In Love With the Starlight
(cerita lepas Gone With the Wind saga)
Alerts: Adult
Starlight. Itu sebuah doa, itu juga sebuah harapan, itu juga sebuah lambang kasih sayang. Starlight. Doa, agar terus menerangi malam yang gelap. Harapan, bukan hanya bersinar diwaktu malam. Kasih sayang, tanpa lelah dan tanpa pamrih menghiasi langit gelap. Starlight. Sebuah kisah terjadi dibawah sinar bintang…
¶¶¶
Prolog
Udara dingin mulai menusuk kulit, semilir angin berhembus membelai kulit. Kala dua insan yang sedang berpadu dibawah sinar ribuan bintang dilangit. Malam tak mereka sadari lagi. Terbawa suasana, hanyut. Waktu seakan berhenti berpacu. Jarum detik terasa tak berdentum lagi. Dua bibir itu telah bertaut lama. Sejak tadi. Namun keduanya masih terhanyut dalam posisi yang tak biasa. Sesekali terdengar decitan dan nafas yang memburu antara keduanya. Mata mereka masih terkunci rapat menikmatinya. Angin mulai membuat mereka kembali ke bumi. Sudah lebih dari setengah jam mereka dalam posisi seperti itu. Sang wanita membuka matanya kala matanya terpaku pada sinar bintang, diapun melepaskannya.
Nafas mereka masih memburu, sang pria merengkuh sang wanita kedalam pelukannya, mengecup ubun-ubun kepala sang wanita, membelai rambutnya. Sang wanita merasakan kenyamanan yang tiada terkira didalam posisinya seperti itu.
“Kau tahu, mungkin kita ini pemecah rekor wedding kiss terlama,” Kata sang lelaki.
Sang wanita mencubit pinggul sang pria, sedangkan sang pria meringis.
“You know, you’re the first and the one men, who touched me, kissed me, and married to me, langsung menikah? Aku juga tak percaya, mungkin aku satu-satunya punya suami tanpa pengalaman pacaran satupun,”
Sang pria tersenyum kearahnya, “Itu artinya aku spesial untukmu, dan kamu lebih spesial lagi untukku,”
“Dan tempat ini, spesial untuk kita,”
“Yeah, a place no one will find,”
“Sangat banyak kenangan ditempat ini,” Kata sang wanita sambil menerawang.
“Pertama kali kita bertemu, and the moment I saw you cry,”
“You stole my first kiss too,” Sang wanita melepaskan diri dari pelukan sang pria.
“Hehehe, first kiss last forever,” Kata sang pria sambil mengedipkan sebelah matanya.
Syurrrr---, angin kembali membelai keduanya. Mereka hanyut didalam tatapan mereka lagi, mata teduh dan mata bening itu mulai beradu. Kembali mempersempit jarak mereka, memiringkan kepala masing-masing, sebelum bibir mereka bertaut lagi. Tepat setelah lumatan pertama pada bibir merah jambu wanita itu…
“Cakka… Oik…,” Terdengar sebuah teriakan memanggil keduanya.
Keduanya segera melepaskannya.
“Suara kak Zahra,” Kata Oik.
“Kau memberi tahu tempat ini pada kakakmu?,” Tanya Cakka.
Oik menggeleng cepat lalu menarik Cakka, “Ayo pergi! Sebelum tempat rahasia ini ketahuan,” Kata Oik.
Tapi sejenak kemudian dia berhenti, menyadari kalau dia sedang menggunakan bridal dress yang berat. Belum lagi ditambah higheels 9 senti yang dia tenteng. Cakka yang bisa membaca tingkah laku Oik, segera menggendongnya.
“Sini, kasihan banget sih isteriku ini, suamimu siap membantumu kapan saja,” Kata Cakka segera membawa Oik keluar dari tempat rahasia mereka.
¶¶¶
Creek---, sebuah pintu kamar diputar. Dari balik pintu nampak dua orang bridal couple. Cakka yang sedari tadi menggendong Oik, setelah menutup dan mengunci pintu segera berjalan kearah ranjang yang sudah dihiasi sedemikian rupa. Suasana kamar itu remang-remang, hanya diterangi lilin. Cakka segera meletakan tubuh Oik diatas ranjang, bersamaan dengan dirinya diatas Oik.
“Ish, Cakka berat tahu,”
“Biarin,” Katanya bergeming.
“Untung tak ketahuan kak Zahra tadi tempat rahasia kita, mana tadi kena marah lagi gara-gara ide kamu yang konyol, wedding kiss in a place no one will find,”
“Tapi mau juga kan kamunya? Lagi pula, pergi atau tidaknya kita dari situ, yakin aja Zahra tak akan menemukan kita,” Kata Cakka sambil mendekatkan kepalanya kearah Oik dan mencium kilat hidungnya. Kemudian menatap Oik sambil mengangkat sebelah alisnya seakan bertanya.
Oik awalnya bingung, kemudian membaca tingkah Cakka. Sejurus kemudian, rasa gugup membungkus dirinya. Wajahnya berubah pucat, keringat dingin mengucur. Jantungnya berpacu cepat. Kemudian dia menelan ludahnya. Menyadari kalau ini… malam pertama.
Cakka menatap isterinya ini, dia tahu Oik gugup. Dia kemudian membelai rambut Oik, setelahnya menjatuhkan diri dari atas Oik keatas ranjang disampingnya. Kemudian berbisik pada Oik, “Tak apa kalau kau belum siap melakukannya malam ini, aku tahu pasti kau pasti kelelahan,” Katanya.
Oik menatap suaminya itu, senyum tulus terulur dari bibirnya. Lalu suaminya itu mengangguk. Setelahnya, Cakka meminta izin untuk mandi. Tak beberapa lama kemudian Cakka telah selesai mandi, Oikpun juga ikut mandi. Maklum, karena Oik wanita jadi membutuhkan waktu mandi lebih lama dari Cakka. Cakkapun dengan piyama menunggu Oik sambil berbaring diranjang. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Oik keluar dengan telah berpakaian piyama. Dan dengan ragu berjalan menuju ke ranjang dan berbaring disamping Cakka. Mulai malam ini, dia harus terbiasa berbagi ranjang dengan seseorang selain kakaknya Zahra. Cakka segera menarik Oik mendekat kearahnya, dan merengkuhnya dalam pelukannya. Sebelum Cakka mengecup ubun-ubun kepala Oik.
“Good night, have a sweet dream,” Kata Cakka kemudian menutup matanya.
Oik memandangi langit-langit kamar itu. Wangi benetten sportnya Cakka mulai menghantuinya. Perasaan gelisah dalam hatinya semakin menjadi. Seperti ini, artinya dia menggagalkan malam pertamanya. Bukankah kata orang malam pertama itu harusnya indah yah? Bukankah kata orang kau akan merasakan sesuatu yang belum pernah kau rasakan ketika malam pertama? Haruskah dia seperti ini? Haruskah dia menunda malam pertamanya?
