Jumat, 03 Februari 2012

An Unforgettable Walk - One shoot

An Unforgettable Walk
"Tak akan ku lupakan"

Oik menatap punggung Cakka, ketika lelaki itu baru saja berlalu dari hadapannya. Perlahan punggung itu semakin menjauh hingga hilang dibelokan koridor sekolah. Kedua sahabatnya, Ify dan Acha hanya bisa menggelengkan kepala. Mereka tak paham dengan sikap Oik.

                “Ik, sampe kapan kamu mau aja dibully sama Cakka? Sadar dong Ik, Cakka sudah sangat keterlaluan sama kamu,” Kata Ify.

                “Iya Ik, kita tahu kamu sayang sama dia, kita tahu Ik, tapi kita heran banget kenapa kamu bisa jatuh hati dengan orang seperti dia?,” Tanya Acha.

                Oik menghembuskan nafasnya, memungut kembali satu per satu buku-bukunya yang berserakan dilantai, karena Cakka.

                “Cinta kan gak butuh alasan, dan cinta itu bukan hal menerima tapi memberi,”

                “Kenapa kamu gak jujur sama Cakka kalau ----,” Kata-kata Ify dipotong Oik.

                “Gak, gak semudah itu, aku mau kalian jaga rahasia ini sampe saatku tiba nanti,”

                Ify dan Acha heran dengan maksud perkataan Oik. Sedangkan, Oik melengos meninggalkan mereka berdua yang kebingungan dengan perkataan Oik tadi.

***

                Suasana laboraturium kimia tampak gaduh, Siswa-siswi yang baru masuk kembali setelah liburan semester ganjil tampak sibuk memakai jas laboraturium, mencari  tempat duduk atau sekedar bercerita satu dengan yang lain. Keadaan berubah sejenak ketika Bu Winda memasuki laboraturium. Semua tampak hening termasuk Oik dan kawan-kawan. Oik yang duduk disebelah Acha menghentikan aktivitasnya sejenak. Cakka masuk beberapa menit setelah Bu Winda dikelas. Dia tampak cuek dan langsung duduk diujung belakang bersama-sama Ray.

                “Baiklah anak-anak ini merupakan hari pertama bagi kita masuk dengan semester genap, dan artinya tak lama lagi kalian kelas senior akan meninggalkan sekolah ini. Bagaimana liburan kalian? Menyenangkan bukan?,” Tanya Bu Winda.

                Kelas gaduh kembali, masing-masing menceritakan pengalaman mereka bersamaan dan entah siapa yang harus didengar.

                “Okay Class, Tenang! Dengarkan ibu. Di hari pertama ini kalian akan duduk sesuai dengan sitting arrangement yang ibu buat secara random, dan ibu akan bacakan,”

                “Owhhh…….,” Kelas nampak kecewa.

                “Dibangku paling depan, Ahmad Fauzi dan Larissa Arif… di bangku setelahnya, Cakka Nuraga dan Oik Cahya, selanjutnya …………………,” Bu Winda membacakan sitting arrangement, setelah membaca siswa-siswi segera duduk ditempat yang ditentukan. Oik berjalan perlahan kearah bangku yang akan dia duduki, disana sudah ada Cakka. Ini seperti mimpi yang indah dia bisa duduk sebangku dengan Cakka. Namun, melihat senyum jahil khas  Cakka itu artinya ini juga sekaligus mimpi yang buruk.

                “Dihari pertama ini, ibu tidak memusingkan kalian dengan reactan, sistem periodik unsur, oksidasi-reduksi dan lain sebagainya, ibu ingin kalian nyaman dikelas ini dan sebagai partner sebangku kalian selama kurang lebih enam bulan kedepan kalian juga harus punya chemistry agar bisa bekerja sama dengan baik. Sekarang, tulis cita-cita kalian diselembar kertas, bebas berimajinasi, lalu tukarkan pada teman sebangku kalian nanti teman sebangku kalian akan membacakan apa yang kalian tulis,”

                Siswa-Siswi segera melakukan mandat dari Bu Winda itu, termasuk Cakka dan Oik. Setelah semua selesai, Bu Winda menyuruh Ozy menjadi orang pertama untuk membuka kertas Acha, lalu Acha, Oik, Cakka dan selanjutnya sampai semua siswa dikelas.

                “Acha ingin jadi perawat disebuah rumah sakit, di California,”

                “Ozy ingin jadi pemain bola terkenal seperti Christiano Ronaldo,”

                Tiba giliran Oik membuka dan membacakan apa yang ditulis Cakka, matanya tiba-tiba membulat dan membesar melihat isi kertas tersebut.
 “Get french kiss and making love with you”
                Oik menggigit bibirnya sambil menelan ludah membaca apa yang ditulis Cakka. Haruskah dia membaca tulisan ini?

                “Oik?,” Bu Winda menegur.

                “Eh, iya bu…,” Oik melirik kearah Cakka yang sedang tersenyum nakal kearahnya. Cepat-cepat dia memutar otaknya kemudian menjawab.

                “Cakka, wanna be a chemistry teacher, like you mam,” Kali ini mata Cakka berbalik melotot kearah Oik. Seisi kelas tersentak, dan memandang kearah Cakka dengan rasa tak percaya. Seakan mereka berkata woiii... Cakka yang berandalan tobat woiii... pengen jadi guru kimia...hahahaha...

                Sekarang Cakka melihat isi kertas Oik, membaca dan sekali lagi dia melotot kaget dengan apa yang ditulis Oik.
 “Aku ingin menikah, dan ayah berada disampingku berjalan menuju altar sampai ayahku menyerahkanku kepada calon suamiku”
                Kali ini Cakka yang menelan ludahnya. Ini cita-cita yang paling aneh yang dia pernah baca, tapi sepertinya kata-kata ini dejavu? Cakka menatap Oik dengan tatapan kamu-sadar-gak-dengan-yang-kamu-tulis.

                “ Cakka! Ayo bacakan,” Kata Bu Winda.

                Cakka membuka mulutnya, “Oik want to get married with me,” Seisi kelas tertawa mendengar perkataan Cakka. Bu Winda hanya geleng-geleng kepala. Dia tahu Cakka otak dari semua. Bu Winda lanjut menanyakan kepada yang lainnya sampai lonceng berbunyi dan kelas berakhir semuanya langsung keluar dari laboraturium.

                Cakka Nuraga adalah cowok dengan reputasi paling bobrok disekolah. Dia sangat liar dan berandalan kelas kakap. Entah berapa anak sudah dipukulinya disekolah maupun luar sekolah selama hampir 3 tahun dia bersekolah. Dia sangat suka membully orang-orang yang lemah dan tak berdaya. Dia ditakuti diseluruh sekolah, sangat ditakuti tak ada seorangpun yang berani melawan Cakka. Bahkan, pihak sekolah tak berani mengeluarkannya karena orangtua Cakka adalah donatur terbesar sekolah. Jadi mereka hanya menghukumnya paling tinggi skorsing selama beberapa minggu.
                Oik Cahya adalah gadis yang biasa-biasa saja, dia tidak menonjol seperti Cakka. Dia gadis berponi yang selalu menguncir dua rambutnya. Oik termasuk siswa yang pintar namun tidak sangat pintar. Dia gadis yang setiap hari jadi sasaran empuk Cakka. Namun Oik tak pernah menyimpan dendam pada Cakka. Tapi sebaliknya, Oik jatuh Cinta? Kok bisa? Oik memang jatuh hati pada Cakka bukan karena sifatnya yang berandalan. Namun, Oik beberapa kali memergoki dia –tanpa sepengetahuannya– sedang menolong anak anjing yang terluka, membantu nenek-nenek yang ingin menyeberang dan masih banyak lagi. Ternyata dibalik sifat berandalannya Cakka berbeda dengan anak lelaki pada umumnya. Itu membuat Oik jatuh semakin dalam pada pesona Cakka dan membuat dia yakin bahwa suatu hari Cakka akan berubah.

