin:
ya Tuhan ampuni adik kembar gue :(
CakkaPRMN:godverdomme RT
@alfonsoalvin: Missingyou CakkaPReMaN @CakkaPRMN
CakkaPRMN:Gue RT @felaryalaia: siapa
dong?
CakkaPRMN:Ga ada yg cocok jadi Mr.
Grey kecuali 1 org @feryalaia
CakkaPRMN:S&M udah pernah cui
bosen @garryvest
CakkaPRMN:Miss you, Slut RT
@Cha_Acha: Miss you, Hun.
CakkaPRMN:Godverdomme, Alexis
Bledel kek atauFelicity Jones kek @felaryalaia
CakkaPRMN:Gue g suka Dakota Johnson
makanya gue g horny@felaryalaia
CakkaPRMN:diantara semua cuma lo yg
brani standing69-an sama gue haha RT @Cha_Acha: Cakka... -____-“
CakkaPRMN:udah RT @felaryalaia: udah
nonton Fifty Shades of Grey?
CakkaPRMN:dia paling jago ->
@Cha_Acha RT @gerryvest: Women on top.
CakkaPRMN:S.O.B middle finger-up
hahaha!
CakkaPRMN:#nw Lovelace
Oik shock berat. Cepat-cepat
ia menutup Twitter milik Cakka yang penuh dengan kata-kata layak disensor itu.
Kekagetannya masih ditambah lagi dengan pintu apartemen Oik yang dibuka secara
tiba-tiba. Dan ia langsung dilempari orang dengan bungkusan.
“Kaos oranye dipake buat besok Koningsdag!
Gaunnya dipake buat malam ini Koningsnacht. See you!” kata Cakka
dari pintu dan langsung menghilang begitu saja.
Nah! Yang dibilang Cakka tadi
maksudnya seperti kondangan dan konidin. Dan apa-apaan ini? Oik mengangkat paper
bag yang di lempar Cakka tadi.
***
Oik sebenarnya agak was-was dengan
Cakka. Setelah melihat Twitter-nya itu. Ia benar-benar terlihat seperti
penjahat kelamin yang siap menerkam mangsanya. Ia menatap gaun Valentino tanpa
tangan. Dengan atasan kulit dan bawahan berenda berwarna oranye yang diberikan
Cakka tadi. Gaun itu sudah membungkus tubuhnya. Ia menimbang-nimbang. Pergi...nggak...pergi...nggak.
Setelah mencari informasi di costumer
service di bawah. Ternyata hari ini bukan kondangan apalagi konidin
melainkan koningsnacht semacam malam perayaan sebelum ulang tahun untuk
Raja. Katanya, bakal banyak perayaan untuk malam ini yang diadakan serentak di
seluruh Rotterdam bahkan di seluruh Belanda. Katanya juga, tiap warga kota
tidak akan melewatkan acara seperti ini di tiap tahunnya.
Oik mengambil platform-nyadan
memakainya. Kemudian melengkapinya dengan clutch.
Pintu apartemen Oik dibuka. Oke,
mungkin ini kebiasaan buruknya. Selalu lupa mengunci pintu apartemen. Cakka
masuk dari luar. Ia memakai jas berwarna hitam dengan dalaman kemeja berwarna
oranye. Pantofel dikakinya. Lebih rapi dari biasanya.
“Ready?” tanyanya.
“Aku butuh penjelasan! Kita mau kemana?”
tanya Oik.
“Kamu udah pake gaun tadi. Berarti
mau dan tidak mau kamu harus ikut,” kata Cakka.
“Ya... aku emang mau ikut koningsnacht,
tapi... kamu mau bawa aku kemana?” tanya Oik yang lidahnya terasa terputar
ketika menyebutkan koningsnacht.
“You choose!”kata Cakka.
“Aku yang milih? Aku aja nggak tahu
ini acara kayak gimana, Cakka. Gimana bisa milih?”
“Pilih venue. Ahoy, Maassilo,
Thalia Lounge, Club Vie, atau Off Corso?”
“Aku nggak—,” belum selesai Oik
menyelesaikan kalimatnya. Ia sudah dibopong oleh Cakka. Ia meletakkan Oik
dipundaknya. Oik mencoba merontah namun usahanya sia-sia. Ia sudah
berteriak-teriak tapi tak ada yang mengerti dia karena menggunakan bahasa
Indonesia. Orang-orang disitu malah mengiranya gila. Ditambah lagi Cakka yang
berbicara dengan bahasa Belanda dengan orang-orang itu. Jadi tentu saja
orang-orang itu lebih mempercayai Cakka.
“CAKKA... TURUNIN AKUUUU!!! AKU
NGGAK MAU DI-RAPE SAMA KAMU,” kata Oik saat mereka beradadi dalam lift.
“Aku nggak biasa rape orang, Lieve.
Kalau orang itu minta di-rape baru deh. Kamu kan nggak minta. Jadi ya,
nggak usah panik gitu,” kata Cakka.
“Let me down!” perintah Oik.
“Tadi cuma disuruh milih banyak
alasan. Sekarang, udah dibantuin biar nggak buang tenaga turun ke bawah juga
protes, Ck,” kata Cakka.
“Aku nggak minta kamu bantuin, let
me down, now!” kata Oik.
“Oke... Oke,” kata Cakka segera
menurunkan Oik.
Oik memperbaiki gaunnya yang sudah
kusut. Ia kemudian bersandar di dinding lift. Untungsaja, di lift itu
hanya mereka berdua. Ia mencoba mengatur emosinya. Oik sama sekali tidak tahu
apa yang berada di pikiran Cakka.
Tiba-tiba saja kedua tangan Cakka
menghalangi Oik. Ia menumpuhkan kedua telapak tangannya di dinding lift.
Wajahnya berhadapan dengan wajah Oik beberapa cm. Mata Oikmelotot. Wangi musk
menguar dari tubuh Cakka. Ia kemudian mendekatkan bibirnya ke leher Oik.
Menyentuh secara perlahan permukaan kulit leher jenjang Oik dengan bibirnya.
Oik mendesah tertahan. Cakka masih melakukan aktivitasnya seiring tangannya
menyentuh pipi Oik. Oik malah menutup matanya. Ia merasakan getaran aneh saat
Cakka melakukan itu.
Tring!
Tepat disaat bunyi lift tiba
di sebuah lantai Oik kaget. Cakka segera menghentikan aktivitasnya. Saat
sepasang suami isteri masuk di dalam lift bersama mereka. Oik hanya
terdiam. Ia tidak mau melihat Cakka. Lamunanya malah membawanya pada getaran
aneh tadi.
Tiba-tiba saja sebuah bisikan di
telinga, “your mouth can tell me, not. But, I wish we had another time. To
prove that you want too,” bisik Cakka.
***
(*) Sekarang
(**) Kalian juga
0 komentar:
Posting Komentar