Oikpun bergerak dari posisinya, dia duduk ditepi ranjang. Cakka membuka matanya kembali, ketika menyadari isterinya sudah tidak berada didalam pelukannya. Cakkapun ikut berdiri dan berjalan menghampiri Oik. Berdiri dihadapannya, sedikit menunduk menyejajarkan matanya dengan mata Oik.
“Kamu kenapa sayang?,” Tanya Cakka.
Oik tak menjawab, dia telihat gelisah sambil menggigit bagian bawah bibirnya.
“Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, jangan sungkan, aku kan suamimu, berbagilah, sudah ku bilang kan masalah tak baik disimpan sendiri,” Kata Cakka.
Oik menatap mata teduh suaminya itu dengan tatapan gusarnya. Sejurus kemudian, seakan tahu apa yang ada dipikirannya, suaminya itu tertawa…
“Hahaha… tak usah malu, jadi kau ingin melakukannya sekarang? Mau kan?,” Kata Cakka sambil memegang dagu Oik dan mendongakannya.
“Ya… aku… tak punya pilihan lain… aku tak mau menggagalkan…,” Oik menelan ludahnya sebelum melanjutkan, “Malam pertama kita,”
Cakka menelisik mata bening isterinya itu. Kemudian dengan perlahan mendekatkan kepalanya kearah Oik. Sekarang sangat benar-benar dekat. Merasakan Oik menghembuskan nafasnya, sebelum akhirnya dia melumat halus bibir Oik. Awalnya halus, berubah menjadi liar setelah Oik memberi ruang agar Cakka bisa menjelajahi rongga mulutnya. Setelahnya, Cakka mulai membelai bagian-bagian tubuh Oik dengan gerakan sensual, membuat Oik hanya bisa mendesah dibalik bibir mereka yang masih bertaut. Cakkapun mengalihkan ciumannya dari bibir kebagian leher Oik, melumatnya, bermain dengan lidah sesekali menggigit, Oik mendesah. Cakka kembali melumat bibir Oik, dan mulai membelai bagian pinggul Oik, membuat posisi Oik yang tadinya duduk kini berdiri, Cakka mendorongnya hingga tersandar ditembok, memindahkan ciumannya lagi dari bibir kebagian telinga, mata, hidung, pipi dan kembali kebibir lagi. Cukup lama, sampai bibir mereka memerah kemudian secara tiba-tiba Cakka melepaskannya dan menjauhkan diri dari Oik. Mengatur nafasnya yang sudah tidak beraturan. Kali ini, Oik yang maju. Dia mendekat kearah Cakka yang berdiri, melepaskan kancing piyamanya satu persatu. Cakka bergeming, dia membiarkan isterinya itu melakukannya. Setelah piyamanya terlepas, dan dia meyakini bahwa isterinya itu sudah ‘siap mental’ untuk melakukannya. Kini, gilirannya yang melucuti satu persatu pakaian Oik dengan gerakan sensual membuat wanita itu kembali medesah. Cakka segera melumat lagi bibir Oik, lalu menginvasi mulutnya sambil melepaskan pengait bra Oik.
Kini mereka tanpa satu artikel pakaianpun. Oik bisa melihat dengan jelas dada bidang Cakka, dan membuat wajahnya memerah dan tertuduk malu, sedangkan Cakka bisa melihat lekuk indah tubuh Oik tanpa sehelai benangpun, memacu adrenalinnya.
Cakkapun mulai menuntun Oik menjalani ritual cinta mereka. Menjelajahi bagian-bagian sensitif tubuhnya dengan bibir dan lidahnya. Menjalani kenikmatan yang tiada tara sebelum mencapai puncaknya.
Cakka menatap isterinya itu, Ia terlihat kesakitan saat mereka hendak menyatukan tubuh mereka.
“Oik, are you okay?,” Tanya Cakka.
“Yes, I’m okay, pleaseKka, awh, jangan hentikan, akan terasa sakit kalau kau menghentikannyah,” Kata Oik berusaha menahan nyeri tiada tara itu.
Cakkapun melanjutkan aktivitasnya itu, sambil bergantian melumat bibir dan leher Oik. Cakkapun merasakan getaran bibir Oik saat melumatnya. Dia tahu isterinya itu kesakitan, air matanyapun jatuh, tanpa sadar ikut merasakan kesakitan Oik. Oik menghapus air mata Cakka yang baru akan keluar dipelupuk matanya dengan kedua tangannya.
“Don’t shed your tear, I’m okay,”
“But you’re in pain,”
“Ain't a pain, it's a happines,” Kata Oik berusaha tersenyum.
Cakka memastikan isterinya itu sanggup, Oik tersenyum tulus. Kemudian, kembali menuntunnya menuju puncak kenikmatan. Keduanya hanyut didalamnya, bagaikan terbang kelangit ketujuh, menjelajah surga dunia, seakan dunia milik berdua, terbang bersama menggapai bintang yang berkilauan, kemudian perlahan kembali kebumi kala keduanya merasakan getaran yang hebat, dan dahsyat didalam tubuh masing-masing. Puncak kebahagiaan itu. Oik menatap diventilasi jendela ada sebuah benda berkilauan menjaga mereka menikmati kebahagiaan itu. Oik menutup matanya, sebelum keduanya terkulai lemas dengan nafas yang memburu.
“Thank you Ik, It’s a beautiful night I’ve ever,”
“Me too,”
Cakka menarik Oik meringkuk kedalam pelukannya, mengambil selimut dan menyelimuti tubuhnya dengan Oik.
“I love you Ik,”
“Love you too Kka,”
Cakka melirik jam tangannya, sudah menunjukan pukul 03.00 subuh, “Kita tak usah tidur yah… kita……Sampe pagi,” Kata Cakka kembali menuntun Oik menjalani ritual cinta mereka. Sampai getaran puncak cinta itu menyapa lagi. Sama seperti first kiss last forever… malam inipun akan dikenang selalu, menjadi history bagi mereka berdua.
¶¶¶
Oik terbangun dari tidurnya, hari ini badannya terasa lebih segar dari biasanya. Dia menatap seseorang disampingnya, sedang tertidur sambil mengulum senyum. Cakka. Selain belajar berbagi ranjang, kini dia tahu tak hanya itu yang harus dia bagi dengan Cakka. Segalanya harus dibaginya, termasuk hal yang paling pribadi dari dirinyapun. Lilin-lilin yang sepanjang malam menerangi telah meleleh habis. Mataharipun telah menyengat menembus ventilasi kamar mereka. Ia menarik nafasnya, lalu menghembuskannya. Hari ini akan berbeda dari hari-harinya yang dulu. Mengingat sejak semalam dia bukan lagi ‘gadis’ bermetamorfosa menjadi Nyonya Cakka Windson Negara. Oik menarik selimutnya hendak mengambil pakaian yang berserakan. Tapi…
“Mau kemana sayang? Jangan kemana-mana dulu, temani aku disini,” Kata Cakka menarik Oik kembali kedalam pelukannya.
Oik mengecup mata Cakka. Membuatnya bereaksi membuka matanya lalu mengedipkannya.