***

                 Boys formal adalah acara tahunan sekolah yang dilakukan rutin untuk menyambut valentine. Ada dua acara tahunan untuk menyambut valentine yaitu boys formal dan girls formal yang diadakan secara selang-seling tahun ini giliran boys formal. Sekedar info, boys formal adalah acara dimana cowok-cowok akan diberikan sebuah invitation dan mereka berhak menyerahkan invitation itu kepada cewek yang akan menjadi partner mereka di acara nanti. Dan cewek berhak memilih! Menerima atau menolak!
                Siswa-siswi tampak mondar-mandir dikoridor kelas, mereka sibuk dan sangat antusias untuk menyambut boys formal yang akan diadakan 2 hari lagi. Apalagi cowok-cowok yang sudah memegang invitation dan siap untuk memberikannya kepada target mereka.

                “Day! Kamu kayak orang gila begitu!,” Kata Cakka melihat ekspresi Dayat yang lebay menari-nari hulahup kadang-kadang seperti menari stripis.

                “Hush! Gak bisa lihat orang lagi senang!,”

                “Emang kamu senang kenapa sih Day?,” Tanya Sion sambil menghisap puntung rokok.

                “Invitationku diterima Sila… hahahaha, jadinya lusa pergi sama dia deh,” Kata Dayat.

                “Oh, si perek itu yah, mau aja kamu ngundang dia,” Kata Cakka dengan gaya bicaranya yang ceplas-ceplos dan blak-blakan.

                “Mau dia perek kek, jablay kek, dia bohay tahu,” Kata Dayat.

                “Bohay-bohay udah jebol! palingan ujung-ujungnya one night stand. Aku tahu kamu Day, santai,” Kata Cakka kemudian mengambil iPadnya lalu memainkannya.

                “Aku dong, mau undang Zahra,” Kata Sion membuang puntung rokoknya lalu menginjaknya.

                “HAH??! Zahra yang menang olimpiade itu? Zahra yang siswa paling pintar disekolah ini?,” Dayat tampak kaget dengan kenekatan Sion.

                “Yaps,”

                “Kamu yakin?,” Tanya Dayat lagi.

                “Yaps… tapi aku punya cadangan lain kok kalau gak diterima,” Kata Sion sambil mengedipkan mata genit.

                “Paling sama Zahra mau ngambil first kissnya, ya kan? Dasar berdua otak lust,” Kata Cakka lagi masih terus memainkan iPadnya. Kedua temanya itu menatapnya seakan berkata kamu-bisa-baca-pikiran-orang-ya.

                “Okay lust teriak lust…emangnya kamu udah punya plan mau undang siapa?,” Tanya Dayat.

                “Gak!,”

                “Aku tahu kenapa, mana ada yang mau sama kamu Kka, kamu mendekat aja cewek-cewek udah pada lari ngibrit terbirit-birit,” Kata Sion.

                “Meremehkan. Liat aja kalau nanti aku berhasil bawa cewek, kalian berdua harus membersihkan toilet sekolah!,”

                 “Oke… Siapa takut,”

                Cakkapun beranjak dari tempatnya, menjauh diri dari teman-temannya itu.

                “Mau kemana woy?,” Teriak Dayat.

                “Cari korban,” Katanya kemudian melengos pergi.

***

                Oik masih ada di lab kimia saat tak ada lagi siswa-siswi disekolah. Hari ini dia membuat kesalahan pada praktik kimianya, dia tak konsen apalagi Cakka tak masuk saat pelajaran kimia, padahal pada pelajaran-pelajaran sebelumnya dia ada. Membuat Oik, harus bekerja sendiri. Setelah semuanya selesai barulah dia merapikan semuanya meletakan jas labnya di locker bagian belakang lab. Dia berjalan keluar pintu. Namun ada sebuah tangan menghambatnya untuk keluar pintu.

                “Cak…ka,” Ucap Oik gagap.

                Cakka memindahkan posisi tubuhnya, kini dia berdiri didepan Oik, tepat didepannya. Kerah bajunya diangkat, rambutnya agak berantakan, baju seragamnya berada diluar celana. Sambil menunjukan invitation mengambil tangan Oik membukanya lalu meletakan invitation itu ketelapak tangan Oik. Perlahan mendekatkan wajahnya hingga mempersempit jaraknya dengan jarak Oik. Breathing...

                “Kamu harus pergi, aku jemput kamu lusa jam enam sore, kamu harus mau, kalau gak I will kissing you right now,” Kata Cakka berbisik didepan wajah Oik yang hanya berjarak 2 cm dengan wajahnya, Oik memejamkan matanya kuat-kuat takut melihat Cakka sedekat itu. Dia kemudian mengangguk setuju. Cakka menjauhkan wajahnya kemudian mengacak poni Oik seenaknya. “Good girl,” Ucapnya setelah itu langsung melenggang pergi meninggalkan Oik yang terpatung. Jantungnya masih berdetak tak karuan, wajahnya menegang, sambil memandang invitation berwarna kombinasi baby blue dan pale blue. Dia tak bermimpi? Cakka mengundangnya ke acara boys formal?

                “Cakka,” Panggil Oik. Cakka yang belum terlalu jauh menoleh, kedua tangannya diletakan disaku celananya. “Gak usah dijemput… hm, biar aku yang datang ketempat acaranya sendiri, tapi aku janji disana akan jadi… hm… ah pokoknya aku datang atas undanganmu, janji,” Kata Oik sambil membentuk ‘V’ jarinya. Cakka membalasnya hanya dengan mengangkat jempolnya lalu kembali berjalan.

***

                Oik berdiri disebuah halte, menunggu Cakka. Kemarin Cakka menghubunginya lagi, entah dari siapa dia mendapat nomor handphonenya.Katanya Oik tunggu saja di halte dekat sekolah, nanti mereka masuk bersama-sama. Sebuah mobil Volvo SUV berhenti didepan Oik. Kacanya kemudian diturunkan, terlihat Cakka dibalik kemudi.

                “Ayo naik,” Ajak Cakka. Oikpun segera menuju pintu depan mobil membukanya lalu naik ke Volvo SUV milik Cakka.

                Penampilan Oik tak ada yang berbeda. Dia masih menguncir dua rambutnya. Dia juga tidak memakai gaun, hanya memakai blouse berwarna ungu dan rok lipit panjang berwarna hitam. Padahal untuk acara seperti ini biasanya cewek-cewek akan memakai gaun terbaik mereka. Tapi, Cakka tidak mempermasalahkannya. Cakka sendiri memakai setelan jas berwarna grey dengan kemeja berwarna tan  dibalik jas. Dari halte ke sekolah memang tak jauh, acaranya diadakan di aula sekolah. Jadi tak butuh beberapa lama mereka tiba disana. Sudah lumayan banyak orang berada diacara tersebut, dan seperti dugaan mereka memakai pakaian terbaik mereka. Cakka dan Oik segera menukarkan invitation dengan nomor meja yang akan mereka duduki, setelahnya mereka menuju meja nomor 28 sesuai nomor yang mereka tukarkan tadi. Cakka mencari-cari dimana Dayat dan Sion, dia ingin menunjukan kepada mereka bahwa dia berhasil membawa cewek.  Cakka memandang sekelilingnya, aula ini telah disulap sedemikian rupa sehingga lebih terlihat seperti suasana cafĂ©. Banyak sekali meja-meja yang sudah dipenuhi pasangan-pasangan. Cakka mencari dimana kedua temannya itu berada. Matanya kemudian terpaku pada Dayat bersama Sila yang sedang berada dilantai dansa. Alunan musik cepat membuat mereka menari dengan gerakan chacha sesekali diiringi tarian eksotis Sila yang meliuk-liuk seperti stripis pada Dayat. Sepertinya Dayat dan Sila akan bertahan lama disana. Cakka menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menyapu lagi pandangannya kemudian mendapati sosok Sion yang baru tiba dengan Zahra, seperti yang dia katakan tempo hari. Zahra bahkan terlihat berbeda, tak seperti julukannya ‘si kutu buku’. Dia tampak cantik dengan gaun silver yang dikenakannya. Cakka kembali melayangkan pandangannya dan dia baru menyadari satu hal, semua gadis yang hadir diacara ini memakai gaun, hanya Oik saja yang berbeda sendiri.
                Acarapun dimulai dengan acara pembukaan yaitu sambutan dari panitia, setelah itu ada banyak games yang diadakan, kemudian ada beberapa band sekolah yang tampil, sampai pada acara dinner, dimana cewek harus melayani sang cowok mengambilkannya makanan, mengambil minuman dan lain sebagainya. Setelah itu diberikan pengarahan tata cara makan yang baik dan benar oleh seorang bule. Selesai itu free party,  banyak yang sudah turun kelantai dansa. Cakka dan Oik masih diam dalam posisi mereka masing-masing. Cakka tak menikmati acaranya, sedari tadi dia hanya mengutak-atik iPad miliknya. Sedangkan Oik, terhanyut dalam lamunannya.