“Bangun sayang, sudah pagi, gimana kalau nanti service roomnya datang kita masih dalam keadaan naked seperti ini?,” Kata Oik.
“Ah, mereka seperti tak tahu saja, kita kan pengantin baru,” Kata Cakka semakin mempererat pelukannya dan tidur kembali. Oik mendesah kesal, namun akhirnya mengikuti Cakka. Baru saja matanya hendak tertutup…
In places no one will find, all your feelings so deep inside…
Suara handphone Cakka berbunyi. Cakka segera meraba-raba meja disampingnya dan mengambil handphonenya melihat screen yang tertulis ‘father calling’. Apa-apaan ini, ayahnya merusak moment bahagianya. Dengan malas, Cakka mengangkatnya…
…Hallo…
…Cakka! Jam berapa ini?...
Cakka melihat jam tangannya…
…Jam sembilan yah, ayah sepeti tidak punya jam saja menelepon hanya menanyakan jam, huh ganggu tahu yah…
…Bukan itu Cakka! Kau mau bulan madumu gagal? Hah! Seharusnya kau dan isterimu itu sudah check-in dibandara, bukannya masih tidur dihotel…
Cakka terbelalak kaget, menyadari satu hal. Dia segera mengakhiri sambungan dengan ayahnya itu. Berdiri dari tempat tidur, membuat Oik menggigit bibirnya melihat tubuh suaminya itu, tanpa sehelai benangpun, kali ini sangat jelas karena teriknya matahari yang menembus ventilasi kamar itu. Cakka segera mengambil pakaian mandinya, mengambilkan pakaian mandi Oik, melemparkannya pada Oik tanpa aba-aba. Untung saja Oik sigap menangkapnya.
“Pakai, kita mandi bersama, tak ada waktu lagi,” Kata Cakka, sambil mengikat pakaiannya mandinya itu.
Oik yang kebingungan mengikuti kemauan suaminya itu, dia segera mengenakan pakaian mandi itu, sebelum Cakka menyeretnya ke kamar mandi…
“Cakka ada apa sih? Kok kamu nampak panik begitu, trus … kenapa harus mandi bersama?,”
“Ikut saja kalau kau tak mau bulan madu kita gagal,” Kata Cakka kemudian menyeret Oik ke kamar mandi.
Oik akhirnya mengerti melihat jam dinding, harusnya mereka sudah check-in sekarang. Mereka akan berangkat bulan madu ke Tembagapura, Papua. Kota diatas pegunungan tertinggi di Indonesia. Mereka memang ingin menghabiskan bulan madu di negara tercinta Indonesia.
Cakka segera membuka pintu kamar mandi, dan menyibak tirai yang menutupi sebuah ruang, yang dibaliknya ada sebuah bathtub. Cakka mengatur suhu air, kemudian memutar kran, menuangkan sabun, menunggu sampai bathub dipenuhi air dan sabun. Melepas pakaian mandinya dan berbaring diatas bathtub, sedangkan Oik hanya terdiam dan terpaku menatap kejadian didepannya itu.
“Sayang, ayo masuk juga, kita sudah terlambat, tak mau kan bulan madu kita gagal?,” Kata Cakka.
Dengan ragu Oik membuka ikatan pakaian mandinya, melucutinya lalu ikut masuk kedalam bathtub. Cakka menariknya, sehingga dirinya berada diatas Cakka sedangkan posisi tubuhnya menghadap Cakka. Cakka segera mengambil scrub dan menggosok punggung Oik, masih dalam posisi tadi. Oik terkekeh geli…
“Cakka… hentikan… geli… biar aku yang menggosok punggungku sendiri,” Kata Oik.
“Sudah… aku saja, begini lebih bersih dari pada kau melakukannya sendiri,” Kata Cakka sambil mengedipkan matanya, “Habis ini, giliran aku yah,” Lanjutnya.
Oikpun berusaha menahan geli, dan meletakan kepalanya diatas dada bidang Cakka. Setelah, dirasa cukup bersih, Cakkapun segera membalikan posisi. Kini dirinya berada diatas Oik, “Giliranku yah…,” Katanya sambil menyerahkan scrub ketangan Oik.
Oik mengambil scrub yang diberikan Cakka kepadanya dan mulai menggosok punggung Cakka.
“Kka… berat ish… kau kan lebih berat dua puluh kilo dari aku,” Keluh Oik.
“Tadi malam bisa,” Kata Cakka mengerling nakal.
“Itu kan bedaaaa…,”
“Jadi kau mau melakukannya dalam air?,” Goda Cakka lagi.
“Grow up,” Ucap Oik sambil wajahnya merah dan menghentikan aktivitasnya menggosok punggung Cakka.
“Heh? Kau kan bisa merasakan dibawah kalau aku sudah grow up,” Cakka menggoda lagi.
Ahhh… sial… Oik membatin, “Eh… bukan… bukan begitu, maksudku… aku sudah selesai menggossok punggungmu, sekarang berdiri, kamu beraaaat,”
Cakka berdiri dari posisinya, sebelumnya mengecup singkat hidung Oik. Bathtub itu cukup besar, sehingga Cakka segera membaringkan dirinya disamping Oik. Busa menutupi tubuh keduanya. Waktu seakan terhenti milik keduanya, sebelum…
“Oik…!,” Panggil sebuah suara.
“Cakka…!,” Sebuah suara yang berbeda.
Keduanya tersadar, menyadari kalau itu suara milik…
“Ibunda……,” Ucap keduanya.
Tok…tok…tok…
“Hei… kalian berdua mandi cepat!,” Suara setelah ketukan pintu.
“Ik… ibunda-ibunda kita kok bisa masuk ke kamar sih?,” Bisik Cakka.
“Ya… tak tahu juga…,” Bisik Oik.
“Hei… cepat jangan bisik-bisik… nanti kalian ditinggal pesawat,”
Cakka dan Oik segera beranjak membilas tubuh mereka, kemudian memakai pakaian mandinya masing-masing. Lalu membuka pintu kamar mandi, disambut dengan tatapan serigala kepada mangsanya oleh kedua ibunda mereka…
“Ayah suruh kita jemput kalian!,” Kata Shita.
“Katanya tadi ayah telepon kamu dan kalian baru bangun!,” Sambung Ramona.
“Dan kita disuruh membantu kalian beres-beres,” Sambung Shita lagi.
“Jadi sekarang kalian cepat ganti baju! Sebagian barang kalian sudah didalam mobil! Tinggal barang-barang kalian disini!,” Sambung Ramona lagi.
“Ibu dan Mona tunggu diluar… kalian cepat! Lima menit,” Ucap Shita sambil beranjak diikuti Ramona, mereka keluar dari kamar itu dan menunggu diluar.
Cakka dan Oik saling tatap-tatapan kemudian mengambil gerakan cepat, bergegas mengganti pakaian mereka.
¶¶¶
Cakka merangkul Oik sambil menarik sebuah koper memasuki bandara. Mereka segera menghampiri kedua ayah mereka beserta kedua kakak mereka yang sudah menunggu.
“Ckckck… dasar pengantin baru, sampai ayah telpon tadi dibilang ganggu, untung ayah sudah mengambil inisiatif buat check-in atas nama kalian,” Arwana menggeleng, “Main sampai ronde berapa tadi malam?,” Lanjut Arwana seraya menggoda pengantin baru itu.
Wajah Oik memerah dan tertunduk.
“Ronde berapa yah? Yang pasti belum bisa mengalahkan para profesional yang sudah mencetak tiga anak,” Cakka membalas menggoda ayahnya.
Oik mengerenyitkan dahinya. Tiga? Bukankah Cakka hanya punya kakak Alvin? Trus kenapa Cakka bilang tiga?
“Trus Alvin kapan menyusul nih?,” Tanya Pramudya.
“Kak Alvin belum akan menyusul kalau belum ketemu……awhhh,” Belum selesai kata-kata Cakka kakinya sudah diinjak oleh Alvin.
“Alvin ketemu siapa Cakka?,” Tanya Arwana tertarik.
“Ada deh Yah… suatu saat pasti ayah akan tahu ketika kak Alvin bawa calon isterinya dihadapan Ayah,” Kata Cakka sambil mengedipkan mata kirinya pada Alvin.
“Ik… Ibu dan tante Mona mau bicara sama kamu,” Bisik Zahra pada Oik.
“Kka…,”
“Iya sayang…,”
“Aku dipanggil ibu dan ibumu,” Kata Oik.
“Oh… urusan wanita… ya sudah,” Kata Cakka sambil melepaskan rangkulannya dari Oik lalu mengecup singkat bibir Oik. Alvin dan Zahra agak risih dengan pemandangan itu. Mereka merasa dikalahkan oleh adik-adik mereka tercinta. Oik beranjak bersama Zahra menuju tempat kedua wanita yang duduk disebuah bangku tak jauh dari situ. Mereka segera menarik Oik duduk diantara mereka berdua sedangkan Zahra duduk disamping Shita. Oik was-was pasti mereka akan menanyakan ‘hal itu’ padanya…
“Bagaimana malam pertama kalian?,” Tanya Ramona.
Nah benar kan…
Oik terdiam.
“Oh, ayolah Oik sayang… tak usah malu… kita ini kan orang tua kamu… atau jangan bilang kalian belum melakukannya?,” Tanya Shita lagi-lagi menatap Oik dengan tatapan curiga.
“Ngg… udah,” Oik tertunduk malu.
“Gimana rasanya Ik?,” Tanya Zahra.
“Makanya kamu cepat nikah juga Zah… biar bisa merasakannya juga,” Kata Shita.
Zahra mendengus, “Calon aja belum punya…,” Kata Zahra.
“Makanya cari kak… Dokter yang kakak ceritakan kayaknya boleh juga,” Goda Oik.
“Hus!,” Zahra melotot kearah Oik, “Udah… kenapa topiknya pindah… sekarangkan kita lagi interogasi Oik,” Lanjutnya.
“Ayo Oik… cerita,” Sambung Ramona.
“Yah begitulah… masa aku harus menceritakan detil-detil yang terjadi tadi malam?,”
Panggilan terakhir kepada penumpang garuda airlines dengan nomor penerbangan GA1820 Jakarta tujuan Makassar, Timika, Jayapura dan Merauke silahkan masuk melalui pintu 4… Pemanggil itu berkumandang, semua langsung beranjak dari posisinya. Oik segera bergegas mendekati Cakka. Tepat ketika disamping Cakka, Cakka merangkulnya kembali.
“Udah ya… kita pamit…,” Kata Cakka sambil mereka berdua menyalami satu per satu keluarga mereka. Menarik sebuah koper lalu berjalan memasuki ruang keberangkatan.
“Enjoy your honeymoon,” Ucap Alvin.
¶¶¶
Oik menatap gedung yang tidak terlalu besar dihadapannya ketika baru turun dari mobil AVCO yang membawa Cakka dan Oik ketika turun dari pesawat menuju bandara. Membaca tulisan yang ada dihadapannya.
Welcome to Moses Kilangin international airport.
Cakka dan Oik memasuki ruang kedatangan bandara itu. Mereka kini berada dibandara Moses Kilangin , Timika – Papua, masih ada 4 jam perjalanan naik gunung sebelum sampai ke Tembagapura. Cakka dan Oik segera mengambil barang dibagasi mereka. Hanya satu koper besar dibagasi, karena satu koper lainnya ditenteng Cakka. Mereka segera bertukar, kini Cakka yang menarik koper besar itu, Oik menarik koper yang sedari tadi ditentengan Cakka.
Orang kepercayaan Arwana telah dipersiapkan untuk menjemput Cakka dan Oik. Ketika Cakka dan Oik keluar dari ruang kedatangan, seseorang menyambut mereka.
“Pak Cakka dan Bu Oik yah?,” Tanya seorang lelaki yang mengenakan jaket dengan logo freeport indonesia dibagian dada.
“Iya… ah… sebaiknya kamu tak usah memanggil kami dengan kata pak dan bu didepan nama karena sepertinya kita seumuran,” Kata Cakka.
Lelaki itu menjabat tangan Cakka dan Oik, “Dayat,” Ucapnya memperkenalkan diri.
“Wuiiiihhh… besar sekali ban mobilnya,” Ucap Oik menatap ban mobil superbig yang ada ditengah-tengah bandara.
“Iya… itu ban mobil perusahaan yang dipakai sebagai tugu selamat datang dibandara ini,” Kata Dayat.
Cakka dan Oik manggut-manggut.
“Hm, bisa kita berangkat sekarang? Untuk pergi ke Tembagapura masih ada empat jam kedepan,” Kata Dayat.
Cakka dan Oik mengangguk. Dayat menuntun mereka menuju sebuah mobil alphard. Seorang supir dibalik kemudi, Dayat disampingnya. Cakka dan Oik dibelakang, mobilpun beranjak dari lapangan parkir bandara. Sebelumnya mengitari sebuah bundaran yang ditengah-tengahnya ada sebuah alat berat seperti tracktor.
“Itu apa namanya Dayat?,” Tanya Cakka menunjuk benda ditengah-tengah bundaran.
“Itu eksavator… alat berat milik freeport,”
“Owh… disini sudah dimonopoli freeport yah…,”
“Yah begitulah…,”
Merekapun keluar dari area bandara, dan tiba disebuah tempat seperti post security, sebelumnya Cakka dan Oik diberikan sebuah ID Card oleh Dayat dengan logo visitor. Dayat mengeluarkan ID Cardnya bersama dengan Cakka dan Oik. Setelah diperiksa oleh security, palang dihadapan mereka dibuka.
Oik membaca tulisan di post security itu, “Check point 28,” Bacanya.
Mobil alphard itu berhenti dilapangan parkir yang banyak dipenuhi mobil ford yang tak punya plat nomor. Dayat mengajak Cakka dan Oik turun dari situ dan mengganti mobil alphard dengan mobil ford tak berplat itu.