                “Oik, Turun yuk!,” Ajak Cakka sambil meletakan iPadnya diatas meja.

                “Eh??,” Oik terkejut dengan ajakan Cakka.

                “Yuk, boring nih, kamu bisa dansa kan?,”

                “Aku… aku belum pernah berdansa,”

                “Udah, ayo…,” Kata Cakka segera menarik dan menyeret Oik kelantai dansa.

                Tiba dilantai dansa, mereka mulai melakukan gerakan untuk berdansa. Gerakan Oik ternyata bisa mengimbangi Cakka tanpa menginjak kakinya, walau baru pertama kali ini dia berdansa.
                Jam sudah menunjukan pukul 23.00, pesta masih berlanjut. Namun, Oik tak bisa berlama-lama, Iapun meminta Cakka mengantarnya pulang kerumahnya. Karena takut dimarahi ayahnya. Cakkapun mengantarkan Oik untuk pulang.

***

                Oik melangkahkan kakinya dikoridor sekolah, Ia ingin bergegas ke ruangannya Bu Ira untuk mengajukan proposal dari theater club. Oik adalah ketua theater club maka dari itu segala sesuatu yang berhubungan dengan theater club adalah tanggung jawabnya.

                “Selamat siang bu,” Sapa Oik.

                “Selamat siang Oik. Masuk ayo, silahkan duduk,”

                “Terima kasih bu,”

                “Ada perlu apa Oik?,”

                “Gini bu, kita dari theater club, mau ngajuin proposal, kan dalam rangka valentine nanti, kita mau ngadain theater gitu bu, di ambil dari novel karya William Shakespeare, Romeo and Juliet, skenario dari saya, tapi masalahnya kita masih kurang pemain,” Kata Oik.

                Bu Ira melihat proposal yang di ajukan Oik, kemudian mengangguk-angguk. “Ibu Setuju, baik ibu bakal coba adain casting untuk para pemain, kamu tunggu aja kabar dari ibu,”

                “Baiklah kalau begitu, terima kasih bu, saya permisi dulu, selamat siang,” Kata Oik tersenyum senang meninggalkan ruangan Bu Ira.

***

                “Cakka! Sudah berapa kali ibu bilang padamu berhenti memukuli orang! Kamu sudah keterlaluan, dalam tiga tahun kamu sudah bolak-balik masuk ruangan ini karena berbagai macam kasus, lebih dari tujuh puluh kali. Ibu sudah bosan menghukummu,” Kata Bu Ira.

                Cakka seakan tak peduli dengan perkataan Bu Ira. Dia malah mengutak-atik dasinya, mencoba membetulkan dasinya yang tadi dia pakai juga sebagai alat pembantu menahan orang dari leher.

                “Kalian juga, kenapa ikut-ikutan Cakka?Hah?! Dayat, Sion, Ray, Debo, Agni, Zeva?,” Semuanya tertunduk, hanya Cakka yang terlihat santai sambil mengunyah permen karet.

                “Yasudahlah bu, gak usah basa-basi, apa hukuman kita?,” Tanya Cakka santai.

                “Kamu!!!,” Bu Ira geram tangannya dikepal. Sepertinya, tak akan membuat Cakka jerah apabila menghukumnya hanya dengan skorsing, membersihkan toilet, bahkan keliling lapangan seratus kali. Bu Ira memutar otaknya mencari hukuman yang tepat untuk Cakka dan kawan-kawannya ini.

                “Oke!!! Ibu rasa hukuman yang tepat untuk kalian…… hm, ayo ikut ibu!,” Kata Bu Ira sambil beranjak dari tempatnya, Cakka dan kawan-kawannya mengekor dibelakang.

                Bu Ira membawa mereka ke ruangan seni. Disana Bu Ira menemui Oik dan beberapa orang dari theater club.

                “Oik, Ibu sudah dapat orang yang akan bermain dalam pertunjukan drama kalian untuk acara valentine nanti, ini mereka,” Kata Bu Ira sambil menunjuk Cakka dan kawan-kawannya. Mata Cakka terbelalak kaget, mulutnya terbuka ketika tahu hukumannya adalah bermain di theater club?

                “Oke, kalian berbincang-bincang dulu menentukan peran, ibu tinggal dulu,” Kata Bu Ira sambil berlalu meninggalkan mereka.

                Suasana hening dan kaku. Oik tampak menunduk, teman-teman theater club masih merasa shock mulut mereka masih terbuka sejak tadi. Bisa-bisa pertunjukan mereka hancur karena berandalan-berandalan ini. Sedangkan, teman-teman Cakka tampak malas-malasan. Cakka masih terpukul menghadapi kenyataan bahwa dia harus masuk theater club. Club yang paling dijauhi anak-anak sesekolahan, club cupu. Hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya untuk masuk ke theater club. Perlahan dia mengatur emosinya, hupfh

                “Okay, no problem, pertunjukan theater apa yang bakal kita mainkan?,” Tanya Cakka berusaha santai. Teman-temannya memplototinya.

                “Hm… Romeo and Juliet karya William Shakespeare,” Kata Oik dengan suara agak pelan.

                “Apa?! Kalau yang itu aku gak mau! Ogah! Aku gak suka karya Shakespeare yang satu itu, apa-apaan tuh mati bunuh diri? Satu pake racun, satu pake pisau, hal konyol! Aku gak yakin cinta mereka di eternal life bakal bersatu, karena sudah pasti mereka go to hell! Ganti…ganti!!!,” Kata Cakka.

                “Terus kamu mau kita tampilkan apa?,” Tanya Oik halus.

                “Dongeng klasik, Beauty and the Beast karya  Jeanne-Marie Le Prince de Beaumont yang diadaptasi oleh Walt Disney, tapi aku gak mau terpaku pada dongeng, kamu kan bisa membuat skenario yang lebih modern dari cerita itu, dan kalau kita tampilkan cerita itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa cinta itu tak memandang rupa cantik atau jelek, fisik tak mempengaruhi cinta itu, kita harus mampu menerima pasangan kita apa adanya,” Jelas Cakka.

                Semua nampak tercengang dengan tanggapan Cakka yang terdengar WAW  untuk seorang Cakka. Termasuk Oik, dan Ia baru menyadari bahwa Cakka telah berhenti menjelaskan.

                “Eh… hm, Baiklah kalau begitu, kita pakai Beauty and the Beast. Malam ini, aku coba buat kembali skenarionya, besok kita latihan,” Kata Oik.

                “Good girl,” Kata Cakka . Setelah itu, melengos pergi dengan teman-temannya mengekor dibelakang.

                “Kamu yakin Ik bakal rubah skenarionya? Padahal waktu kita cuma dua minggu,” Tanya Acha.

                Oik mengangguk, “Kita pasti bisa kok, yakin aja,”

                “Yaudah deh, aku percaya sama kemampuan kamu, good luck,” Kata Acha sambil menepuk bahu Oik.