Sekarang Dayat yang dikemudi bersama Cakka dan Oik dibelakang, sebelumnya meletakan barang mereka dibagasi. Mobil itupun melaju meninggalkan area itu.
“Dayat… memang bisa yah pakai mobil tak berplat nomor disini? Tidak akan ditilang kan?,” Tanya Oik.
“Tidak apa-apa… ini mobil freeport tidak perlu plat nomor kalau diarea freeport,” Kata Dayat.
Cakka dan Oik manggut-manggut lagi.
Beberapa menit kemudian mereka telah tiba disebuah post security lagi. Check Point 38. Didepannya ada jalan yang menanjak kemiringannya kira-kira 45 derajat. Dayat kembali menyerahkan ID Cardnya bersama ID Card Cakka dan Oik. Setelahnya palang dihadapan mereka kembali dibuka.
“Kalian siap?,” Tanya Dayat.
Cakka dan Oik sambil bertatapan, “Siap,” Kata mereka.
“Ini akan jadi perjalanan yang ekstrim buat yang belum pernah kemari… mendaki gunung menggunakan mobil,” Kata Dayat dan memacu mobilnya kembali.
“Wooooaaaahhhh,”
Merekapun melewati 4 jam perjalanan yang sangat menegangkan. Melewati tanjakan demi tanjakan, bahkan ada yang kemiringannya sampai 65 derajat membuat Oik hanya bisa menutup mata dipelukan Cakka. Melewati jalan kecil yang disamping-sampingnya jurang, melewati trowongan panjang yang gelap, hanya ada cahaya lampu mobil. Mengitari tebing sebelum terlihat sebuah lembah yang terang benderang karena lampu malam. Cakka dan Oik yang kelelahan, seketika lelahnya hilang melihat kota dilembah itu. Udara disini sangat dingin, ini bukan seperti di Indonesia. Seperti diluar negeri. Mobil yang bawa Dayat itu menuruni lembah, setelah tiba disebuah papan bertulisan “Welcome to Tembagapura, 68 freeport area” mereka disambut oleh sebuah rumah sakit tepat dibawah akses masuk Tembagapura. Mereka belok ke kanan dan langsung memasuki jalan masuk Tembagapura. Gedung-gedung disana berjenis bungallow ada juga yang seperti villa.
“Disini nama daerahnya Palapa,” Kata Dayat.
Dayat memutar daerah Palapa itu, kemudian melihat sebuah gedung seperti dept store.
“Ini shopping bujang kalau yang didepannya shopping keluarga,” Kata Dayat.
Mereka kembali mengitari Tembagapura, ke daerah yang agak menanjak disini rumah-rumahnya antara modern house dan villa.
“Nama daerah ini borobudur,” Kata Dayat.
Setelah mereka mengitari Tembagapura sekitar 1 jam. Dayat membawa mereka ke sebuah daerah dibagian barat yang disebut West.
Rumah-rumah disini lebih terlihat seperti apartment.
“West 1… daerah untuk perumahan para foreman,”
“West 2…daerah untuk perumahan para jend fore,”
“Nah ini dia… West 3…daerah untuk perumahan para pemegang saham freeport… kalian disini…,” Kata Dayat, mobil mereka berhenti disebuah gedung seperti apartment.
Hari sudah malam, Dayat menuntun mereka menuju kedalam gedung tersebut. Mereka naik kelantai 3. Dayat membuka sebuah pintu yang terdapat tulisan Arwana’s guess house. Setelah terbuka Dayat menyerahkan kuncinya pada Cakka, mempersilahkan mereka masuk sebelumnya dia pamitan dan berkata…
“Kalau ada perlu telepon aku aja… nomor teleponku ada dibuku telepon… selamat berbulan madu,” Katanya sambil beranjak pergi.
Cakka dan Oikpun masuk kedalam. Dingin merasuk kulit, semilir anginpun terasa. Bahkan untuk bicarapun Cakka dan Oik mengeluarkan uap dari mulutnya. Mereka segera mengelilingi guess house itu mencari kamar mereka. Setelah menemukan dengan sembarang mereka meletakan koper-koper mereka. Mereka sudah sangat kelelahan dan langsung menghempaskan tubuh mereka diatas masterbed. Cakka segera meraih Oik kedalam pelukannya dan tidur tanpa mengganti pakaian mereka.
¶¶¶
Dayat… Dayat… Cakka berusaha menemukan nama Dayat didalam buku telepon yang dipegangnya. Ayahnya tadi pagi telepon dan menyuruh Cakka menghubungi Dayat, untuk mengantarkan mereka berkeliling. Tapi Cakka belum menemukannya Juga…
“Ah ini…,” Cakka terpaku pada sebuah nama, “Dayat Coldy Ginanjar,”
Setelah menemukannya Cakka segera menghubunginya.
…Hallo…
... Hallo ini Dayat?...
…Iya…
…Ini Cakka, kau sibuk?...
…Hm, aku lagi dikantor…
…Owh, ayahku suruh menghubungimu untuk membawa aku dan isteriku jalan-jalan…
…Oh ya, Cakka, hm aku akan suruh staffku kesana, hari ini kalian ke hidden valley yah, bilang sama temanku…
…Oke deh, kita tunggu…
Tak beberapa lama kemudian Cakka dan Oik dijemput mobil ford yang kemarin oleh staff Dayat. Dayat adalah seorang foreman yang merupakan anak buah ayah Cakka. Posisi yang sangat mantap untuk seseorang yang muda sepertinya.
Mobil itu membawa mereka ke sebuah tempat hampir sama dengan Tembagapura, dilembah berada tepat disebelah Tembagapura dibalik tebing.
Welcome to Hidden Valley 66 freeport area.
Mobil mereka turun kedalam lembah itu. Berhenti disebuah taman bermain anak-anak dan turun dari mobil. Cakka menyuruh staff Dayat itu pergi dan membiarkan mereka jalan kaki. Nanti setelah mereka puas baru mereka akan menghubunginya untuk menjemput kembali.
Cakka dan Oik langsung berhambur lari ke taman bermain anak-anak itu. Ada kuda-kudaan, jungkat-jungkit, roda berputar, ayunan, lucuran dan lain sebagainya. Disini terasa sama dinginnya dengan Tembagapura.
Mereka bermain disitu bagaikan anak kecil, menaiki semua permainan sambil Cakka dengan kamera DSLRnya memotret Oik. Cakka mendorong ayunan Oik dan mereka tertawa lepas bersama. Setelah puas bermain ditaman bermain anak-anak itu, mereka berjalan kaki lagi sambil Cakka memotret gedung-gedung disampingnya. Sesekali bus berwarna biru muda dicampur putih melewati jalan disitu. Disini tidak terlalu ramai, hanya ada orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting sesekali lewat. Bahkan ada orang-orang dengan rambut blonde dan berkulit putih juga lewat. Mereka seperti merasakan suasana diluar negeri.