***

                Cakka dan kawan-kawan memasuki kelas seni. Sedangkan Oik dan dua sahabatnya, Ify dan Acha bersama seorang lelaki dari theater club sudah terlihat bersedia dengan setumpuk kertas ditangan mereka dan duduk mengelilingi meja persegi panjang yang ada disitu. Cakka duduk tepat berhadapan dengan Oik. Sekali lagi, Oik harus menundukan kepalanya menghindar bertatapan langsung dengan Cakka, karena itu bisa membuat perasaannya meluap-luap. Oik mengangkat kepalanya lagi namun menghindarkan matanya dari mata Cakka dengan cara menatap orang yang ada disamping Cakka yaitu Zeva. Menghembuskan nafasnya lalu memulai.

                “Oke, skenarionya sudah selesai, sekarang bagi peran, aku sudah menentukan pemerannya, dan buat yang gak main bisa bantu-bantu bagian properti. Nanti yang jadi Belle itu Acha, yang jadi Beast itu…. Cakka, yang jadi kakak tiri pertama Zeva, yang jadi kakak tiri kedua Agni, yang jadi ayahnya Belle Sion, yang jadi Ibu tirinya Belle Ify, yang jadi sopir keluarganya Belle Obiet, sisanya bagian properti, sudah paham peran masing-masing kan?,”

                “Gak,” Jawab Cakka cepat.

                “Perlu diulang?,” Tanya Oik.

                “Gak perlu, aku cuma gak puas aja sama pemerannya, suffle lagi dong?,” Kata Cakka.

                Obiet terlihat naik pitam dengan kelakuan Cakka, dia berdiri mengetuk meja dengan kepalan tangannya, berjalan kearah Cakka. Cakka ikut berdiri, mata keduanya adu tatap.

                “Woi! Kamu kalau mau merusak pertunjukan ini mending gak usah ikut! Kemarin minta dirubah skenario, sekarang minta di suffle pemainnya, maumu apa sih?!,”

                “Santai dong bro, aku ngasih masukan buat kebaikan, kemarin aku punya alasan. Sekarang, aku pasti punya alasan,” Kata Cakka.

                “Trus mau kamu apa? HAH?!,” Obiet makin emosi.

                Oik datang memisahkan Cakka dengan Obiet, “Biet, jangan emosi, biar aku yang selesaikan,” Kata Oik. Dengan terpaksa kali ini dia harus bertatapan dengan Cakka. Dia menarik nafas panjang-panjang menatap mata kelabu milik Cakka, “Kka, kamu mau pemerannya bagaimana?,” Tanya Oik hati-hati.
                Tanpa disangka, Cakka malah menarik Oik sehingga jarak diantara mereka sangat sempit. Cakka melingkarkan tangan kanannya dipinggul Oik. Didalam ruangan itu tampak tegang menyaksikan adegan didepan mereka itu. Obiet ingin melabrak Cakka, tapi ditahan Acha dan Ify. Oik tampak kaget dengan perlakuan Cakka, dia terpatung. Cakka memiringkan kepalanya kemudian tersenyum nakal sambil menatap lekat Oik.

                “Aku mau kamu yang jadi Belle, aku tantang kamu gak cuma jadi penulis skenario saja, tapi ikut ambil peran,” Kata Cakka dengan suara lebih halus dari biasanya. Oik menutup matanya rapat-rapat hidungnya berkerut. Cakka melanjutkan perkataannya karena tak ada respon dari Oik, “Kalau kamu gak berani dan gak mau… you knowlah, I will ki----,” Belum sempat Cakka menyelesaikan kalimatnya…

                “Oke… Oke! Aku bakal ikut main jadi Belle,” Kata Oik setengah berteriak, matanya masih ditutup rapat-rapat. Cakka melonggarkan tangannya yang melingkar dipinggul Oik. Oik segera mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari Cakka. Sedangkan Cakka tersenyum puas.

***

                Setiap hari selama dua minggu, mereka latihan. Jam latihan adalah ketika istirahat kedua dan jam tiga sore.
                Oik kaget mendapati Cakka telah bertengger didepan rumahnya dengan SUVnya, tepat jam 3 sore.

                “Aku akan menjemputmu selama kita latihan,” Itu kata Cakka. Oik tak bisa lagi membantah, Ia tahu kata-kata apa yang akan dikeluarkan Cakka setelahnya. “Kalau gak, I will kissing you right now,” Membuat Oik tak banyak berkutik.

                Teman-teman heran dengan kedekatan yang terjadi antara Cakka dan Oik. Padahal mereka tahu bahwa Oik adalah sasaran paling empuk Cakka untuk dibully. Mungkinkah kedekatan Cakka dan Oik hanya untuk membangun ‘chemistry’ antara mereka berdua agar pertunjukannya sukses?

                Hari pertunjukanpun tiba, karena hari ini hari valentine juga, bangku penonton dihias dengan pita berwarna pink juga. Panggung telah didesain khusus agar tampak menarik dan sesuai dengan alur cerita. Pemainpun telah bersiap-siap dengan kostumnya masing-masing. Cakka terlihat di backstage dengan pakaian yang mewah namun wajahnya buruk dengan topeng. Oik belum terlihat padahal pertunjukannya akan segera dimulai.

                Berkisah tentang seorang pengusaha kaya raya, tamak dan sombong. Karena kesombongannya itu, dia dikutuk dan diasingkan. Rumahnya yang mewah menjadi suram. Semuanya itu akan kembali seperti sediakala kalau dia menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya tanpa melihat rupanya. Bertahun-tahun dia disitu tak ada satu manusiapun yang menjamah. Sampai seorang bapak tua bersama supirnya menginap dirumahnya tanpa sepengetahuannya. Beast marah dan menyuruh memberi imbalan. Bapak tua itu juga sudah bercerita kalau dia punya tiga putri. Beast menyuruh bapak tua itu membawa seorang dari tiga putrinya itu.

                Scene 1,
                Ada Belle gadis yang gemar membaca buku dan rambutnya selalu dikuncir dua, dan dia dijuluki manusia buku  oleh kedua kakak tirinya, mereka sering menjahati dia tanpa sepengetahuan ayahnya. Ayahnya datang membawa kabar buruk. Kedua kakaknya tak mau ikut, hanya Belle yang mau. Jadilah Belle yang dibawa ayahnya kepada Beast.

                Scene 2,
                Dimana Belle dan  ayahnya tiba dirumah mewah nan suram milik Beast. Tapi, Belle malah dihina oleh Beast. “What the hell? You bring to me the ugly Betty? She’s match to be a maid,” Ayahnya meninggalkan Belle dirumah Beast dengan berat hati.

                Scene 3,
                Belle terlihat rajin selama berada dirumah Beast. Dia juga tetap masih sempat membaca diperpustakaan kecil milik Beast, walaupun dia sibuk bekerja dirumah Beast. Ternyata, Beast dan Belle sama-sama menyukai buku dan mengobrol tentang buku bersama, membuat mereka nyaman. Beast juga baru sadar sebenarnya cantik kalau diubah penampilannya. Beast menyuruh Belle berdandan disebuah kamar yang dipenuhi gaun, aksesoris, higheels, dan semua kebutuhan wanita. Belle menuruti perintah Beast.

                Scene 4,
                Dimana ayah Belle yang jatuh sakit,dan meminta supirnya untuk memanggil Belle kembali kerumahnya.

                Scene 5,
                Belle sudah selesai berdandan dan memakai gaun yang indah, dia tampak sangat cantik. Rambut gelombangnya tergerai indah. Ditambah blow, yang meniup rambut Belle. Wow, Beast nampak terpesona dengan Belle.

                Scene 5,
                Menunjukan keakraban Belle dengan Beast yang mulai kembali membangun rumah Beast yang suram. Belle membuat sebuah taman bunga bersama Beast dihalaman rumah, agar rumah Beast tidak tampak suram lagi. Tiba-tiba supir ayah Belle datang membawa kabar buruk. Dengan meminta izin kepada Beast, Belle akhirnya kembali kerumahnya dengan syarat setelah tiga hari dia harus kembali kerumah Beast lagi.

                Scene 6,
                Belle dan supirnya tiba dirumah. Ibu tiri dan kedua kakak tiri Belle nampak kaget dengan perubahan penampilan Belle, bukannya tampak tersiksa tinggal dengan seseorang yang buruk rupanya tapi Belle makin terlihat bahagia dan kecantikannya semakin memancar. Belle mengurus ayahnya yang sedang sakit. Sedangkan, ibu dan kedua kakak tiri Belle mencari berbagai cara agar Belle tidak kembali pada Beast. Akhirnya, ayah Belle sembuh.

                Scene 7,
                Belle terbangun dari tidurnya karena bermimpi buruk tentang Beast. Dia punya firasat buruk tentang Beast, akhirnya dia menyuruh supir ayahnya untuk mengantarnya kerumah Beast.

                Scene 8,
                Belle tiba dirumah Beast, segera mencari Beast didalam rumah. Namun Belle tidak menemukan Beast. Ternyata Beast ada di taman bunga yang dibuat Belle dengan Beast. Dia terbaring tak sadarkan diri. Belle menghampirinya. Dia menangis melihat keadaan Beast. “I love you,” Kata itu yang diucapkan Belle, sebelum airmatanya jatuh mengenai mata Beast. Cahaya terang menyilaukan mata Belle.

                Last Scene,
                Belle kaget setelah cahaya itu hilang, yang ada dihadapannya bukan Beast pria yang buruk rupa melainkan pria yang sangat tampan dan itu rupanya sosok Beast yang sebenarnya. “In my dream, a woman said I love you to me. It was you?,” Tanya Beast. Belle mengangguk airmatanya masih mengalir dipipi. Beast menghapus airmata Belle dengan kedua tangannya. "Don’t cry I’ll be there for you, and… I love you too," Kata Beast mempersempit jarak mereka kemudian memiringkan kepalanya dan… Beast kissing Belle?
Para penonton nampak tegang melihat adegan itu.  Adegan yang cukup manis.
Setelahnya, Beast menjauhkan kepalanya dari Belle yang nampak kaget, kemudian memegang kepala Belle dan membuat Belle bersandar dipundaknya. “Thanks for the pure love,” Kata Beast.
Kemudian layar tertutup, akhir dari cerita. Penonton bertepuk tangan puas.

***

                Oik memegang bibirnya, masih tak disangka adegan diluar skenario yang dilakukan Cakka padanya tadi. Bibirnya masih terasa basah, masih terasa juga ketika bibir Cakka… hm… arghhh…Oik menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha melupakan adegan tadi. Tapi, seakan tak bisa, tadi itu  terasa ……………… manis.
Cakka datang menghampiri Oik yang duduk disebuah bangku dipojok backstage, sambil tersenyum penuh arti pada Oik. Dia segera duduk disamping Oik.

                “Bagaimana aktingku tadi? Cocok gak jadi aktor?,”

                “You stole my first kiss,” Kata Oik tatapannya lurus, dia tak mau menatap Cakka.

                “So?,” Tanya Cakka tetap dengan sikap santainya.

                “Itu diluar skenario yang kubuat,”

                “Calm down, setiap pemain butuh improvisasi,”

                “Tapi bukan improvisasi yang seperti itu, and you know, my promise to give my first kiss, just for my husband in the future, but----,” Kata Oik tergantung seperti ada sesuatu yang menahannya.

                “I'll be your husband in the future,” Kata Cakka.

                Oik terdiam matanya berkaca-kaca. Dia menghapusnya tanpa sepengetahuan Cakka. Oik menghela nafasnya mencoba menetralisir kegalauan yang ada dihatinya. Cakka menatap kearah Oik. Oik masih menatap lurus.

                “Boleh ganti topik lain?,”

                “It okay,” Kata Cakka sambil mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah jepitan hitam dengan crystal kecil berwarna pink menghiasi jepitan itu. Ia segera menjepitnya dirambut Oik.

                “Hari ini kamu terlihat cantik sekali,” Kata Cakka sambil mengerling nakal.

                Oik heran kini menatap Cakka, tangannya berusaha memegang rambutnya yang sudah dihiasi dengan jepitan itu. Seakan meminta penjelasan Cakka tentang jepitan itu.

                “Anggap aja hadiah valentine,” Kata Cakka berdiri dari tempat duduknya dan hendak melangkah pergi.

                “Cakka,” Panggil Oik. Cakka berbalik menatap Oik. “Thanks ya, tapi aku gak punya hadiah valentine buatmu,”

                “Never mind, your first kiss was the best valentine gift ever,” Kata Cakka mengedipkan mata sebelahnya dan melengos pergi.

***

                Setelah pertunjukan theater yang terbilang sukses, banyak orang yang menyukai suguhan theater tersebut, Cakka dan Oik semakin dekat. Seketika banyak yang menaruh perhatiannya pada Oik. Menurut mereka Cakka dan Oik terkena syndrome ‘cinta lokasi’. Meski penampilan Oik sehari-hari masih tetap sama, dikuncir dua. Namun, sikap Cakka pada Oik berubah total. Dulu, dia berandalan, kini dia sudah tidak lagi membully Oik dan orang-orang sekolahnya, tak pernah lagi berkumpul dengan teman-teman berandalannya yang lain. Itu membuat orang-orang heran, matra apa yang dipakai Oik untuk menggait Cakka?

                Suatu sore, Cakka sudah membuat janji dengan Oik untuk pergi kesebuah tempat. Cakka tak mau memberitahu kemana mereka akan pergi. Cakka kembali menjemput Oik menggunakan SUVnya. SUV Cakka kemudian melaju menuju sekolah?
                Cakka mengajak Oik turun, kemudian mereka berjalan kearah belakang sekolah.

                “Oik, kamu lihat gak disana apa?,” Tanya Cakka sambil menunjuk sebuah bukit yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

                “Bukit,” Jawab Oik.

                “It's heaven,” Kata Cakka sambil menarik Oik berlari ke arah Bukit itu. Oik mengernyitkan dahi heran. Dia hanya mengikuti Cakka. Mereka mendaki bukit belakang sekolah itu. Jalananya cukup terjal, adapula batu-batu yang menghambat perjalanan mereka, akar pohon menjadi tumpuan mereka. Sekitar 15 menit mendaki mereka sekarang sudah berada tepat diatas bukit. Cakka menyuruh Oik menghempaskan pandangannya sejauh pandang yang dia bisa. Mulut Oik terbuka lebar, matanya menatap takjub apa yang dilihatnya itu. Dibawah bukit terdapat pemandangan yang indah apabila dilihat dari atas bukit. Bunga-bunga yang baru saja bermekaran, bunga mawar, melati, anggrek, lily, bougenvile, kembang sepatu dan banyak lagi, sungguh indah. Dibagian kiri terdapat sungai yang mengairi. Dibagian kanan terdapat pohon-pohon pinus. Udaranya sangat sejuk dan segar. Harum bunga tercium wangi. Angin sepoi-sepoi menyapu kulit, menyejukan. Ditambah langit yang berwarna jingga kecoklatan, menghantar sore menjadi malam.  Ini benar-benar surga!

                “Wow, heaven,” Kata Oik sambil merentangkan kedua tangannya.

                “Yeah, dari sini kita bisa lihat sunset dengan jelas juga,” Kata Cakka sambil menunjuk garis Cakrawala yang membentang.

                “Kita hitung sunset sama-sama ya Kka,” Kata Oik. Cakka mengangguk sambil tersenyum.

                5 menit lagi sunset, Cakka dan Oik sedang duduk dibawah pohon cempaka. Suara burung kutilang menemani mereka.

                “Kka… bentar lagi sunset,” Oik terlihat antusias melihat proses matahari itu mulai terbenam. “Kita hitung mundur yuk,” Ajak Oik. Cakka mengangguk. Merekapun mulai menghitung mundur.

                “…tiga,”

                “…dua,”

                “…satu,”

                Akhirnya matahari itupun terbenam, suasana disekitar mereka jadi gelap. Oik jadi ‘agak’ was-was dan takut karena disini begitu gelap. Tapi rasa itu lenyap, ketika melihat secercah cahaya. Itucahaya kunang-kunang, kerlap-kerlip, dan bersinar. Dilangit juga sudah mulai nampak bintang. Indah sekali! Wow sekali lagi Oik menatap kagum.