Mereka tiba disebuh jembatan yang terbuat dari kayu membentang. Dari sini terlihat jelas rumah-rumah di Hidden Valley. Cakka dan Oik duduk diatas pegangan jembatan itu. Cakka meraih pinggang Oik agar isterinya itu tidak jatuh.
“Disini tenang ya…,” Kata Oik.
“Iya Ik… serasa di dunia hanya ada kita berdua,” Kata Cakka.
Oik menempatkan kepalanya dipundak Cakka ketika angin hangat membelai keduanya, membuat keduanya yang pada awalnya kedinginan terasa hangat. Merekapun menikmati pemandangan yang ada dihadapan mereka.
¶¶¶
“Cakka sayang… gimana kalau kita pulangnya tak usah dijemput, tapi naik bus itu,” Kata Oik sambil menunjuk bus berwarna biru muda bercampur putih, “Sepertinya itu bus umum,” Lanjut Oik.
“Boleh… tapi apa kamu ingat jalan pulang sayang?,”
“Aku tidak ingat… tapi kan kata Dayat kemarin kita tinggalnya di West three…,”
“Oh ya sudah… kita coba… hitung-hitung pengalaman baru,”
Merekapun segera menahan sebuah bus, dan bus itu berhenti. Mereka segera naik dan duduk dibangku belakang. Bus cukup banyak orang dari berbagai suku bangsa, ada yang terlihat seperti negro, ada yang bule, ada yang chinnese, ada yang indonesia, ada yang india dan lain sebagainya. Bus itu segera melaju mengitari Hidden Valley kemudian keluar dari situ mengitari tebing lagi, tapi… bus itu tidak membawa mereka ke Tembagapura setelah mengitari tebing, tidak turun ke lembah dimana terdapat Tembagapura. Tapi… lurus melewati trowongan yang gelap namun tidak sepanjang waktu mereka datang, sebelum mereka menemukan sebuah papan bertuliskan Welcome to 69 freeport works area. Ternyata itu area kerja freeport, dan ternyata bus itu membawa beberapa karyawan freeport yang turun disitu. Oik melihat kereta gantung yang berjajar diatas sebuah lembah tepat disamping bus mereka berhenti.
“Kka… aku ingin naik yang sana,” Kata Oik menunjuk kereta gantung itu.
“Besok aku bilang ayah yah…,” Kata Cakka.
Oik mengangguk.
Buspun beranjak dari situ dan baru kembali ke Tembagapura. Bus itu berkeliling kedaerah-daerah yang disebutkan Dayat kemarin. Hospital, Palapa, Borobudur, Shopping kemudian membaca tulisan-tulisan seperti Mess, Sporthall, 24 dan lain sebagainya. Tak terasa tinggal Cakka dan Oik yang berada didalam bus.
Mereka tampak kebingungan, sang sopir bus akhirnya bertanya…
“Kalian mau kemana?,”
“West three,” Jawab Oik.
“West three… bus tak bisa masuk kesana itu tempat khusus bos… kalian untuk apa kesana?,” Tanya supir itu.
“Kita tinggal disana… baru datang kemarin jadi bingung,”
Sang supir mengerenyitkan dahinya.
“Saya anaknya Arwana,” Kata Cakka kemudian.
“Oh… saya tahu… aduh maaf yah… hm, saya bisa antarkan tapi sampai didepan West three saja… untuk masuk bisa sendiri kan?,”
Cakka dan Oik mengangguk. Supir itupun mengantar Cakka dan Oik kedaerah West. Sebelum turun Oik membayar supir bus itu. Tapi supir bus itu menolak dan malah tertawa…
“Hahaha… tidak perlu bayar… disini naik bus gratis karena sudah dibayar freeport,” Kata sang supir.
Cakka dan Oik saling tatap menatap heran sebelum akhirnya turun dan menjelajahi daerah West dengan berjalan kaki sampai tiba didaerah West 3 ketika hari hampir malam. Mereka masuk kedalam dengan rasa lelah, akhirnya mereka tiba dirumah setelah seharian menjelajahi daerah yang asing buat mereka.
¶¶¶
Ting… tong… bell guess house Cakka dan Oik bergema. Cakka yang baru selesai mengganti pakaiannya segera membukakan pintu. Dayat berdiri dihadapannya.
“Eh… kamu Dayat… ayo masuk,” Katanya.
“Tidak… tak usah… aku tunggu sini, kata ayah kamu Oik kemarin minta naik train yah…? Hari ini bakalan ada perjalanan seru… we’re go to eternal snow…,”
“Eternal snow?,” Cakka mengerenyit.
“Yeaahh… Salju abadi,” Kata Dayat.
Tak beberapa lama kemudian seorang gadis cantik mendekati Dayat.
“Lama kak,” Katanya.
“Bentar ya…,” Kata Dayat, “Oh ya Cakka… kenalin ini Acha, adikku,” Kata Dayat.
“Acha,”
“Cakka,”
“Cakka dan Isterinya berbulan madu disini, kita akan pergi ke salju abadi bersama dengan mereka,” Kata Dayat menjelaskan, Acha manggut-manggut.
“Oh yah Day… aku panggil Oik dulu…,” Kata Cakka.
“Ah… Cakka… jangan lupa untuk membawa jaket setebal dan sebanyak mungkin… disana akan sangat dingin,”
Cakka mengangguk lalu melangkah masuk kembali. Dia membuka pintu kamar mereka.
“Wooww… agent provocateur,” Ucap Cakka ketika masuk kedalam kamar dan melihat isterinya itu.
Oik mendesah, “Ah… suamiku gila… tahu brand underwear wanita,” Kata Oik sambil memakai blousenya lalu menyisir rambutnya.
“Aku tahu sampai hal terkecil tentangmu… hehehe, sudahlah cepat isteriku sayang Dayat dan adiknya sudah menunggu kita diluar, untuk jalan-jalan ke salju abadi,”
“Salju abadi? Memangnya di Indonesia ada salju?,” Tanya Oik.
“Entahlah… ikut saja,” Kata Cakka sambil mengeluarkan beberapa potong jaket dari dalam almari.
“Untuk apa jaket sebanyak itu?,” Tanya Oik.
“Kata Dayat kita harus membawa banyak jaket karena disana akan sangat dingin,” Kata Cakka.
Setelah mereka selesai, merekapun keluar menemui Dayat dan Acha yang sudah menunggu diluar. Dan keluar menuju sebuah mobil. Dayat dibalik kemudi, Acha disampingnya sedangkan Cakka dan Oik dibelakang. Mobil itupun melaju meninggalkan guess house mereka.
Mobil mereka meninggalkan Tembagapura dan memasuki trowongan yang dilewati Cakka dan Oik kemarin. Mereka tiba seperti disebuah lapangan parkir dan Dayat memarkir mobilnya disitu. Sebelum turun Dayat memberikan pakaian standard safety untuk memasuki area kerja freeport. Sebuah booth, kacamata kerja yang lumayan besar, helm standard kerja, jaket dengan logo freeport Indonesia. Dayat menunjukan sebuah ruangan ganti tak jauh dari situ. Cakka dan Oik segera berganti pakaian disitu, sebelumnya melapis beberapa jaket sebelum memakai jaket dengan logo freeport Indonesia. Setelah semuanya siap dengan pakaian standard safety merekapun segera meluncur kearea kereta gantung. Kereta gantung itu hanya muat untuk dua orang, jadinya Dayat dengan Acha duluan dan kereta gantung Cakka dan Oik dari belakang.