                “Thanks ya Kka,”

                “Thanks for what?,” Tanya Cakka.

                “Udah bawa aku ketempat ini, it's the most beautiful place I've visit ever!,” Kata Oik.

                “Yep, sama-sama,” Kata Cakka sambil menggeser posisinya, sehingga dia berada tepat didepan Oik. Dia menatap Oik, melihat gadis yang berada didepannya ini. Kali ini rambutnya tidak dikuncir dua. Rambutnya digerai seperti waktu pertunjukan itu, dia juga memakai jepitan yang diberikan Cakka sebagai hadiah valentine.

                “I might kiss you,” Kata Cakka yang membuat Oik kaget.

                “I might be bad at it,” Jawab Oik.

                “That's not possible,” Balas Cakka.

                Keduanya seperti terhipnotis oleh suasana. Mereka bahkan seperti sedang memainkan sebuah peran? Perlahan Cakka memiringkan kepalanya dan mendekatkannya kearah Oik. Oik menatap mata kelabu Cakka yang semakin mendekat, ketika hembusan nafasnya sudah terasa sangat dekat Oik memejamkan matanya. Merasakan sesuatu yang lembut dan basah menyentuh bibirnya. Selanjutnya? Jangan bertanya mereka hanyut dalam permainan mereka sendiri. Beberapa menit kemudian, mereka melepaskannya dan hening. Wajah Oik terasa mulai memanas dan memerah, mengingat dia juga ikut terhanyut tadi.

                “Not bad, as good as well,” Kata Cakka menggoda Oik. Oik menghela dan menghembuskan nafasnya kentara.

                “Kamu suka baca novel juga yah?,” Tanya Oik.

                “Yeah, sometimes. Young-adult, historical,”

                “Pantes,”

                “Pantes apanya?,”

                “Kamu tahu Shakespeare, kamu tahu pengarang dongeng klasik yang bahkan aku gak tahu, dan kamu tahu juga ehm… kutipan tadi sebelum kamu …hm,” Kata-kata Oik gantung.

                “Sebelum aku nyium kamu,” Kata Cakka. Oik mengangguk perlahan.

                “A Walk to Remember Nicholas Sparks, aku lagi baca novel itu, mungkin besok selesai,” Kata Cakka.

                “It's my favorite book… kamu harus segera menyelesaikannya, this book make me cried” Kata Oik.

                Tiba-tiba saja hening. Oik merasakan sesuatu dari dalam tubuhnya, suhu disekitarnya terasa lebih dingin dari biasanya, Ia meniup-niup telapak tangannya berharap semoga dia mendapat kehangatan, tapi nihil. Cakka yang melihat tingkah aneh Oik bertanya pada Oik.

                “Kamu kenapa Ik?,”

                “Di..ngin,” Jawabnya, dagunya sudah gemetaran menjawab pertanyaan Cakka. Sekujur tubuhnya juga sudah terasa bergetar. Cakka segera menenggelamkan Oik kedalam pelukannya, berharap Oik mendapat ketenangan.

                “Ik, aku boleh jujur gak sama kamu, sebenarnya… aku… itu suka sama kamu sejak dahulu, cuma aku malu mengakuinya, karena teman-temanku pasti akan mengejekku, entah sejak kapan rasa ini ada. Maka dari itu, cara satu-satunya biar aku selalu dekat kamu ya dengan cara negatif itu… tapi aku baru sadar sekarang, masih banyak cara positif untuk dekat dengan kamu, bukan dengan cara itu, dan akupun gak malu sekarang untuk mengakui bahwa aku suka kamu, aku sayang kamu, aku cinta kamu, karena aku belajar banyak dari kamu,”

                Oik kaget dengan pengakuan Cakka itu, perasaannya sekarang senang sekaligus sedih, senang karena mengetahui bahwa Cakka mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya, tapi sedih menghadapi kenyataan bahwa dia tidak bisa memilikinya. Bulir airmata jatuh di pelipis Oik. Ia mulai menangis.

                “Oik, I love you,”

                “Please Kka, don't say it to me…,” Kata Oik sambil terisak dipundak Cakka.

                “Why? My heart said like that for you,”

                “I told you… Kka, don't say it to… me!,” Oik setengah berteringak namun semakin terisak.

                “Why? You didn't love me?,” Tanya Cakka lagi.

                “Not like that, but----,” Oik tak bisa menahan kesedihan mendalam didalam hatinya. Sekuat tenaga dia menahan malah membuat dia gemetar. Cakka khawatir melihat keadaan Oik.

                “Oik kamu kenapa?,” Tanya Cakka.

                “Bawa aku pulang Kka,” Kata Oik.

                Cakkapun menggendong Oik menuruni bukit, dia takut Oik tak kuat berjalan sendiri. Akhirnya setelah perjuangan yang lumayan berat menuruni bukit. Cakka berhasil membawa Oik menuju SUVnya dan membawanya kembali kerumahnya. Ayah Oik menyambutnya dengan panik.

***

                Sudah beberapa hari ini Cakka tak melihat Oik disekolah, sejak terakhir pertemuannya dengan Oik dibukit belakang sekolah, Oik tak pernah terlihat batang hidungnya oleh Cakka. Itu membuat Cakka sibuk mencari Oik. Semua orang telah ditanyanya bahkan sampai kedua sahabatnya, Ify dan Achapun tak tahu dimana keberadaan Oik sekarang. Cakka bingung harus cari kemana lagi Oik. Ify dan Acha juga membantu Cakka, namun Oik seperti hilang ditelan bumi. Pasti guru-guru tahu sesuatu tentang Oik itu pikiran Cakka, makanya Cakka memberanikan diri untuk bertanya kepada guru-guru namun, tak satupun yang menjawab. Hingga tersisa dua guru yaitu Bu Winda dan kepala sekolah, Bu Ira. Otomatis, Cakka tidak berani bertanya pada Bu Ira, maka dari itu Iapun menemui Bu Winda di lab.

                “Selamat siang Bu,”

                “Selamat siang Cakka, ada apa kemari? Bukankah kelas kimia kamu besok?,”

                “Iya bu, cuma saya mau tanya sesuatu sama Ibu,”

                “Tanya apa Cakka?,”

                “Ini tentang partner kimia saya Oik bu, Ibu tahu gak dimana dia sekarang?,” Tanya Cakka. Bu Winda menatap Cakka.

                “Ibu gak tahu,” Kata Bu Winda sambil memberes-bereskan peralatan kimianya.

                “Ayolah bu, saya tahu ibu pasti tahu,”

                “Kalaupun ibu tahu, ibu gak akan ngasih tahu siapa-siapa termasuk kamu,”

                “Kenapa?,”

                “Itu permintaan,” Jawab Bu Winda, Cakka heran dengan jawaban Bu Winda.

                “Bu, saya partner kimianya, kata ibu kita harus punya chemistry, ayolah bu, saya janji tak akan macam-macam, saya janji gak akan kasih tahu siapa-siapa, saya cuma pengen lihat Oik, please bu,” Rayu Cakka dengan wajah innocentnya.

                Bu Winda menatap Cakka. Akhirnya Bu Winda menyerah.

                “Jangan kasih tahu ini kepada siapapun. Janji yah?,”

                “Iya bu janji,”

                “Okay, kamu sudah berjanji, Oik berhenti sekolah,”

                “Lho? Kenapa?,” Cakka kaget bukan kepalang.

                “Dengar dulu. Jadi dari dulu Oik itu punya penyakit liver, dan sekarang sudah stadium akhir. Sudah sejak lama mereka mencari donor hati yang pas untuk Oik. Tapi, tak ditemukan. Dan beberapa hari yang lalu penyakit Oik kambuh dan sekarang dia tak sadarkan diri di Rumah Sakit,” Kata Bu Winda. Cakka yang mendengarnya bagaikan tersambar petir. Dia baru menyadari kenapa malam itu Oik menangis, kenapa dia mengatakan tak bisa bersama, kenapa wajahnya nampak pucat, kenapa dia sangat kedinginan malam itu. Kaki Cakka seakan lemas. Dia terduduk dibangku tak jauh dari situ.

                “Terus Oik dirumah sakit mana sekarang bu?,”

                “Rumah sakit medicare,” Jawab Bu Winda.

***

                Cakka mempercepat langkah kakinya menyusuri koridor rumah sakit, bergegas dia harus menemui Oik, kata perawat tadi didepan Oik baru saja dipindahkan dari UGD keruang rawat biasa. Cakkapun sudah mengantongi kamar inap Oik. Dia mencari-cari kamar Oik. Ayah Oik terlihat khawatir duduk dimuka pintu kamar Oik. Dengan hati-hati Cakka menghampiri Ayahnya Oik.

                “Om,” Ayah Oik tampak kaget melihat keberadaan Cakka.

                “Gak usah kaget om, saya kemari mau jenguk Oik, saya tak akan bilang kepada siapapun tentang keadaan Oik yang sebenarnya, Om bisa pegang kata-kata saya,”

                Ayah Oik mengangguk, “Oik ada didalam, dia belum sadarkan diri,”

                “Saya boleh masuk, Om?,” Tanya Cakka.

                Ayah Oik tampak berpikir sejenak, kemudian mengangguk perlahan. Cakkapun memutar gagang pintu, kemudian membukanya. Tampak Oik sedang tertidur, rambutnya digerai dan masih mengenakan jepitan yang Cakka berikan. Cakka mendekat kearah Oik, wajahnya pucat kekuningan. Kemudian dia duduk disebuah kursi tepat disamping ranjang Oik. Dia menyentuh tangan Oik.

                “Ik, aku janji bakalan selalu ada untukmu sampai kamu sembuh, kamu bertahan yah, kamu berjuang… kamu pasti bisa,” Gerakan kecil dijari-jari Oik, seakan dia mendengar suara Cakka.

                “Apa yang bisa aku lakukan untukmu Ik? Supaya kamu sembuh,” Cakka nampak berpikir, didalam pikirannya sudah terdapat sebuah tekad. Diapun membulatkan tekadnya itu, “Aku pasti melakukannya untukmu Oik,”

***

                “Dok, saya ingin hati saya diberikan untuk pasien yang bernama Oik,” Kata Cakka.

                “Tapi, banyak resiko untuk itu,”

                “Saya terima apapun resikonya,”

                “Anda yakin?,”

                “Saya sudah memikirkannya matang-matang,”

                “Baiklah, ayo ikut saya menjalani serangkaian tes,”

                Sudah seminggu Cakka tahu tentang keadaan Oik, sudah lebih dari seminggu Oik tak sadarkan diri, dan setiap hari Cakka selalu mengunjungi Oik, menemaninya atau membantu perawat merawat Oik.
                Hari ini juga Cakka akan mengambil tes hatinya untuk Oik. Dia berjalan menuju laboraturium. Seorang perawat menyerahkan sebuah amplop pada Cakka. Segera dibukanya isi amplop itu dan menjelajahi tulisan yang tertera dikertas itu. Wajah kecewa Cakka ketika tahu hanya 20% kemungkinan. Sedangkan yang dibutuhkan paling tidak adalah 50%. Jadi otomatis Cakka tidak bisa memberikan hatinya untuk Oik.
                Namun, perasaan kecewa Cakka itu sedikit terobati karena Oik telah membuka matanya. Oik melihat Cakka dan ayahnya disampingnya.

                “Cakka, kamu sudah tahu keadaanku sekarang,”

                “Yah, tapi aku mau kamu sembuh, aku mau kamu bertahan,”

                Oik menggeleng, “Sudah takdirku,”

                “Aku gak mau kamu pergi Ik.”

                Oik tersenyum, “Aku gak akan pergi, asalkan kamu selalu mengingatku, yakinlah nanti aku selalu dihatimu,” Kata Oik, mata Cakka berkaca-kaca mendengar penuturan Oik itu. “Yah, Oik mau pulang sekarang, Oik gak mau dirawat disini. Oik gak mau kalau misalkan Oik meninggal dirumah sakit, Oik mau bersama-sama orang yang Oik sayang,” Kata Oik kepada ayahnya.

                Ayah Oik sudah menangis melihat Oik, meski Oik bukan putri kandungnya, meski Oik hanya Ia temukan disebuah tempat sampah waktu bayi, tega orang tua yang membuangnya. Dialah yang merawat Oik seorang diri, membesarkannya tanpa isteri yang mendampingi. Oik sangat dia sayangi. Rasa sayang itu jugalah yang membuatnya mengikuti permintaan Oik.
                Oikpun dibawah pulang kerumahnya, disana Ify dan Acha sudah menunggu. Mereka sudah tahu keadaan Oik juga dari Bu Ira karena mereka memaksa. Terjadi keharuan saat itu juga, mereka bertiga berpelukan dan menangis. Ify dan Acha bercerita dengan Oik, sementara Cakka duduk bersama Ayah Oik.

                “Saya mencintai putri Om,” Kata Cakka.

                “Aku tahu itu. Dari tatapanmu dan dari sikapmu aku tahu kau sangat mencintainya,”

                “Saya akan lakukan apa saja supaya Oik sembuh,” Kata Cakka.

                Ayah Oik terdiam sejenak, “Kau tahu Cakka, aku sangat menyayangi Oik meski dia bukan putri kandungku,”

                “Maksud Om?,”

                Ayah Oikpun menceritakan kronologis 18 tahun yang lalu ketika dia menemukan Oik.

                “Oik sudah tahu tentang ini?,”

                “Ya, dia sudah tahu,”

                “Apa tanggapannya?,”

                “Dia gadis yang baik, tak peduli aku ayah kandungnya atau bukan, dia tak mencari orang tua kandungnya, karena menurutnya aku tetap orang tua yang membesarkannya, walaupun dia jujur kadang ingin merasakan sosok ibu, tapi dia selalu menyayangiku,”

                “Terus kenapa om tidak menikah?,”

                “Karena aku memegang janji pada seseorang disurga,”

                “Siapa?,” Tanya Cakka penasaran.

                “Seseorang yang sangat kusayangi, sama seperti aku menyayangi Oik. Dia pergi untuk selamanya setelah kami membuat janji. Dia pergi karena penyakit yang sama dengan Oik. Aku sangat terpukul, namun aku menemukan Oik, peri kecilku yang membuatku merasa hidup kembali. Tapi, kini Tuhan ingin mengambilnya dengan cara yang sama,”

                Cakka terharu mendengarkan cerita ayah Oik. Matanya berkaca-kaca.

***

                Cakka baru saja tiba dirumah Oik. Dia segera masuk kedalam rumah untuk mencari Oik. Ayah Oik hari ini mulai bekerja lagi. Cakka sengaja meminta izin dari sekolah, padahal hari ini ada try out, hanya untuk menemani Oik. Dia mencari ke kamar Oik, tapi Oik tak ada disana. Dia hanya melihat sebua novel terbaring diatas ranjang Ok. Sepertinya novel itu tak asing baginya. Dia segera mendekat kearah ranjang Oik dan mengambi novel itu. A Walk to Remember. Cakka tersenyum, sekarang dia tahu apa yang harus dilakukannya. Dia kemudian meletakan kembali novel itu diatas ranjang Oik dan berusaha mencari Oik lagi.
                Oik sedang duduk dipendopo belakang rumahnya, memandangi taman bunga miliknya, ketika Cakka datang lalu duduk disampingnya.

                “Kamu gak sekolah Kka?,”

                “Aku minta izin,”

                “Kenapa kamu melakukan itu?,”

                “Because, I love you,”

                Oik terdiam mendengar jawaban Cakka. Dia tak mampu berkata-kata lagi. Airmata jatuh begitu saja dipipinya. Cakka menenggelamkan Oik kedalam pelukannya, “I love you, no matter what happen,” Kata Cakka.

                “I love you too, Cakka,” Kata Oik sambil terisak.

                Kata yang selama ini ingin didengar oleh Cakka akhirnya terucap oleh Oik.