Dari atas Cakka dan Oik bisa melihat pemandangan pegunungan Jayawijaya itu. Hutan berwarna hijau pekat, lembah-lembah, area kerja freeport, grassberg, jalan-jalan dan lain sebagainya. Sampai mereka tiba disebuah tempat seperti check point 28 dan check point 38 yang Cakka dan Oik lewati sebelum kemari. Train itu mulai menurun dan akhirnya menginjak tanah.
Dayat dan Acha sudah menunggu Cakka dan Oik dibawah, segera menunjukan ID Card mereka dan palang dihadapan mereka kembali dibuka. Kali ini mereka melihat hamparan tanah lapang dihadapan mereka. Agak tandus tidak seperti yang mereka lewati tadi.
“Kita akan menempuh perjalanan dengan kaki selama lima jam kedepan sebelum tiba di salju abadi,” Kata Dayat.
“APA??? JALAN KAKI LIMA JAM?,” Cakka dan Oik melotot kaget.
“Yaps…, ayo!,” Kata Dayat melangkah dan Acha mengekor dari belakang.
Cakka dan Oik saling pandang-pandangan. Kemudian Cakka merangkul Oik dan mengikuti jejak Acha dan Dayat.
Jalan kesana tidak cukup mulus, mereka serasa mendaki gunung, sesekali mereka beristirahat disetiap check point. Oik sudah sangat lelah, tapi Cakka berusaha menguatkan Oik. Sudah tiga jam lebih mereka berjalan, Oik sudah ngos-ngosan. Cakka segera memeluknya dan mengecup ubun-ubun kepalanya.
“Kalau sudah tak mampu, kita berhenti disini saja yah,” Ucap Cakka menenangkan Oik.
“Tidak Cakka… aku kuat, aku bisa, cuma sedikit kelelahan, aku ingin lihat dengan mata kepalaku sendiri, kalau di Indonesia ada salju,” Kata Oik, mulutnya mengeluarkan uap saat berbicara, udara disini sudah semakin dingin.
Setelah Cakka merasa, Oik sudah kuat mereka melanjutkan perjalanan mereka.
¶¶¶
“Waaaaaaaawwwww…… Amazing……,” Seketika rasa lelah, penat, sakit yang mereka rasakan hilang setelah menempuh 5 jam perjalanan.
Oik memandang sekelilingnya. Belum pernah dia melihat tempat seperti ini. Tanah lapang dengan salju dimana-mana, ada sebuah lokasi juga yang membuat salju telah dirangkai berpetak-petak. Ini benar-benar salju di Indonesia.
“Nah… sekarang percaya kan di Indonesia ada salju,” Bisik Cakka ditelinga Oik yang membuat rasa hangat merasuk kedalam tulangnya dan mengalir lewat aliran darahnya.
Oik mengangguk.
Dayat dan Acha mendekat kearah Cakka dan Oik.
“Ini eternal snow yeaay… kalian tahu kenapa ini dinamakan eternal snow?,”
Cakka dan Oik menggeleng.
“Karena, salju ini tak pernah mencair, sudah sejak lama salju ini berada disini… jika di negara lain salju punya musim… disini salju setiap hari,” Kata Dayat.
“Waw… salju turun… I like snow!,” Kata Acha sambil mengangkat tangan menikmati salju yang turun.
Mereka semuapun menikmati salju yang ada dihadapan mereka itu. Cakka dengan kamera DSLRnya memotret keajaiban dihadapan mereka itu.
¶¶¶
Sudah 6 hari Oik dan Cakka berada di Tembagapura. Ini tidak terasa seperti honeymoon tapi lebih terasa seperti holiday. Mereka telah mengunjungi berbagai tempat disini, Hidden Valley, Eternal Snow, melihat mobil terbesar yakni Catterpillar 737 milik freeport dimana tinggi mereka hanya ¼ dari ban mobilnya, Pergi kebundaran yang ditengahnya ada air berwarna biru yang orang-orang menyebutnya dengan Bundaran HI, dan juga terakhir kemarin mereka pergi ke grassberg sebuah tempat pertambangan dibawah tanah, sangat seru.
Oik sedang berada diteras guess house mereka. Memandangi langit yang dihiasi bintang-bintang. Keresahan didalam hatinya. Cakka yang melihat isterinya itu segera menghampirinya, membelai punggung isterinya itu.
“Kau kenapa sayang? Ada masalah lagi?,”
“Ngg… tidak… tak apa… Cuma merasa ini tak seperti bulan madu tapi seperti liburan,”
“Jadi kau mau bulan madu yang seperti apa?,” Tanya Cakka.
“Yah… seperti pasangan normal,” Katanya.
“Apa kita tidak normal?,” Tanya Cakka.
“Ah… entahlah…,” Kata Oik sambil beranjak dari situ lalu masuk kekamar.
Cakka menyunggingkan senyumnya saat Oik masuk kedalam. Cakka mengekor dibelakang. Kemudian sebelum Oik masuk kedalam kamar, Cakka menyergap kedua mata Oik dengan tangannya.
“Ikut aku…,” Bisiknya.
Cakkapun membawa Oik menuruni tangga. Hingga tiba dibawah, dan membawa Oik kesebuah taman. Disitu sudah ada meja makan, seperti candle light dinner di outdoor. Cakka segera membuka mata Oik. Oik terkejut dengan apa yang dilihatnya…
“Maaf yah… baru buat seperti ini, di malam terakhir kita disini,” Kata Cakka.
Cakka segera menggeser kursi dan mempersilahkan Oik duduk. Sedangkan dirinya duduk dihadapan Oik…
“Malam ini… kita dinner ditemani starlight yah… semoga kau suka,” Kata Cakka sambil angin membelai keduanya.
Oikpun tersenyum dan mengangguk, “Aku pasti akan sangat menyukainya,” Kata Oik.
¶¶¶
Oik baru saja selesai mandi. Ia membilas wajahnya kembali di wastafel sebelum keluar dari kamar mandi. Dia segera mencari-cari pakaian, matanya terantuk pada sebuah piyama dengan kain tipis, dia segera mengambilnya dan memakainya. Dia menghela nafasnya, mungkin sewaktu ‘malam pertama’ tempo hari dia belum menyiapkan mentalnya dengan baik. Malam terakhir honeymoon ini. Dia harus bersiap! Itu tekadnya.
Oik segera berjalan keluar kamar, melihat suaminya itu sedang duduk sambil memainkan handphonenya. Oik segera duduk disamping suaminya itu.
“Oik… kau pake kamisol warna hitam kelihatan sexy loh begitu, apalagi ditambah underwear victoria’s secret,” Kata Cakka.