                “Oik, kamu tahu sebenarnya waktu itu aku ikut tes hati untukmu, tapi sayangnya hasilnya tak menyenangkan, maaf aku gak bisa melakukan sesuatu yang berharga untukmu,”

                “Gak apa-apa Cakka, kalaupun itu terjadi aku akan menolaknya karena aku tak mau bila terjadi apa-apa padamu,” Kata Oik. Tangisnya mulai mereda dan dia mulai melepaskan pelukan Cakka.

                “Tapi kamu bisakan melakukan sesuatu untukku selagi kamu bisa?,” Tanya Cakka.

                “Pasti,” Jawab Oik.

                “Janji?,” Tanya Cakka.

                Tangis Oik yang tadinya mulai reda kini kembali. Oik seakan merasakan dan menyadari sesuatu.

                “Promise me, Oik,” Kata Cakka.

                Oik terdiam sejenak, kemudian menjawab, “I promise you,”

                “Good girl,” Kata Cakka kemudian.

                Oik tersenyum mendengar kata itu kembali keluar dari mulut Cakka. Cakka menghela nafasnya kentara. Oik mulai merasakan keresahan sepertinya feelingnya akan tepat.

                “Oik, will you marry me?,”

                Tepat. Ini gila. Oik benar-benar merasa berada didalam novel favoritenya itu. Benar-benar merasa seperti Jamie Sullivan, ketika Landon Carter melamar Jamie disaat yang tak terduga.

                “Kka, please… I'm not Jamie Sullivan,”

                “And I'm not Landon Carter, you're Oik Cahya and I'm Cakka Nuraga, so?”

                “But----,” Oik tertahan.

                “You've promise to me,” Kata Cakka.

                Oik terdiam, meresapi semua, meresapi apa yang terjadi selama ini antara dirinya dan Cakka. Oik menutup matanya, lalu mengangguk.

***

                Cakka menyadari semua hal yang telah terjadi. Kenapa Bu Winda membuat dia berpasangan dengan Oik dikelas kimia, seperti Alex Fuentes dan Brittany Ellis dalam Perfect Chemistry. Kenapa Oik waktu itu menuliskan cita-citanya ingin menikah seperti Jamie Sullivan dalam A Walk to Remember. Kenapa Bu Ira memasukan dalam theater club. Kenapa dia memilih Beauty and the Beast sebagai pertunjukannya. Kenapa dia berani mengatakan pada Oik akan menjadi suaminya dimasa depan dan kenapa Oik menangis malam itu. Semua telah digariskan Tuhan. Jika Landon Carter has made a walk to remember for Jamie Sullivan. Cakka juga berjanji, Cakka will make an unforgettable walk for Oik.

                Wedding march mengalun, ketika Oik berjalan menyusuri red carpet. Oik tampak cantik dengan bridal dressnya, walaupun tampak lemah dan wajahnya memucat tapi rasa bahagia terlukis diwajahnya dan tersirat dari sinar matanya. Disampingnya ada ayahnya yang mengapitnya, berjalan menuju altar, disana Cakka telah menunggu denga senyum bahagia. Ini mimpinya. Akhirnya bisa terwujud. Cukup banyak orang yang hadir saat itu. Ada sahabat-sahabat Oik, teman-teman Cakka, bahkan ada juga guru-guru dan banyak lagi yang hadir. Walaupun Oik berjalan agak lambat dari seharusnya, tapi dengan penuh perjuangan Ia akhirnya tiba didekat Cakka. Ayahnya menyerahkan Oik pada Cakka dengan haru. Mempercayakan putrinya untuk orang lain selain dirinya sama sekali tidak ada dipikirannya. Tapi kini dia harus menghadapi kenyataan itu. Setelah Oik diserahkan pada Cakka. Cakka mengecup dahi Oik sebelum dilakukannya pemberkatan nikah.

***

                Hari ini, hari pertama Cakka berperan sebagai suami Oik. Karena Oik sakit, jadilah Cakka yang melayani Oik, memasak, menyediakan sarapan pagi, dan membangunkan Oik.
Hari ini pula Cakka ingin mengajak Oik ke taman bunga yang ada dibawah kaki bukit belakang sekolah. Setelah siap-siap, Cakka memanggil supir mengendarai SUVnya menuju tempat yang dituju.

                “Makasih Kka, sudah memberikanku sesuatu yang indah dan gak akan pernah kulupakan,”

                “Sama-sama Ik,” Cakka tersenyum sambil mengacak poni Oik, dan melanjutkan, “If, Jamie has a walk to remember, right now you've walk named an unforgettable walk,”

                “An unforgettable walk?”

                “Yeah, with me,” Cakka tersenyum dan mengerling. Oik mencubit pipi Cakka pelan.

                “Aw, sakit.” Rintih Cakka. Padahal cubitan Oik sama sekali tidak sakit.

                Cup. Oik mengecup pipi Cakka, “Biar gak sakit,” Kata Oik.

                Cakka tersenyum nakal kemudian menunjuk kearah bibirnya. Oik menggeleng, “Malu tahu dilihatin pak supir,” Kata Oik. Cakka cemberut.

                Namun, tiba-tiba saja Oik merasakan dingin yang hebat. Bibirnya bergetar, sekujur tubuhnya bagaikan diselimuti es. Wajahnya memucat, tangannya menguning. Cakka panik, “Ik, aku bawa kamu kerumah sakit ya?,”

                Oik menggeleng lemah, “Aku mau kamu peluk aku,” Kata Oik. Tanpa berlama-lama Cakka segera menenggelamkan Oik kedalam pelukannya. Merasakan tubuhnya ikut bergetar karena getaran yang Oik timbulkan. Berusaha memberikan kehangatan dan ketenangan untuk isterinya. “Aku mau kita seperti ini selamanya. Aku mau kalau aku pergi dipelukanmu seperti ini,” Kata Oik sambil menutup matanya. Cakkapun ikut memejamkan matanya bulir airmata jatuh dipelipisnya. Namun, senyum mengembang dibibir mereka.

***

                50 tahun kemudian,
                Dua orang nenek yang tua rentah mengunjungi pemakaman. Terdapat dua makam yang berdampingan, mereka kunjungi tiap tahun. Diatas nisan tertera 'Oik Cahya' dan disampingnya 'Cakka Nuraga'. Setelah berdoa, dua nenek itu bercakap-cakap.

                “Fy, Aku salut sama kisah cinta mereka,”

                “Iya Cha, mereka lambang cinta abadi, meski hidup mereka berakhir tragis bagai Romeo and Julliet, tapi kisah cinta mereka aku yakin happy ending layaknya Beauty and the Beast,”

                Setelah menabur bunga dimakam-makam itu, merekapun berjalan keluar area pemakaman.
                Cakka dan Oik sama-sama menghembuskan nafas terakhir sehari setelah pernikahan mereka, dalam perjalanan mereka menuju taman bunga dibalik bukit belakang sekolah. SUV yang mereka tumpangi kecelakaan dan membuat nyawa Cakka dan Oik melayang. Jasad mereka ditemukan dalam keadaan berpelukan. Itulah kenapa orang-orang selalu mengingat kisah mereka. Mereka berhasil membuat 'an unforgettable walk' tidak hanya untuk mereka berdua tapi juga untuk banyak orang.

                An Unforgettable Walk: End

Special thanks to:
A Walk to Remember a novel by Nicholas Sparks
Perfect Chemistry a novel by Simone Elkeles
Beauty and the Beast a novel by Jeanne-Marie Le Prince de Beaumont / Walt Disney
Romeo and Juliet a novel by William Shakespeare
... thanks for inspiring me :p... ^_^ 

5 komentar:

wawa mengatakan...

waaaahhh bagusss kak , romantisss hhahaha dari awal baca kiranya frontal banget tapi ternyata gaaak ,, baguuss baguuss ....

Fhily Anastasya mengatakan...

thanks wa :)
whahahaha :3 frontalnya ga bakal melebihi kapasitas kok (?)

Anonim mengatakan...

Keren kaka!! Huaaaa ;))

Shalha Nurul Afifah mengatakan...

bagus banget, aku nangis bacanya :')

Unknown mengatakan...

caranya ngubah icon mouse ?

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...