“Errr…,” Oik kesal, Cakka menyunggingkan senyum nakal lalu membelai wajah Oik kemudian kelehernya dan berbisik dibagian bawah telinganya…
“Aku suka… asalkan ini semua untukku dan hanya untukku,” Bisik Cakka.
“Ini untukmu… dan hanya untukmu,” Kata Oik.
Cakka kembali menelisik mata isterinya itu, sebenarnya dia memang menunggu saat-saat ini. Saat dimana isterinya itu telah ‘benar-benar siap’ bukan karena kewajiban malam pertama atau apapun itu. Cakka belum memulai aksinya dia terus menatap Oik dengan tatapan teduhnya. Setelah lama menatap isterinya itu, dia mulai mendekatkan wajahnya kearah Oik melumat halus bibir isterinya itu. Mereka menikmati detik demi detik, menit demi menit yang mereka lalui saat itu. Kali ini terasa lebih bergairah daripada sebelumnya, permainan cinta merekapun lebih halus dari sebelumnya, dengan gerakan sensual dan terkadang desahan yang terdengar mereka semakin memperdalam.
Pakaianpun berterbangan diruang keluarga itu, Cakka segera menyelimuti tubuh Oik dengan tubuhnya disofa ruang keluarga itu. Merasakan seluruh tubuh Cakka didalam tubuh Oik. Selanjutnya, mereka seperti dibakar api cinta, yang tidak bisa mereka gambarkan. Mereka terbang bersama ke awang-awang, menembus lapisan langit pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, bahkan sampai langit ketujuh, satu windu, satu masa, satu abad, terus sampai mereka kembali lagi kebumi namun rasa itu tetap membakar, kali ini tak ada tangisan, yang ada hanyalah kebahagiaan.
Keduanya terengah-engah saat getaran cinta itu kembali menyapa, Oik menatap jendela, saat angin membelai tirai jendela dan agak sedikit terbuka, Oik kembali melihat sinar bintang, dan ia kembali tersenyum. Cakka mengecup halus pipi Oik, sebelum dia berdiri dan mengangkat tubuh Oik.
“Kita lanjutkan dikamar yah…,” Kata Cakka kemudian.
¶¶¶
2 bulan kemudian…
“Oik… you know I love you… right?,” Kata Cakka.
“Yeah… I know…,”
“Kalau begitu kamu mau kan mengikuti kemauanku,”
“Apa itu?,”
“Berhenti dulu dari pekerjaanmu, dari kita pulang honeymoon kau tidak berhenti bekerja, aku yang akan bicara kepada ayahmu, kau harus menyisikan sebagian waktumu menjadi ibu rumah tangga yang normal… agar…,”
“Agar aku cepat hamil?,” Goda Oik.
“Yah… itu salah satunya, aku sudah berjanji akan membuatmu hamil sebelum bulan agustus! Cuma, aku juga ingin diperhatikan oleh isteriku layaknya suami-suami biasanya, dibuatkan sarapan pagi-pagi, disambut dengan kecupan hangat dan lain sebagainya,”
“Oh… okay… itu urusan gampang,”
“Kau berjanji dulu,” Kata Cakka menyodorkan jari kelingkingnya. Oik menyambutnya dengan menautkan kelingkingnya pada Cakka.
“Janji! Tapi sebenarnya kamu tak perlu menyuruhku karena aku memang sudah mengatakannya pada ayah… dan mulai besok memang aku berhenti dulu bekerja… sampai---,” Kata-kata Oik tergantung.
“Sampai apa?,” Cakka mengerenyit.
“Sampai anak pertama kita lahir,” Bisik Oik pada Cakka.
“Ya ampun Oik… kau…,” Cakka serasa tak percaya. Mulutnya menganga. Oik mengangguk dan tersenyum. Cakka meloncat kegirangan seperti memenangkan lotre. Oik tertawa geli melihat reaksi Cakka. Cakka segera mengangkat tubuh Oik lebih tinggi dari tubuhnya.
“Ish… Cakka turunin…,”
Cakka tak menghiraukannya, dia malah membawa Oik pergi ke pendopo rumah mereka.
“Kau lihat disana,” Kata Cakka sambil menunjuk sebuah bintang yang bersinar.
“Ya… indah yah…,” Kata Oik.
“Sangat…,” Cakka menurunkan Oik sambil mengelus perut Oik, “Aku ingin bila dia lahir nanti dinamakan Starlight, agar dia bisa bersinar seperti bintang,” Kata Cakka.
In Love With the Starlight: End.
¶¶¶
Epilog
Trison Starlight Negara. Dia lahir saat bintang menghiasi langit dengan sempurnanya. Dia lahir saat bintang bersinar menerangi gelap malam dengan indahnya. Kemanapun dia pergi bintang dilangit selalu menyertainya. Doa dan harapan selalu bersamanya… agar dia tak berhenti menyinari gelapnya malam.
¶¶¶
“Starlight… mau kemana?,” Tanya Oik melihat anak lelaki semata wayangnya yang berumur 5 tahun hendak berjalan keluar pagar rumah mereka.
“Mau kelumah adik Syaini… mau main baleng adik-adik yang lain juga… baleng adik Eklips, adik Aulola sama adik Munly, di lumah om Alvin sebelah,” Kata Starlight yang masih cadel.
“Starlight hati-hati yah… jangan pulang terlalu malam, kalau pulang suruh antar om Alvin atau tante Sivia yah,”
“Iya Bunda… Stalait pelgi dulu,” Kata Starlight membuka pagar, Oik mengawasi anaknya itu. Dia menatap langit sore itu. Sebuah bintang kecil berkedip dibalik awan. Oik tersenyum lalu kembali mengawasi Starlight yang kemudian masuk ke rumah Alvin disebelahnya.
Cakka mendekati Oik segera mendekap dari belakang lalu mengecup pipi isterinya itu.
“Kau disini untuk apa?,” Tanya Cakka.
“Mengawasi Starlight,” Katanya.
“Starlight kemana?,”
“Kerumah Alvin… katanya mau main sama Sunshine, Eclipse, Aurora, juga Moonly, ‘adik-adik’nya,” Kata Oik.
“Sepertinya dia kesepian dirumah, kau dan aku sibuk terus nih,” Kata Cakka.
“Yah… Starlight pernah meminta supaya dia punya adik,” Kata Oik.
Cakka menatap Oik sambil mengangkat setengah alisnya lalu tersenyum jahil, “Gimana kalau sekarang… kita buat adik untuk Starlight,” Kata Cakka mengerling lalu mengangkat tubuh Oik memasuki rumah mereka.
Kembali merangkai cinta mereka dengan harapan dan doa dilangit senja sore hari, twilight. J
-----------------------
Maap ya kalau ada yg merasa risih (?) Saya sudah kasih peringatan duluan yah diatas :) jadi kalau yang blm adult tapi sempat ke baca bukan salah saya loh /plak :)
sankyu ^_^
0 komentar:
Posting Komentar